BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen sekolah merupakan faktor
yang terpenting dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah
yang keberhasilannya diukur oleh prestasi tamatan (out put), oleh karena itu
dalam menjalankan kepemimpinan, harus
berpikir “sistem” artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
komponen-komponen terkait seperti: guru-guru, staff TU, Orang tua
siswa/Masyarakat, Pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal
yang dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.
Tantangan lembaga pendidikan
(sekolah) adalah mengejar ketinggalan artinya kompetisi dalam meraih prestasi
terlebih dalam menghadapi persaingan global, terutama dari Sekolah Menengah
Kejuruan dimana tamatan telah memperoleh bekal pengetahuan, sikap dan
keterampilan sebagai tenaga professional tingkat menengah hal ini sesuai dengan
tuntunan Kurikulum SMK 2004.
Tantangan ini akan dapat
teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi pada pencapaian
sasaran dimaksud. Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah disamping mengejar
ketinggalan untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain perlu
diperhatikan: Ciptakan keterbukaan dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran. Ciptakan iklim kerja yang menyenangkan Berikan pengakuan dan
penghargaan bagi personil yang berprestasi Tunjukan keteladanan Terapkan
fungsi-fungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan pendidikan, seperti:
PerencanaanPengorganisasian Penentuan staff atas dasar kemampuan, kesanggupan
dan kemauan Berikan bimbingan dan pembinaan kearah yang menuju kepada
pencapaian tujuan Adalah kontrol terhadap semua kegiatan penyimpangan sekecil
apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi Adakan penilaian terhadap semua
program untuk mengukurkeberhasilan serta menemukan cara untuk mengatasi
kegagalan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Managemen Pendidikan
A. Pengertian Manajemen Pendidikan
Dalam
konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam
penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung
menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain
pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga
dikenal istilah adminitrasi pendidikan. Dalam studi ini, penulis cenderung
untuk mengidentikkan keduanya, sehingga kedua istilah ini dapat digunakan
dengan makna yang sama.
Selanjutnya,
di bawah ini akan disampaikan beberapa pengertian umum tentang manajemen yang
disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin
yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan
bahwa: “Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan
organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan
(planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan
(controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang
berkesinambungan”.
Sedangkan
dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa:
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan”.
Secara
khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian
manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang
diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua
sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”.
Sementara itu, Hadari Nawawi
(1992) mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian
kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang
untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di
lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”.
B. Bidang Kegiatan Pendidikan
Berbicara
tentang kegiatan pendidikan, di bawah ini beberapa pandangan dari para ahli
tentang bidang-bidang kegiatan yang menjadi wilayah garapan manajemen
pendidikan. Ngalim Purwanto (1986) mengelompokkannya ke dalam tiga bidang
garapan yaitu :
- Administrasi material, yaitu kegiatan yang menyangkut bidang-bidang
materi/ benda-benda, seperti ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung dan alat-alat perlengkapan sekolah dan lain-lain.
- Administrasi personal, mencakup di dalamnya administrasi personal guru
dan pegawai sekolah, juga administrasi murid. Dalam hal ini masalah
kepemimpinan dan supervisi atau kepengawasan memegang peranan yang sangat
penting.
- Administrasi kurikulum, seperti tugas mengajar guru-guru, penyusunan
sylabus atau rencana pengajaran tahunan, persiapan harian dan mingguan dan
sebagainya.
Hal serupa dikemukakan pula oleh M.
Rifa’i (1980) bahwa bidang-bidang administrasi pendidikan terdiri dari:
- Bidang
kependidikan atau bidang edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan
cara mengajar, evaluasi dan sebagainya.
- Bidang personil, yang mencakup unsur-unsur manusia yang belajar, yang
mengajar, dan personil lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar
mengajar.
- Bidang alat dan keuangan, sebagai alat-alat pembantu untuk melancarkan
siatuasi belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan pendidikan
sebaik-baiknya.
Sementara itu, Thomas J. Sergiovani
sebagimana dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2002) mengemukakan delapan bidang
administrasi pendidikan, mencakup : (1) instruction and curriculum development;
(2) pupil personnel; (3) community school leadership; (4) staff personnel; (5)
school plant; (6) school trasportation; (7) organization and structure dan (8)
School finance and business management.
Di lain pihak, Direktorat
Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah menerbitkan buku Panduan
Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan bidang-bidang kegiatan
manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen
personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5) manajemen
perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah.
Dari beberapa pendapat di
atas, agaknya yang perlu digarisbawahi yaitu mengenai bidang administrasi
pendidikan yang dikemukakan oleh Thomas J. Sergiovani. Dalam konteks pendidikan
di Indonesia saat ini, pandangan Thomas J. Sergiovani kiranya belum sepenuhnya
dapat dilaksanakan, terutama dalam bidang school transportation dan business
management. Dengan alasan tertentu, kebijakan umum pendidikan nasional belum
dapat menjangkau ke arah sana. Kendati demikian, dalam kerangka peningkatkan
mutu pendidikan, ke depannya pemikiran ini sangat menarik untuk diterapkan
menjadi kebijakan pendidikan di Indonesia.
2.2 Manajemen Pendidikan Sekolah
Mulyasa
(2002:34) mengemukakan konsep pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
diantaranya adalah pengelompokan sekolah yang didasarkan pada kemampuan
manajemen dengan mempertimbangkan kondisi lokasi dan kualitas sekolah,
Pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan dalam implementasi MBS antara
lain yaitu kategori sekolah yang sudah maju, sedang dan masih tertinggal.
Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kemampuan sekolah dalam
mengimplementasikan MBS berbeda-beda antara satu sekolah dengan sekolah
lainnya. Keragaman kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing sekolah menuntut
perlakuan yang berbeda dalam melaksanakan MBS.
Pengertian;
Nurkholis (2003:1), misalnya, menjelaskan
bahwa Manajemen Berbasis Sekolah terdiri dari tiga kata, yaitu manajemen,
berbasis, dan sekolah. Pertama, istilahmanajemen memiliki banyak arti.
Secara umum manajemen dapat
diartikan sebagai proses mengelola sumber daya secara efektif untuk mencapai
tujuan.
Ditinjau dari aspek
pendidikan,manajemen pendidikan diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan
dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, baik tujuan jangka pendek,menengah maupun tujuan jangka panjang
Kedua, kata berbasis mempunyai katadasar basisatau dasar. Ketiga,kata sekolah
merujuk pada lembaga tempat berlangsungnya proses belajarmengajar. Bertolak
dari arti ketiga istilah itu, maka istilah Manajemen Berbasis Sekolah
dapatdiartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan sumber
daya yang berdasarpada sekolah itu sendiri dalam proses pembelajaran untuk
mencapai suatu tujuan yang telahditetapkan.Seperti halnya Nurkholis, Slamet PH
(2001) mendefinisikan MBS dengan bertolak darikata manajemen, berbasis, dan
sekolah. Menurut Slamet, manajemen berarti koordinasi danpenyerasian sumber
daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Berbasis artinya “berdasarkan pada” atau “berfokuskan
pada”.
Sedangkan sekolah merupakan organisasi terbawah dalam
jajaran Departemen PendidikanNasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan
“bekal kemampuan dasar” kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan
yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) danprofesiona-listik
(kualifikasi, untuk sumber daya manusia). Djam’an Satori (1980) memberikan
pengertian manajemen sekolah dengan menggunakan istilah administrasi sekolah
yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua
sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapaitujuan
sekolah yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”.
Tujuan;
Pada
hakekatnya tujuan manajemen sekolah tidak dapat terlepas dari tujuan
sekolahsebagai suatu organisasi. Proses manajemen yang baik adalah manakala di
dalamnya terdapatkegiatan manajerial yaitu kegiatan yang seyogyanya dilakukan
oleh orang-orang yangmempunyai status dan kewenangan sebagai manajer, serta
kegiatan operatif yakni kegiatan yangseharusnya diselesaikan oleh para
pelaksana lapangan. Dengan demikian, tujuan akhir dari manajemen sekolah adalah
membantu memperlancartercapainya tujuan sekolah secara efektif dan efisien.
Kehadiran manajemen dalam prosespersekolahan sebagai salah satu alat untuk
membantu memperlancar pencapaian tujuan.
Secara
lebih rinci tujuan khusus dilaksanakan manajemen sekolah yang baik agar: pertama,
terjadi efektifitas produksi pada setiap jenis dan jenjang pendidikan sehinggan
paralulusannya dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan diatasnya, dapat bekerja
sesuai denganpengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Kedua, tercapainya
efisiensi penggunaan sumber daya dan dana, tidak terjadi pemborosan terhadap
waktu, uang, serta yang lainnya. Ketiga, paralulusannya dapt menyesuaikan diri
dalam kehidupan bermasyarakat, serta yang keempattwerciptanya kepuasan kerja
pada setiap anggota warga sekolah.
Manfaat;
(Depdiknas. 2000:32) yang efektif
mengidentifikasikan beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai
berikut:
a. Memungkinkan
orang-orang yang kompeten di sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan
yang akan meningkatkan pembelajaran.
b. Memberi
peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan
penting
c. Mendorong
munculnya kreatifitas dalam merancang bangun program pembelajaran
d. Mengarahkan
kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan
disetiap sekolah
e. Menghasilkan
rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari
keadaan dengan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah
f. Meningkatkan
motifasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
Merujuk
kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam buku
Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang
bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :A. Manajemen
kurikulum
Manajemen
kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar
manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan
dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru
untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya.
Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap :
- Perencanaan;
- Pengorganisasian dan koordinasi;
- Pelaksanaan; dan
- Pengendalian.
Dalam
konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006)
mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :
- Tahap
perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan;
(2) merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain
kurikulum; dan (4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian.
- Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional
atau dasar pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan
struktur dan isi program; (4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5)
pengorganisasian kegiatan pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat, dan
sarana belajar; dan (7) penentuan cara mengukur hasil belajar.
- Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1)
penyusunan rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran); (2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan);
(3) penentuan strategi dan metode pembelajaran; (4) penyediaan sumber,
alat, dan sarana pembelajaran; (5) penentuan cara dan alat penilaian
proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan pembelajaran
- Tahap
penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan
kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif
maupun sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input,
proses, produk (CIPP) : Penilaian konteks: memfokuskan pada pendekatan
sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang. Penilaian
Input: memfokuskan pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan,
implementasi design dan cost benefit dari rancangan. Penilaian proses
memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan
dalam melaksanakan program. Penilaian product berfokus pada mengukur
pencapaian proses dan pada akhir program (identik dengan evaluasi sumatif)
B. Manajemen Kesiswaan
Dalam
manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu :
- Siswa
harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong
untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan
yang terkait dengan kegiatan mereka;
- Kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan
intelektual, sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu
diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga setiap siswa memiliki
wahana untuk berkembang secara optimal;
- Siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang
diajarkan; dan
- Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif,
tetapi juga ranah afektif, dan psikomotor.
C. Manajemen personalia
Terdapat
empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu :
- Dalam
mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling
berharga;
- Sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan
baik, sehingga mendukung tujuan institusional;
- Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial
sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan
sekolah; dan
- Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya
mengupayakan agar setiap warga dapat bekerja sama dan saling mendukung
untuk mencapai tujuan sekolah.
Disamping
faktor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam manajamen
personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil di
sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil
sekolah menjadi mutlak diperlukan.
D. Manajemen keuangan
Manajemen
keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah
dalam menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan
dikaitkan dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana
sekolah, dan cara melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.
Inti
dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh
karena itu, disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk
kebutuhan pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu
diperhatikan faktor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan
baik yang bersumber pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
E. Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah
Manajemen
perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan yang
dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti
gedung, mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja, memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan
menetapkan biaya efektif perawatan sarana dan pra sarana sekolah.
Dalam manajemen ini perlu
dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara pembentukan tim
pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan jadwal kegiatan
perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada
masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil
meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran
merawat sarana dan prasarana sekolah.
Sedangkan
untuk pelaksanaannya dilakukan : pengarahan kepada tim pelaksana, mengupayakan
pemantauan bulanan ke lokasi tempat sarana dan prasarana, menyebarluaskan
informasi tentang program perawatan preventif untuk seluruh warga sekolah, dan
membuat program lomba perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah untuk
memotivasi warga sekolah.
F. Manajemen Kinerja Guru
Dalam
perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai
standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance
management). Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya
Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja
guru.
Robert
Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai : sebuah proses komunikasi
yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan
penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas
serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah
sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikut
sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah
bagi organisasi, manajer dan karyawan.
Dari
ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan
tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan,
melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam
mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan
yang jelas serta pemahaman tentang :
Fungsi kerja esensial yang
diharapkan dari para guru.
- Seberapa
besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di
sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik”
- Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.
- Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
- Mengenali
berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.
Selanjutnya,
Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja diantaranya
meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan
evaluasi kinerja.
Perencanaan
kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah bekerja sama
merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang, menentukan
bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi
kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.
Komunikasi
yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala sekolah dan guru bekerja
sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja, hambatan dan
permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai
masalah, dan bagaimana kepala sekolah dapat membantu guru. Arti pentingnya
terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau
persoalan sebelum itu menjadi besar.
Evaluasi kinerja adalah salah
satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan proses di mana kinerja
perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, “
Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?”. Metode
apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk
menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi
secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru”. Kedua, tiada satu
pun taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi
dan mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta
diagnosis lebih lanjut.
Sementara
itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang proses
manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang
terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.
Perencanaan
merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan
ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan,– di mana
guru dibimbing dan dikembangkan – mendorong atau mengarahkan upaya mereka
melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi,
kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi yang telah ditetapkan
dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang, dan
guru, kepala sekolah, dan staf administrasi , serta organisasi terus belajar
dan tumbuh.
Setiap
fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan keluaran,
yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari ketiga
fase Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya
harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali,
kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi.
Dengan
tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan
atau komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja
guru. Bahwa agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang
siginifikan terhadap kinerja sekolah secara keseluruhan maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C. Boyd (2002)
mengemukakan bahwa evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan,
yaitu :
- Untuk
mengukur kompetensi guru dan
- Mendukung
pengembangan profesional.
Sistem
evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik untuk
memenuhi berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat memberikan
peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta
mendapatkan konseling dari kepala sekolah, pengawas pendidkan atau guru lainnya
untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala sekolah atau pengawas
sekolah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan
standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan :
- Keterampilan-keterampilan
dalam mengajar;
- Bersifat seobyektif mungkin;
- Komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan
ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan
- Dikaitkan
dengan pengembangan profesional guru.
Para
evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan pengajaran
yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang kinerja
guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa
prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya
:
- Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom
activities). Ini merupakan bentuk umum untuk mengumpulkan data dalam
menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas adalah untuk memperoleh
gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam kelas. Kendati
demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan hasil
evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu
kelas. Oleh karena itu observasi dapat dilaksanakan secara formal dan
direncanakan atau secara informal dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable)
- Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan –
catatan dalam kelas. Rencana pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana
guru dapat memahami tujuan-tujuan pengajaran. Peninjauan catatan-cataan
dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas merupakan indikator
sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan pengajaran , proses
pengajaran dan testing (evaluasi).
- Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam
evaluasi. Jika tujuan evaluasi untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru
maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat melibatkan berbagai pihak sebagai
evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga administrasi. Bahkan
self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya. Namun jika
untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak
sebagai evaluator adalah kepala sekolah dan pengawas.
Setiap
hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat
memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya.
Dalam hal ini, beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh evaluator :
- Penyampaian
umpan balik dilakukan secara positif dan bijak;
- Penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan pada
guru;
- Menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai
tujuan-tujuan evaluasi;
- Menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik;
- Memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak
berlebihan.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan
makalah diatas dapt disimpulkan beberapa kesimpulan:
- Perekat
organisasi pendidikan adalah kepercayaan pimpinan kepada bawahan,
keakraban/kebersamaan, dan kejujuran dan tanggung jawab.
- Kepemimpinan sangat berpengaruh dalam proses penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, agar pengaruh yang timbul dapat meningkatkan
kinerja personil secara optimal. Maka pemimpin harus memiliki wawasan dan
kemampuan dalam melaksanakan gaya kepemimpinan
- Kemampuan pemimpin dalam memerankan gaya kepemimpinan yang bertumpu
kepada partisipasi aktif semua personil sekolah akan memunculkan
keberhasilan seorang pemimpin
- Bahwa tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional
yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan,
teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
- Budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama
seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan
dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan
tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga
pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya.
- Pemimpin harus memiliki pemahaman tentang konsep sistem (berpikir
secara sistematik) dalam memahami suatu sekolah sebagai suatu kesatuan
yang utuh.
- Konsentrasi pemimpin terhadap kinerja personil pada akhirnya sasaran
yang hendak dicapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat
tercapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai
dan pada khususnya menghasilkan tamatan yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Bacal, Robert. 2001. Performance Management. Terj.Surya Darma dan Yanuar
Irawan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Muhaimin, Suti’ah dan Sugeng Listyo Prabowo. 2011. Manajemen Pendidikan:
Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Kencana.
Jakarta.
Amiruddin Siahaan, M,Pd. Khairuddin W. M.Pd Drs. H. Irwan Nasution, M.SC.
2006. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Ciputat. Kuantum Teaching.
Mulyasa, E, 2002. Manajemen Berbasis
Sekoah, Bandung, Rosdakarya
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo.
http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-manajemen-sekolah.html di akses
pada tanggal 20 Maret 2013.