LAPORAN RESPIRASI FISIOLOGI HEWAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah disebut iwak, jukut.
Fisiologi ikan mencakup proses osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme, pencernaan, organ-organ sensor, sistem saraf, sistem endokrin dan reproduksi (Fujaya,1999).
Insang dimiliki oleh jenis ikan (pisces). Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap. Bagian terluar dare insang berhubungan dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan erat dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dare sepasang filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler sehingga memungkinkan OZ berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar. Insang pada ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut operkulum, sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh operkulum.
Insang tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. Beberapa jenis ikan mempunyai labirin yang merupakan perluasan ke atas dari insang dan membentuk lipatan-lipatan sehingga merupakan rongga-rongga tidak teratur. Labirin ini berfungsi menyimpan cadangan 02 sehingga ikan tahan pada kondisi yang kekurangan 02. Contoh ikan yang mempunyai labirin adalah: ikan gabus dan ikan lele.
Untuk menyimpan cadangan 02, selain dengan labirin, ikan mempunyai gelembung renang yang terletak di dekat punggung.
Stickney (1979) menyatakan salah satu penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya, karena sebagian hewan vertebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara keseimbangan cairan tubuhnya setiap waktu.
Insang tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. Beberapa jenis ikan mempunyai labirin yang merupakan perluasan ke atas dari insang dan membentuk lipatan-lipatan sehingga merupakan rongga-rongga tidak teratur. Labirin ini berfungsi menyimpan cadangan 02 sehingga ikan tahan pada kondisi yang kekurangan 02. Contoh ikan yang mempunyai labirin adalah: ikan gabus dan ikan lele. Untuk menyimpan cadangan 02, selain dengan labirin, ikan mempunyai gelembung renang yang terletak di dekat punggung.
Mekanisme pernapasan pada ikan melalui 2 tahap, yakni inspirasi dan ekspirasi. Pada fase inspirasi, 02 dari air masuk ke dalam insang kemudian 02 diikat oleh kapiler darah untuk dibawa ke jaringan-jaringan yang membutuhkan. Sebaliknya pada fase ekspirasi, C02 yang dibawa oleh darah dari jaringan akan bermuara ke insang dan dari insang diekskresikan keluartubuh.
Ikan memiliki bermacam ukuran, mulai dari paus hiu yang berukuran 14 meter (45 ft) hingga stout infantfish yang hanya berukuran 7 mm (kira-kira 1/4 inci). Ada beberapa hewan air yang sering dianggap sebagai “ikan”, seperti ikan paus, ikan cumi dan ikan duyung, yang sebenarnya tidak tergolong sebagai ikan.
Ikan dapat ditemukan di hampir semua “genangan” air yang berukuran besar baik air tawar, air payau maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Namun, danau yang terlalu asin seperti Great Salt Lake tidak bisa menghidupi ikan. Ada beberapa spesies ikan dibudidayakan untuk dipelihara untuk dipamerkan dalam akuarium.
Ikan adalah sumber makanan yang penting. Hewan air lain, seperti moluska dan krustasea kadang dianggap pula sebagai ikan ketika digunakan sebagai sumber makanan. Menangkap ikan untuk keperluan makan dalam jumlah kecil atau olah raga sering disebut sebagai memancing. Hasil penangkapan ikan dunia setiap tahunnya berjumlah sekitar 100 juta ton.
Overfishing adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris untuk menjelaskan penangkapan ikan secara berlebihan. Fenomena ini merupakan ancaman bagi berbagai spesies ikan. Pada tanggal 15 Mei 2003, jurnal Nature melaporkan bahwa semua spesies ikan laut yang berukuran besar telah ditangkap berlebihan secara sistematis hingga jumlahnya kurang dari 10% jumlah yang ada pada tahun 1950. Penulis artikel pada jurnal tersebut menyarankan pengurangan penangkapan ikan secara drastis dan reservasi habitat laut di seluruh dunia.
Ikan mas merupakan ikan yang sudah umum di pelihara menurut ahli perikanan Dr. A.L Buschkiel dalam RO. Ardiwinata (1981) menggolongkan jenis ikan mas menjadi dua golongan, yakni pertama, jenis-jenis mas yang bersisik normal dan kedua, jenis kumpai yang memiliki ukuran sisrip memanjang. Golongan pertama yakni yang bersisik normal dikelompokkan lagi menjadi dua yakni pertama kelompok ikan mas yang bersisik biasa dan kedua, bersisik kecil.
Ikan mas
Ikan mas
Status konservasi
Data Kurang (IUCN 2.3)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Cypriniformes
Famili: Cyprinidae
Genus: Cyprinus
Spesies: C. carpio
Nama binomial
Cyprinus carpio
(Linnaeus, 1758)
Sedangkan Djoko Suseno (2000) mengemukakan, berdasarkan fungsinya, ras-ras ikan mas yang ada di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama merupakan ras-ras ikan konsumsi dan kelompok kedua adalah ras-ras ikan hias.
Ikan mas sebagai ikan konsumsi dibagi menjadi dua kelompok yakni ras ikan mas bersisik penuh dan ras ikan mas bersisik sedikit. Kelompok ras ikan mas yang bersisik penuh adalah ras-ras ikan mas yang memiliki sisik normal, tersusun teratur dan menyelimuti seluruh tubuh. Ras ikan mas yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah ikan mas majalaya, ikan mas punten, ikan mas si nyonya dan ikan mas merah. Sedangkan yang tergolong dalam ras karper bersisik sedikit adalah ikan karper kaca yang oleh petani di Tabanan biasa disebut dengan nama karper gajah. Untuk kelompok ras ikan karper hias, beberapa di antaranya adalah karper kumpay, kaca, mas merah dan koi.
Secara morfologis, ikan mas mempunyai bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek. Secara umum, hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil saja yang tubuhnya tidak ditutupi sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan digolongkan dalam tipe sisik sikloid berwarna hijau, biru, merah, kuning keemasan atau kombinasi dari warna-warna tersebut sesuai dengan rasnya.
Secara morfologis, ikan mas mempunyai bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut berukuran pendek. Secara umum, hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil saja yang tubuhnya tidak ditutupi sisik. Sisik ikan karper berukuran relatif besar dan digolongkan dalam tipe sisik sikloid berwarna hijau, biru, merah, kuning keemasan atau kombinasi dari warna-warna tersebut sesuai dengan rasnya.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui serta memahami pengaruh suhu pada laju pernafasan ikan mas (cyprinus carpio).
BAB II
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
2.1 Alat dan Bahan :
1. Beaker glass, sebagai wadah untuk ikan emas yang kita amati.
2. Thermometer Celcius, Untuk mengukur suhu air.
3. Hand Counter, untuk menghitung frekuensi membuka dab menutupnya operculum mulut ikan.
4. Timer atau Stopwatch, untuk mengukur waktu.
5. Water bath, sebagai alat pemanas air.
6. Bejana plastik sebagai tempat aklimasi ikan sesudah maupun sebelum pengamatan.
7. Lima ekor ikan mas, sebagai objek percobaan.
8. Air sebagai media hidup ikan.
9. Air panas berfungsi untuk menghangatkan air hingga temperature yang diperlukan.
Beaker glass, Thermometer, Bejana, Hand counter
2.2 Prosedur Kerja
Dalam percobaan kali ini kita akan mengamati pengaruh suhu terhadap membuka dan menutupnya mulut ikan atau operculum dengan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Pengamatan dilakukan dengan tiga perlakuan, yaitu :
Ø T : untuk suhu kamar (28° C)
Ø T : untuk suhu 2° C diatas suhu kamar (30° C)
Ø T : untuk suhu 4° C diatas suhu kamar (32° C)
2. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali dengan lama pengamatan satu menit untuk masing – masing ikan yang diamati.
3. Setiap kelompok menyiapkan satu beaker glass dan 2 wadah plastic yang telah disediakan oleh laboran yang akan dijadikan sebagai wadah untuk pengamatan kali ini, lalu masukan air kedalam beaker glass dan wdah bejana plastik lalu ukur suhu air denagn thermometer yang ada pada beaker glass, suhu ini merupakan suhu awal atau suhu kamar T.
4. Beaker glass dengan suhu kamar sebagai tempat pengamatan dan wadah bejana plastik sebagai tempat mengaklimasi ikan yang sudah diamati dan yang belum diamati.
5. Masukan ikan satu ekor untuk pertama kali ke dalam beaker glass yang sudah ditentukan suhunya sebagai suhu awal kamar td atau T , lalu kemudian hitung banyaknya gerakan membuka serta menutupnya mulut ikan tersebut selama satu menit. Setiap perlakuan dilakukan sampai lima kalipada tiap ikan.
6. Setelah perlakuan pertama selesai, dilanjutkan perlakuan kedua yaitu menaikkan suhu sebanyak 2° C dari suhu kamar sehingga menjadi 30° C (T) dengan cara menambahkan air panas dari water bath sehingga didapatkan suhu yang diperlukan. Setelah itu mengamati ikan seperti perlakuan yang sebelumnya.
7. Sebelum meneruskan pengamatan pada perlakuan ketiga, ikan diaklimasikan dahulu, hal ini dimaksudkan agar ikan tidak stress ketika pengamatan berlangsung.
8. Perlakuan ketiga yaitu dengan menambahkan lagi suhunya sebesar 2° C dari suhu T sehingga suhunya menjadi 32° C (T) dengan cara menambahkan kembali air panas dari water bath tadi sehingga suhunya menjadi naik. Pertahankan hingga suhunya tetap lalu lakukan perlakuan seperti yang sebelumnya.
9. Setelah pengamatan pada air hangat dilakukan, kali ini kita akan melakukan pengamatan dengan menggunakan air dingin. Ganti air terlebih dahulu dengan air yang baru lalu pertama kali kita hitung suhu kamar dahulu dengan thermometer sebagai T atau suhu awal.
10. Lakukan kembali masukan ikan satu ekor untuk pertama kali ke dalam beaker glass yang sudah ditentukan suhunya sebagai suhu awal kamar tadi atau T , lalu kemudian hitung banyaknya gerakan membuka serta menutupnya mulut ikan tersebut selama satu menit. Setiap perlakuan dilakukan sampai lima kalipada tiap ikan.
11. Lalu setelah perlakuan pertama selesai, dilanjutkan perlakuan kedua yaitu menurunkan suhu sebanyak -2° C dari suhu kamar sehingga menjadi 26° C (T) dengan cara menambahkan air es sehingga didapatkan suhu yang diperlukan. Setelah itu mengamati ikan seperti perlakuan yang sebelumnya.
12. Sama seperti sebelumnya, sebelum meneruskan pengamatan pada perlakuan ketiga, ikan diaklimasikan dahulu, hal ini dimaksudkan agar ikan tidak stress ketika pengamatan berlangsung.
13. Perlakuan ketiga yaitu dengan menurunkan lagi suhunya sebesar -2° C dari suhu T sehingga suhunya menjadi 24° C (T) dengan cara menambahkan kembali air es tadi sehingga suhunya menjadi turun. Pertahankan hingga suhunya tetap lalu lakukan perlakuan seperti yang sebelumnya.
14. Lalu catat hasil pengamatannya dalam tabel.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Ø Dengan Penambahan Suhu
Tabel 1 pengamatan membukanya operculum ikan pada suhu kamar
T = 28° C ± 0,5° C
Ikan Menit Rata – rata
1 2 3
1 117 98 96 103.67
2 101 114 111 108.67
3 111 113 106 110
4 112 118 101 110.3
5 116 121 104 117
Tabel 2 pengamatan membukanya operculum ikan pada suhu 2° C diatas suhu kamar atau T 30° C.
T = (28° C + 2° C) ± 0,5° C = 30° C ± 0,5° C
Ikan Menit Rata – rata
1 2 3
1 128 127 10 118.3
2 169 141 148 152.67
3 146 138 126 136.67
4 158 137 141 145.3
5 170 179 166 171.67
Tabel 3 pengamatan membukanya operculum ikan pada suhu 2° C diatas suhu T atau T 32° C.
T = (30° C + 2° C) ± 0,5° C = 32° C ± 0,5° C
Ikan Menit Rata – rata
1 2 3
1 162 155 141 152.67
2 195 184 171 183.3
3 181 155 154 162
4 182 22 196 193.3
5 203 198 188 196.3
Ø Dengan Pengurangan Suhu
Tabel 1 pengamatan membukanya operculum ikan pada suhu kamar 28° C
T = 28° C ± 0,5° C
Ikan Menit Rata – rata
1 2 3
1 81 99 122 100.67
2 116 138 132 128.67
3 137 114 125 125.33
4 155 150 166 147
5 158 168 322 216
Tabel 2 pengamatan membukanya operculum ikan pada suhu 26° C dibawah suhu kamar (T) atau T 26° C.
T = (28° C – 2° C) ± 0,5° C = 26° C ± 0,5° C
Ikan Menit Rata – rata
1 2 3
1 141 135 142 139.33
2 136 138 144 139.33
3 157 168 151 158.67
4 132 131 136 134.33
5 156 160 168 161.33
Tabel 3 pengamatan membukanya operculum ikan pada suhu 24° C dibawah suhu (T) atau T 24° C.
T = (26° C – 2° C) ± 0,5° C = 24° C ± 0,5° C
Ikan Menit Rata – rata
1 2 3
1 181 156 167 166
2 159 150 157 155.33
3 172 154 164 163.33
4 167 153 159 159.67
5 170 167 169 168.33
3.2 Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan didapat bahwa frekuensi membuka serta menutupnya operculum pada ikan mas terjadi lebih sering pada setiap kenaikan suhu serta penurunan suhu dari suhu awal kamar T sampai dengan T semakin sering ikan itu membuka serta menutup mulutnya hal ini dapat kita simpulkan bahwa bila suhu meningkat, maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerkan membuka dan menutupnya operculum ikan akan lebih cepat daripada suhu awal kamar (T), serta sebaliknya pula jika suhu menurun maka semakin jarang pula ikan itu membuka serta menutup mulutnya. Hubungan antara peningkatan serta penurunan temperatur dengan laju metabolisme menurut ranking biasanya 2 – 3 kali lebih cepat pada setiap peningkatan suhu 10°, sedangkan kelarutan O di lingkungannya menurun dengan meningkatnya temperature.
Pada peristiwa temperature dibawah suhu kamar maka tingkat frekuensi membuka dan menutupnya operculum akan semakin lambat dari pada suhu kamar. Dengan adanya penurunan temperature, maka terjadi penurunan metabolisme pada ikan yang mengakibatkan kebutuhan O menurun, sehingga gerakannya melambat. Penurun O juga dapat menyebabkan kelarutan O di lingkungannya meningkat.
Dalam tubuh ikan suhunya bisa berkisar ± 1° dibandingkan temperature linkungannya (Nikolsky, 1927). Maka dari itu, perubahan yang mendadak dari temperature lingkungan akan sangat berpengaruh pada ikan itu sendiri.
Pada praktikum kali ini kita dapat memahami bahwa sebenarnya suhu air pada media beaker glass ini dalam suhu 28° C lebih tinggi dari pada suhu kamar yng ada di ruangan yaitu 25° C, sehingga pada waktu dipindahkan ke dalam beaker galss ikan tersebut akan mengalami stress. Sedangkan ukuran ikan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ikan ukuran benih yang sangat rentan dan juga mudah stress sehingga agak juga untuk melihat mekanisme membuka serta menutupnya overculum ikan tersebut.
Dalam hal ini juga tidak mutlak kesalahan dari bahan ataupun alat yang kita gunakan, praktikan juga dapat menjadi kendala dalam kesalahan kekurang telitian dalam melihat mekanisme membuka serta menutup overculum ikan tersebut karena hal ini juga dapat mempengaruhi ketepatan dalam pengamatan ini. Waktu penghitungan frekuensi gerakan membuka serta menutupnya operculum juga sangat berpengaruh. Hal tersebut yaitu daya adaptasi yang berbeda pada umur benih ikan mas dengan waktu dimulainya perhitungan sangat berkaitan erat dalam mempenagruhi hasil pengamatan ini.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari praktikum diatas tersebut dapat kami simpulkan bahwa perubahan suhu lingkungan pada ikan itu sangat mempengaruhi laju konsumsi oksigen pada ikan tersebut, dalam suhu kamar kebutuhan oksigen lebih optimal sehingga gerakan membuka serta menutupnya operculum stabil.
Kenaikan suhu pada suatu peraiaran menyebabkan kelarutan oksigen (DO) Dissolve Oksigen di peraiaran tersebut akan menurun, sehingga akan kebutuhan organisme air terhadap oksigen semakin bertambah dengan pergerakan operculum yang semakin cepat, penurunan suhu pada suatu perairan dapat menyebabkan kelarutan oksigen dalam perairan itu meningkat sehingga kebutuhan organisme dalam air terhadap oksigen semakin berkurang, hal ini menyebabkan jarangnya frekuensi membuka serta menutupnya overculum pada ikan tersebut.
Terdapat hubungan antara peningkatan temperature dengan laju metabolisme biasanya 2 – 3 kali lebih cepat pada setiap peningkatan suhu 10° C, aklimasi pada ikan dilakukan agar ikan tidak mengalami stress pada saat berlangsungnya pengamtan tersebut.

0 komentar: