BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pembangunan hutan tanaman,
benih memainkan peranan yang sangat penting. Benih yang digunakan untuk
pertanaman saat ini akan menentukan mutu tegakan yang akan dihasilkan dimasa
mendatang. Dengan menggunakan benih yang mempunyai kualitas fisik fisiologis
dan genetic yang baik merupakan cara yang strategis untuk menghasilkan tegakan
yang berkualitas pula.
Mendapatkan benih bermutu bukanlah
pekerjaan yang mudah. Apa yang diuraikan pada tulisan ini hanyalah memberikan
panduan umum yang diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna dalam
penanganan benih. Ada beberapa hal yang dapat diuraikan disini yaitu untuk
memperoleh benih yang bermutu dan bagaimana teknik perkecambahannya.
Kemampuan benih untuk menunda
perkecambahan sampai waktu dan tempat yang tepat adalah mekanisme pertahanan
hidup yang penting dalam tanaman. Dormansi benih diturunkan secara genetik, dan
merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan
lingkungannya.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mempermudah para pembaca untuk lebih memahami tentang
dormansi pada tumbuhan.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apa yang di maksud dengan dormansi
2.
Mengapa dormansi dapat terjadi
3.
Bagaimana cara mencegah terjadinya dormansi
4.
Apa faktor penyebab terjadinya dormansi
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah
sebagai referensi atau pengetahuan dasar untuk memahami tentang dormansi yang
terjadi pada tumbuhan.
BAB
II
ISI
2.1.
Dormansi
Dormansi didefinisikan sebagai
status dimana benih tidak berkecambah walaupun pada kondisi lingkungan yang
ideal untuk perkecambahan. Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik
fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder. Sebenarnya hidup
tetapi belum mau berkecambah. Lamanya dormansi tergantung pada jenis tanaman
dan juga tipe dormansinya. Fungsi dormansi bagi tanaman untuk siklus pertumbuhan
tanaman dengan keadaan lingkungan.
Intensitas dormansi dipengaruhi oleh
lingkungan selama perkembangan benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan
mekanisme dormansi berbeda antar spesies, dan antar varietas. Dormansi pada
spesies tertentu mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama
beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak diinginkan
(gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara rutin.
2.1.1.
Penyebab Dormansi
Penyebab terjadinya dormansi
dipengaruhi oleh 2 faktor diantaranya :fisik (dormansi fisik), misal dari kulit
bijinya dan fisiologis (dormnasi fisiologis), misal dari embrio.
a. Dormansi Fisik (dormansi
primer)
Pada tipe dormansi ini yang
menyebabkan pembatas struktural terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang keras
dan kedap air sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau
gas pada berbagai jenis tanaman. Dormansi primer
merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua
macam
yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana
persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi
benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan
sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan
stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin tidak tersedia.
Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis.
Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis seperti pemasakan
embrio rudimenter, respon terhadap zat pengatur tumbuh, perubahan suhu, ekspos
ke cahaya. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
-
Impermeabilitas kulit
biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe
dormansi ini disebut benih keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae,
disini pengambilan air terhalang
kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel- sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama
dipermukaan paling luar dan
bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat
pengembangan dan pengkerutan,
juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat
membantu memperpendek masa dormansi
benih.
-
Resistensi mekanis
kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa
jenis benih tetap berada dalam keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup
kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka
embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada
beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus,
dll ( Doran, 1997). Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji
yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang
oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap
pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari
pericarp atau kulit biji.
-
Adanya zat penghambat
Sejumlah jenis mengandung zat-zat
penghambat dalam buah atau benih yang
mencegah perkecambahan. Zat penghambat
yang paling sering dijumpai ditemukan
dalam daging buah. Untuk itu benih tersebut harus diekstrasi dan dicuci untuk menghilangkan zat-zat penghambat.
Mekanisme
dormansi dapat dibedakan pada dua lokasi berbeda yaitu penutup embrio (embryo
coverings) dan embrio (Tabel 1).
Tabel
1. Mekanisme utama dormansi benih (Bradbeer, 1989)
__________________________________________________________________
A.
Dormansi yang disebabkan penutup embrio (perikarp, testa, perisperma dan
endosperma)
1. Pertukaran gas terhambat
2. Penyerapan air terhambat
3. Penghambatan mekanis
4. Inhibitor (water-soluble)
di dalam penutup embrio
5.Kegagalan dalam memobilisasi
cadangan makanan dari endosperma/perisperma
B. Dormansi embrio
1. Embrio belum berkembang dan
berdiferensiasi
2. Pemblokiran sintesa asam nukleat
dan protein
3. Kegagalan dalam memobilisasi
cadangan makanan dari embrio
4. Defisiensi zat pengatur tumbuh
5.Adanya inhibitor
__________________________________________________________________
Kebanyakan jenis dari famili leguminosae
menunjukkan dormansi fisik, yang disebabkan oleh struktur morfologis dari
kulit biji yang rumit. Kondisi kedap air kulit biji legum relative dalam arti
bahwa bermacam-macam jenis, bermacam-macam tingkatan kemasakan dan
bermacam-macam individu menunjukkan tingkat ketahanan terhadap penyerapan air
(imbibisi) yang berbeda.
Bebagai macam metode telah
dikembangkan untuk mengatasi tipe dormansi ini, semua metode menggunakan
prinsip yang sama yakni bagaimana caranya agar air dapat masuk dan penyerapan
dapat berlangsung pada benih. Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih
harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan
dormansi fisik antara lain sebagai berikut :
a.
Mekanisme
perlakuan (skarifikasi)
Perlakuan
mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan,
pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum,
kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk
mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual, dapat
diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya
semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah
radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Seluruh permukaan kulit
biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel
palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik
ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio
menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi
daerah microphylar dimana
terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak
benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
b.
Air
panas
Air panas
mematahkan dormansi fisik pada leguminosae melalui tegangan yang
menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif
bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk
mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang
diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi
dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi
tiap jenis.
Umumnya benih kering
yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat
dalam air mendidih.
c.
Perlakuan
kimia
Perlakuan kimia dengan
bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan
utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada
waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi
pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah.
Larutan asam untuk
perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan
pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume (Coppeland,
1980). Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi
permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam
harus memperhatikan 2 hal, yaitu:
1). kulit biji atau pericarp
yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
2). larutan asam tidak
mengenai embrio.
d.
Perlakuan
temperature
-
Rendah (stratifikasi).
Pemberian suhu rendah selama waktu tertentu (berbeda
untuk setiap jenis tanaman) dapat menghilangkan penghambatan pertumbuhan.
-
Rendah dan tinggi.
Temperatur tinggi hanya radikelnya, diikuti
temperature rendah untuk epikotilnya. Perbedaan tidak boleh lebih dari 10-20oC.
e.
Perlakuan
cahaya
Jumlah
cahaya, intensitas, panjang hari juga dapat memepengaruhi laju perkecambahan.
Selain meningkatkan % perkecambahan, juga dapat meningkatkan laju
perkecambahan.
b.
Dormansi
Fisiologis (dormansi sekunder)
Penyebabnya adalah embrio yang belum
sempurna pertumbuhannya atau belum matang.
Benih-benih demikian memerlukan jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun
waktu beberapa hari sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih-benih
ini biasanya ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya
tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah (Schmidt,
2002).
Benih non dorman dapat mengalami kondisi
yang menyebabkannya menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos
kondisi yang ideal untuk terjadinya perkecambahan kecuali satu yang tidak
terpenuhi. Dormansi sekunder dapat diinduksi oleh: (1) thermo- (suhu),
dikenal sebagai thermodormancy; (2) photo- (cahaya), dikenal
sebagai photodormancy; (3) skoto- (kegelapan), dikenal sebagai skotodormancy;
meskipun penyebab lain seperti kelebihan air, bahan kimia, dan gas bisa juga
terlibat.
Mekanisme dormansi sekunder diduga
karena:
(1)
terkena hambatan pada titik-titik krusial dalam sekuens metabolik menuju perkecambahan;
(2) ketidak-seimbangan zat pemacu pertumbuhan
versus zat penghambat pertumbuhan. Dormansi karena hambatan metabolisme pada
embrio, terjadi karena adanya zat-zat penghambat perkecambahan dalam embrio.
Misal : ammonia, asam benzoate,
ethylene, alkaloid, coumarin (yang menghambat kerja enzim alfa dan beta amylase).
Contoh : selada,dapat berkecambah
langsung bila diberi suhu <20oC. Tetapi setelah disimpan, dapat berkecambah
walau suhunya 30oC.
2.2. Dormansi Benih dan
Metode Pematahannya
- Dormansi Benih Padi
dan Metode Pematahan Dormansi
Sebagian besar benih padi mempunyai
sifat dorman. Dormansi benih pada padi menyebabkan beberapa varietas padi yang
baru dipanen tidak tumbuh jika ditanam pada kondisi optimum. Masa dorman benih
padi beragam 0 – 11 minggu. Perilaku dormansi (intensitas, persistensi, dan
mekanisme dormansi) beragam antar genotipe padi (Takahashi 1984 dalam Soejadi
dan Nugraha, 2002a).
Untuk mengatasi masalah ini
diperlukan metode pematahan dormansi yang efektif yang dapat meningkatkan
validitas hasil pengujian daya berkecambah, dan mengatasi masalah dormansi pada
saat benih diperlukan untuk segera ditanam. Pematahan dormansi dikatakan
efektif jika menghasilkan daya berkecambah 85% atau lebih (Ilyas dan Diarni,
2007). Soejadi dan Nugraha (2002a) menyatakan, efektivitas metode pematahan
dormansi sangat dipengaruhi oleh intensitas, persistensi, dan mekanisme
dormansi. Perbedaan persistensi dormansi benih bergantung pada beberapa faktor
antara lain spesies, varietas, musim tanam, lokasi panen, dan tahap
perkembangan benih (Come et al., 1988). Nugraha dan Soejadi (1991)
melaporkan bahwa persistensi dormansi benih dapat mempengaruhi metode pematahan
dormansi yang digunakan.
Perendaman benih dalam KNO3 1%
selama 48 jam adalah cara pematahan dormansi paling efektif pada benih padi
gogo varietas Kalimutu, Gajah Mungkur, dan Way Rarem pada saat 0 minggu setelah
panen. (Ilyas dan Diarni, 2007). Perlakuan ini juga paling efektif untuk
mematahkan dormansi benih padi gogo ’Gajah Mungkur’ setelah disimpan 2 dan 4
minggu dengan indeks vigor tertinggi (Tabel 3). Penggunaan KNO3 0,2% efektif
untuk mematahkan dormansi benih padi sawah (Nugraha dan Soejadi, 1991). Selain
itu, perlakuan perendaman benih dalam larutan GA3120 ppm selama 48 jam juga
efektif. Metode pemanasan benih dalam oven 50 0C selama 48 jam yang diikuti
dengan perendaman dalam air 24 jam dapat digunakan untuk mematahkan dormansi
benih padi gogo ’Jatiluhur’ (Ilyas dan Diarni, 2007). Rekomendasi ISTA (2005)
untuk mematahkan dormansi benih Oryza sativa adalah dengan
memanaskan benih pada suhu 50 0C, atau merendam benih dalam air atau HNO3
selama 24 jam sebelum dikecambahkan. Tetapi
Soejadi dan Nugraha (2002b) Pada benih kacang tanah tipe Virginia,
perkecambahan benih dihalangi oleh embrio yang belum masak sehingga
mengakibatkan terjadinya dormansi. Pematahan dormansi dapat dilakukan dengan
menghembuskan udara yang mengandung uap etilen selama 24 jam (Pollock dan
Toole, 1961). Matilla (2000) juga menyatakan, perlakuan etilen pada benih
kacang tanah dapat menghilangkan penghambatan perkecambahan oleh inhibitor ABA.
- Dormansi Benih Kacang
Tanah dan Metode pematahannya.
Perlakuan penyimpanan benih setelah
panen (after-ripening) pada kisaran suhu ruang 19 - 25 0C belum dapat
mematahkan dormansi benih kacang tanah varietas Gajah, Kidang, Pelanduk, Zebra,
Macan, dan Panter terbukti dengan nilai daya berkecambah yang masih rendah.
Untuk varietas Simpai dan Trenggiling, after-ripening selama 3 minggu
mampu mematahkan dormansi benih, dan untuk varietas Banteng dengan after-ripening
4 minggu. Daya berkecambah benih telah mencapai 88%.
Tetapi pada penelitian Cahyono dan
Ilyas (2001), pematahan dormansi secara kimia termasuk perlakuan inkubasi benih
selama 48 jam dalam uap etilen (1,2 ethanediamine) 2001) segera setelah panen
tidak efektif untuk mematahkan dormansi benih kacang tanah dari sembilan
varietas yang digunakan (tidak semua data ditunjukkan). Pelembaban benih selama
48 jam dalam KNO3 0.2% mampu meningkatkan daya berkecambah benih kacang tanah
varietas Gajah dari 60% saat after-ripening 3 minggu menjadi 80% setelah
6 minggu; dan mematahkan dormansi benih varietas Panter 6 minggu after-ripening
(daya berkecambah 80%). Kedua perlakuan secara kimia belum efektif untuk
mematahkan dormansi benih varietas Zebra 6 minggu after-ripening karena
daya berkecambah yang dicapai hanya 64%. Rekomendasi ISTA (2005) untuk
mematahkan dormansi benih Arachis hypogaea mungkin dapat diterapkan
yaitu dengan menginkubasi benih tanpa polong pada suhu 40 0C.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Dari
isi yang dipaparkan dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa penyebab
terjadinya dormansi adalah sebagai berikut :
1. Dormansi fisik disebabkan oleh, impermeabilitas kulit biji terhadap air ; resistensi
mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio ; adanya zat penghambat. Dan
metode pematahannya dapat dilakukan dengan ; mekanisme
perlakuan (skarifikasi), air panas, perlakuan kimia, perlakuan temperature,
perlakuan cahaya.
2. Dormansi fisiologis
disebabkan oleh, adanya hambatan pada
titik-titik krusial dalam sekuens metabolik menuju perkecambahan; ketidak-seimbangan
zat pemacu pertumbuhan versus zat penghambat pertumbuhan.
3.2 SARAN
Untuk
pengetahuan yang lebih lanjut lagi mengenai dormansi pada tumbuhan dan juga
penyebabanya, dapat dicari pada literature berupa jurnal atau hasil penelitian
secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Bradbeer,
J.W. 1989. Seed Dormancy and Germination. Chapman & Hall, New York. 146p.
Cahyono,
R.C. dan S. Ilyas. 2001. Pengaruh Perlakuan Pematahan Dormansi terhadap Viabilitas Benih Beberapa
Varietas Kacang Tanah. Makalah Seminar.
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 50 hal.
Ilyas,
S. dan W.T. Diarni. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista
11 (2): 92-101.
Soejadi
dan U.S. Nugraha. 2002. Studi perilaku dormansi benih beberapa genotipe padi, hal 147-153. Dalam E. Murniati et
al. (Eds.): Industri Benih di Indonesia.
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal.
Soejadi
dan U.S. Nugraha. 2002. Pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap daya berkecambah padi, hal 155-162. Dalam E. Murniati et al. (Eds.): Industri Benih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal.
0 komentar:
Posting Komentar