MAKALAH ALAT-ALAT PENDIDIKAN ISLAM


MAKALAH
Alat – Alat Pendidikan Islam
Mata kuliah: Ilmu Pendidikan Islam

Di susun oleh:
Masruroh
1101210478
Jurusan Tarbiyah
Prodi Pendidikan Bahasa Arab
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Pontianak
2011
BAB 1
PENDAHULUAN
            Dalam pemanfaatan alat, erat kaitannya dengan mutu sekolah, juga tidak terlepas dari persediaan dana, apabila alat-alat peraga, alat bantu dalam pengajaran fisika, biologi, anatomi atau geografi, pendidikan agama. Banyak konsep pengetahuan yang harus dipelajari murid yang amat sulit, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa bantuan alat pelajaran. Bagaimana membayangkan pengajaran anatomi manusia tanpa bantuan alat berupa tiruan tubuh manusia? Pengajaran tentang haji dapat dilakukan secara efektif dan efisien dengan bantuan rekaman video, pengajaran salat demikian juga.
            Sekalipun sederhana, tokoh-tokoh pendidikan Islam dahulu mengetahui pentingnya alat-alat bagi peningkatan mutu pendidikan. Dimulai dari amat sederhana, sampai penggunaan alat yang modern, dilihat dari sudut perkembangan teori pendidikan ketika itu.
            Pada masa permulaan Islam, alat-alat yang dipergunakan dalam pengajaran amat sederhana. Pengajaran kadang-kadang di rumah dan di masjid. Rumah Rasululullah maupun rumah Arqam bin Abi Arqam pernah digunakan oleh para sahabat untuk mempelajari pokok ajaran Islam dan pengajaran hapalan Alquran. Atas pertimbangan ketentraman penghuni rumah tangga, maka kegiatan dipusatkan di masjid.
            Berdasarkan berbagai sumber dapat diketahui bahwa yang paling diistimewakan oleh orang Islam pada zaman pertengahan dalam pembangunan sekolah ialah perpustakaan. Dari bahan bacaan itu kita mengetahui bahwa orang Islam pada zaman pertengahan telah mengetahui benar perlunya peralatan bagi pembangunan sekolah. Peralatan sekolah yang dapat disediakan mereka dapat dikatakan amat maju ketika itu.
           















BAB II
PEMBAHASAN
            Jika faktor-faktor pendidikan hanya berupa kondisi atau situasi, maka alat-alat pendidikan sudah berbeda bentuknya. Alat-alat pendidikan berupa perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang secara konkret dan tegas, guna menjaga agar proses pendidikan bisa berjalan dengan lancar dan berhasil. Tindakan-tindakan sebagai alat pendidikan dapat berbentuk seperti peraturan-peraturan, tata tertib, tetapi juga merupakan tindakan yang nyata seperti halnya dengan tindakan hukuman. Hal ini dapat dilihat pada penjelasan selanjutnya.
            Semua tindakan, perbuatan dan sikap pendidik harus dapat menciptakan situasi edukatif yang memungkinkan anak didik menambah pengalaman atau memperoleh pengalaman baru. Di dalam situasi interaksi dan komunikasi edukatif berlangsungnya proses transformasi, sosialisasi dan kanalisasi nilai-nilai pemanfaatan deduktif metodik yang efektif oleh pendidik mempunyai peranan yang besar. Di sini pendidik berfungsi sosial kultur sebagaimana yang dikemukakan oleh Karl Hoinz Flaching dalam majalah Education volume 09 tahun 1974 Universitas Hamburg, yaitu sebagai komunikator, inovator dan emansipator.
1. Pengertian Metode Dan Alat Pendidikan Islam
            Metode berasal dari bahasa latin “meta” yang berarti melalui idan “hodos” yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Dalam bahasa arab metode disebut “Tariqah” artinya jalan, cara, sitem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau cara yang mengtur suatu cita-cita
Sedangkan pendidikan Islam yaitu bimbingan secara sadar dari pendidik (orang dewasa) kepada anak yang masih dalam proses pertumbuhannya berdasarkan norma-norma Islami agar berbentuk kepribadian menjadi kepribadian muslim.
            Selanjutnya yang disebut metode pendidikan Islam disini adalah jalan, atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim. Alat pendidikan Islam yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam dengan demikian maka alat ini mencakup apa saja yang dapat digunakan termasuk di dalamnya metode pendidikan Islam.
            Metode dan alat pendidikan Islam yaitu cara dan segala apa saja yang dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing anak dalam masa pertumbuhannya agar kelak menjadi manusia berkepribadian muslim yang diridai oleh Allah. Oleh karena itu metode dan alat pendidikan ini harus searah dengan Al-Qur'an dan As-Sunah atau dengan kata lain tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur'an dan A-Sunah.
2. Pentingnya Metode Dan Alat Pendidikan Islam
            Metode dan alat pendidikan Islam mempunyai peranan penting sebab merupakan jembatan yang menghubungkan pendidik dengan anak didik menuju kepada tujuan pendidikan Islam yang terbentuknya kepribadian muslim.
Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam ini dipengaruhi oleh seluruh faktor yang mendukung pelaksanaan pendidikan Islam ini. Apabila timbul permasalahan di dalam Pendidikan Islam, maka kita harus dapat mengklasifikasikan masalah yang kita hadapi itu ke dalam faktor-faktor yang ada. Apabila seluruh faktor telah dipandang baik terkecuali faktor metode alat ini, maka kitapun harus pandai memperinci dan mengklasifikasikan ke dalam klasifikasi masalah metode pendidikan yang lebih kecil dan terperinci lagi. Misalnya dalam segi apa dari masalah metode dan/atau alat apa? Memang masalah metode ini sangat penting, karena itulah Rasulullah mengajarkan kemampuan dan perkembangan anak didik.

Rasulullah SAW bersabda:
نَحْنُ مَعَاشِرَاْلأَنْبِيَاءِأُمِرْنَاأَنْ أَنْزَلَ النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ وَنُكَلِّمَهُمْ عَلَى قَدْرِعُقُوْلِهِمْ. (الحديث)
Artinya:
“Kami para Nabi, diperintahkan untuk menempatkan seseorang pada posisinya, berbicara kepada mereka sesuai dengan kemampuan akalnya.”
(Al-Hadits)
            Dari Hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan dalam menyampaikan materi dan bahan pendidikan Islam kepada anak didik harus benar-benar disesuikan dengan keadaan dan kemampuan anak didik. Kita tidak boleh mementingkan materi atau bahan dengan mengorbankan anak didik. Sebaliknya, kita harus mengusahakan dengan jalan menyusun materi tersebut sedemikian rupa sesuai dengan taraf kemampuan anak, tetapi dengan cara serta gaya yang menarik.
3. Jenis-Jenis Metode Dan Alat Pendidikan Islam
            Apabila umat Islam mau memperlajari pelaksanaan pendidikan Islam sejak jaman silam sampai sekarang ternyata para pendidik itu telah mempergunakan metode pendidikan Islam yang bermacam-macam, walaupun diakui metode yang digunakan ada kekurangannya. Pada dasarnya Islam tidak menggariskan secara jelas mengenai metode pendidikan Islam ini, hal ini diserahkan kepada kaum muslimin untuk memilih metode mana yang cocok dan yang tepat untuk digunakan.
Islam menjelaskan bahwa ajaran dalam kitab suci ada dua macam yaitu yang sudah jelas nashnya dan belum jelas apa yang dimaksdu nash tersebut. Terhadap nash yang sudah jelas, maka umat Islam tinggal melaksanakannya. Sedangkan yang belum jelas maksudnya, manusia diperintahkan untuk mengkaji, meneliti dan berusaha untuk memecahkannya. Berkenaan dengan masalah itu Rasulullah SAW. Bersabda” Jika ada urusan agamamu, serahkanlah ia kepadaku. Jika ada urusan keduniaanmu, maka kamu lebih mengetahui akan urusan duniamu itu.” Berbagai macam ilmu sperti antropologi, psikologi, botani, ilmu kimia, kedokteran, teknologi, pendidikan dan lain sebagainya, adalah merupakan scientific yang dimiliki dan dikembangkan manusia. Kesemuanya menjadi wewenang manusia untuk mendalami, mengembangkan bahkan menemukan hal-hal baru yang selama ini belum ada tetapi yang perlu diingat agar pertemuan baru tersebut tidak boleh bertentangan dengan sumber pokok ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan Hadits Rasul.
            Prinsip-prinsip lain yang dapat dijadikan dasar dalam pengembangan atau penggalian kesejahteraan hidup manusia di dunia yaitu sabda Rasul:
يَسِّرَاوَلاَتُعَسِّرَاوَلاَتُنَفِّرَا وَتَطَا وَعَاوَلاَتَخْتَلِفَ.
Artinya:
“Mudahkanlah, janganlah engkau persulit, berilah kabar-kabar yang menggembirakan dan jangan sekali-kali engkau memberikan kabar yang menyusahkan sehingga mereka lari menjauhkan diri darimu, saling taatlah kamu dan jangan berselisih yang dapat merenggangkan kamu.”
(Al-Hadits)

            Dari Hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam menyelenggarakan kegiatan untuk kesejahteraan hidup manusia termasuk di dalamnya penyelenggaraan (metode) pendidikan Islam mendasarkan kepada prinsip:
a. Memudahkan dan tidak mempersulit
b. Menggembirakan dan tidak menyusahkan
c. Dalam memutuskan sesuatu hendaknya selalu memiliki kesatuan pandangan dan tidak berselisih paham yang dapat membawa pertentangan bahkan pertengkaran
Dalam suatu Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad Abu Daud, Tirmizi dan lain-lain dan Muaz disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyambut gembira terhadap sikap sahabatnya (Muaz) sewaktu beliau memanggil untuk diutus sebagai qadli ke Yaman. Rasulullah bersabda: “Kalau tidak kamu dapati baik dalam kitabullah maupun sunah Rasul?”
            Muaz menjawab “Saya akan berijtihad (berusaha) dengan pikiran saya”. maka Rasulullah menepuk dada (karena girang) sambil berkata “Alhamdulillah, Tuhan telah memberi petunjuk utusan Tuhan kepada apa yang ridhoi Rasulullah).”
Dalam Al-Qur'an surat Al-Hasyr ayat 2 dikatakan:
فَاعْتَبِرُوْايَآأُولىِ اْلأَبْصَارِ (الحشر : 2)
Artinya:
“Maka ambilah itibar (pelajaran) wahai orang – orang yang mempunyai pandangan.”
Islam menganjurkan kepada umatnya agar mempunyai pandangan luas. Melihat dan menerima pendapat atau ilmu dari siapapun asalkan ilmu tersebut mendatangkan keuntungan dan kemanfaatan bagi kehidupan manusia dan ilmu tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Rasulullah SAW bersabda:
اُطْلُبِ العِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ
Artinya:
“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”
            Kita semuanya mengetahui bahwa negara RRC, mayoritas adalah komunis walaupun diakui pula bahwa di daerah itu terdapat warga negara yang beragama Islam berjumlah + 80.000.000 jiwa dari jumlah seuruhnya yang berjumlah 800 juta jiwa. Tetapi dari Hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa Islam selalu menuntut umatnya untuk menuntut ilmu tanpa harus dibatasinya oleh agama, daerah dan subjek ilmu yang dipelajari.
            Dari kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh umat Islam selama ini terutama di bidang pendidikan Islam ternyata mereka telah melaksanakan berbagai kegiatan antara lain:
a. Mendidik Dengan Cara Memberikan Kebebasan Kepada Anak Didik Sesuai Dengan Kebutuhan
            Tindakan ini dilakukan berkat adanya sabda Nabi Muhammad SAW:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍاِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ .... (رواه مسلم )
Artinya:
“Tidak seorangpun yang dilahirkan kecuali menurut fitrahnya.”
(HR Muslim)
            Pemberian kebebasan itu tentunya mutlak (tidak terbatas) melainkan dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kebutuhan, sebab anak adalah masih dalam proses pertumbuhan dan belum memiliki kepribadian yang kuat, ia belum dapat memilih sendiri terhadap masalah yang dihadapi, karena ini memerlukan petunjuk guna memilih alternatif dari beberapa alaternatif yang ada.
Rasulullah SAW, bersabda:
مُرُواالصَّبِيَّ بِالصَّلاَةِ إِذَ ابَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَإِذَابَلَغَ عَشَرَ سِـنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
Artinya:
“Suruhlah anak-anakmu bersembahyang apabila ia telah berumur tujuh tahun dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun ia meninggalkan sembahyang itu maka pukul ia.”
(HR. Tirmizi)
            Dari Hadits tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua (pendidik) harus dapat bersikap tegas sesuai dengan kebutuhan, yaitu bilamana kebebasan yang diberikan itu disalahgunakan seperti ia berbuat semaunya sendiri, sampai-sampai ia meninggalkan salat, maka pendidik harus berusaha keras untuk meluruskan perbuatan salat itu, jika diperlukan ia diperbolehkan memukul anaknya.
Cara mendidik demikian disebut:
طَرِيْقَةُ الدِّ مُقْرَاطِيَّةِ الضَّعِيْفِيَّةِ
Artinya:
“Metode pendidikan demokrasi yang luwes.”
            Metode pendidikan ini menuntut kepada pendidik sekali waktu membiarkan anak didiknya untuk berkembang sesuai dengan fitrahnya, sekali waktu menguasai, mengawasi dan membatasi anak agar tidak terjerumus kepada perbuatan salah dan sekali waktu pula berada di tengah-tengah anak didik agar dapat memacu, menimbulkan semangat beramal, berlomba-lomba dalam mencari kebajikan.
b. Mendidik Anak Dengan Pendekatan Perasaan Dan Akal Pikiran
            Setiap orang cinta dan sayang kepada anak keturunanya dan berusaha dengan segala kemampuannya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi orang yang baik dan berguna. Karena itulah maka para Nabi dari zaman ke zaman selalu berdoa agar mereka dikaruniai anak yang saleh dan dapat melanjutkan perjuangannya.
Nabi Ibrahim As. Berdoa:
رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ (الصافات : 100)
Artinya:
“Ya Tuhanku! Anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. As-Saffat: 100)
            Menurut ajaran Islam, anak adalah amanah Tuhan kepada ibu bapak. Setiap amanah haruslah dijaga dan dipelihara, dan setiap pemeliharaan mengandung unsur kewajiban dan tanggung jawab terhadap pemeliharaan yang telah dilakukannya.
Hakikat dan fungsi amanah tentang pemeliharaan anak itu mengandung arti dan nilai yang lebih jauh lebih luas daripada amanah-amanah yang lainnya. Sebab di dalamnya terjalin dan melekat secara langsung kepentingan manusia, baik dilihat dari segi biologis maupun dari segi sosiologis.
            Setiap orang tua, terbawa oleh pertalian darah dan turunan (biologis) dipertautkan oleh satu ikatan atau (unsur) yang paling erat dengan anaknya, yang tidak terdapat pada hubungan-hubungan yang lain. Hubungan itu disebut naluri (instink). Tiap-tiap orang tua mempunyai naluri cinta dan kasih kepada anaknya. Cinta dan kasih itu adalah sedemikian rupa sehingga setiap orang tua dengan rela mengorbankan segala apa yang ada pada mereka untuk kepentingan anaknya.
Dilihat dari sudut sosiologisnya, orang tua berusaha supaya anaknya menjadi orang baik dalam masyarakat, dapat memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan mendatangkan manfaat kepada orang lain
            Untuk menuntun anak agar tumbuh dan berkembang sebagaimana tersebut di atas, maka pendekatan yang dilakukan ialah dengan jalur akal emosi/perasaan.
Demikian pula pendidikan terhadap anak, baik dalam pendidikan formal, informal maupun non formal pendekatan yang lebih mengena dan lebih tepat yaitu secara akal dan perasaan. Metode pendidikan demikian itu di dalam bahasa arab disebut:
طَرِيْقَةُ اْلعِلْمِيَّةِ الشُّعُوْرِيَّةِ
Artinya:
Metode pendekatan yang mencakup akal dan perasaan secara sekaligus. Metode pendidikan ini menekankan segi pikiran yang tajam dan perasaan yang halus.

c. Mendidik Anak Secara Informal
            Islam memerintahkan kepada umatnya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi manusia yang saleh, taqwa kepada Allah dan hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Rasulullah bersabda:
اَلْزِمُوْاأَوْلاَدَكُمْ وَأَحْسِنُوْاأَدَبَهُمْ
Artinya:
“Perhatikanlah anak-anak kamu dan bentuklah budi pekertinya sebaik-baiknya.”
Allah berfirman:
يَآأَيُّهَاالًّذِيْنَ آمَنُوْاقُوْآأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِكُمْ نَارًاوَّقُوْدُهَاالنَّاسُ وَاْلحِجَارَةُ... (التحريم: 6)
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman : Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu……”
(OS. Attahrim: 6)
            Pendidikan di dalam keluarga umumnya dilakukan secar informal yaitu pendidikan yang telah menggunakan perencanaan, kurikulum, jam pelajaran dan lain-lain, tetapi kesemuanya dilakukan dengan santai tanpa dibatasi oleh tempat maupun waktu, namun diharapkan keberhasilan pendidikan sesuai dengan yang dicita-citakan. Pada saat-saat tertentu metode ini sangat baik digunakan.
d. Mendidik Anak Secara Formal
            Sejak permulaan perkembangan Islam, umat Islam telah menyelenggarakan pendidikan formal. Rasulullah sendiri seringkali mengajarkan wahyu yang diterimanya dari Allah (lewat malaikat Jibril) kepada para sahabat di rumah Arqam ibnu Arqam.
            Pada waktu perang Badar ada beberapa orang musuh (kaum Quraisy) yang tertawan oleh kaum muslimin. Di antara tawanan itu banyak yang pandai membaca dan menulis. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada tawanan yang pandai tulis baca untuk menebus dirinya dengan mengajarkan tulis baca kepada 10 orang anak-anak Madinah. Setelah anak-anak itu pandai membaca dan menulis, mereka dibebaskan sebagai tawanan dan kembali ke negerinya. Sesudah itu umat Islam mengambangkan pendidikan formal dalam berbagai tingkat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak kaum muslimin. Dengan pendidikan formal ini membawa keuntungan yang sangat besar, sebab pendidikan menjadi lebih baik, sebab sasaran, materi yang diberikan dan tujuan yang hendak dicapai jelas. Dewasa ini pendidikan sudah semakin berkembang dan meluas baik dilaksanakn dengan sistem madrasah (klasikal) seperti madrasah. Madarasah Diniyah atau non klasikal (non madrasah) seperti pesantren. Dan lain sebaginya.
            Ustadz Muhammad Said Ramadhan Al-Buwythi dalam bukunya yang berjudul Al-Manhajut tarbawi farid Fil quran, menyatakan bahwa ada 3 macam asas dasar yang dipakai Al-Qur'an untuk menamkan pendidikan, yaitu:
1. Mahkamah aqliyah, mengetuk akal pikiran untuk memecahkan segala sesuatu. Di dalam tingkat ini Al-Qur'an menyadarkan setiap akal manusia untuk memikirkan asal usul dirinya, mulai dari awal kejadiannya, kemudian perkembangannya baik fisik maupunn akal dan ilmunya ataupun mental spriritual. Sesudah itu dibawanya ke alam cakrawala yang luas terbentang ini, yang semuanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat diikuti oleh orang-orang awam dan dapat dijadikan bahan penyelidikan secara ilmiah oleh para sarjana.
            Berhakim kepada akal dan ilmu, dengan menggunakan akal itu disebut dalam Al-Qur'an sampai 29 kali, pikiran 18x, ingatan (zikir) sampai 267x, pemikiran yang mendalam (fih) 20x dan ilmu sampai 800 x (termasuk khusus kata-kata ilmu 105x), sehingga berjumlah: 1.154 x, menurut manusia berhukum kepada akal dan ilmunya.
2. Al-Qisas Wat Tarikh, menggunakan cerita-cerita dan pengetahuan sejarah. Dengan mengemukakan berbagai cerita/peristiwa, dan membuka lembaran-lembaran sejarah di masa lampau, Tuhan mengajak manusia supaya bercermin kepada fakta dan data di masa dahulu itu untuk melihat dirinya, berbagai cerita yang disebut oleh Al-Qur'an menghidupkan sejarah-sejarah lama untuk memberanikan hat manusia untuk jaman yang dihadapnya dan masa-masa depan terbentang untuk diisi dengan pendidikan kepada anak-anak/pemuda-pemuda. Menemph jalan ini, yaitu cerita dan sejarah, lebih mudah meresapkan kepada anak mereka.
3. Al-Isarah Al Widaniyah memberikan perangsang kepada perasaan-perasaan. Membangkitkan rangsangan perasaan –perasaan, adalah jalan yang terpendek untuk menanamkan suatu karakter kepada anak-anak/pemuda-pemuda. Dan perasaan-perasaan itu terbagi kepada:
a) Peraaan pendorong, yaitu rasa gembira, harapan harat yang benar dan seumpamanya;
b) Peraaan penahan, yaitu rasa takut (berbuat kejahatan), rasa sedih (berbuat kedzaliman) dan seumpamanya dan
c) Perasaan kekaguman, yaitu rasa hormat dan kagum, rasa cinta, rasa bakti dan pengabdian, dan lain sebagainya
            Memberikan perangsang terhadap perasaan-perasaan ini menurut tempat dan waktunya yang tepat, menimbulkan kesan yang mendalam kepada anak-anak/pemuda-pemuda yang kita didik. Sebab itu sebagai Pendidik Tertinggi maka Tuhan menyebutkan dalam Surat Al-Fatah ayat 8 bahwa Nabi Muhammad adalah memiliki sifat utama, yaitu:
a) Syahidan (penggerak perasaan-perasaan)
b) Mubasysiran (pembaa berita gembira), dan
c) Naziran (pembawa peringatan untuk menahan dari kejahatan)
            Menurut Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut tarbiyah islamiyah menyatakan bahwa teknik atau metode pendidikan Islam itu ada 8 diataranya
1. Pendidkan melalui keteladanan
2. Pendidkan melalui nasihat
3. Pendidkan melalui hukuman
4. Pendidkan melalui cerita
5. Pendidkan melalui kebiasaan
6. Pendidkan melalui kekuatan
7. Pendidkan melalui kekosongan
8. Pendidkan melalui cerita cerita




BAB III
KESIMPULAN
            Dari makalah dapat disimpulkan bahwa alat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasilnya pendidikan. Hal-hal  atau keadaan yang ikut serta menentukan berhasilnya pendidikan disebut faktor-faktor pendidikan.
            Alat pendidikan adalah segala bentuk alat yang dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing anak-anak dalam masa pertumbuhannya agar kelak menjadi berkepribadian muslim yang diridai oleh Allah Swt. Bila semua alat pendidikan di kalangan umat Islam amat sederhana, maka pada zaman pertengahan sudah ada ruangan yang luas untuk tempat perkuliahan, sudah ada asrama untuk mahasiswa, juga ada rumah-rumah pengajar, dilengkapi tempat rekreasi, kamar mandi, dapur dan ruang makan.








DAFTAR PUSTAKA
H. Nur Uhbiati, 2005, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, CV Pustaka Setia.

Zainuddin Labay El-Yunus



            Syekh Zainuddin Labay El-Yunus lahir di Bukit Surungan Padangpanjang pada hari kamis, tanggal 12 Rajab 1308H/1890 M. Ia meninggal pada tahun 1924 dalam usia 34 tahun. Pada usia 8 tahun, ia sekolah di Governement Padangpanjang sampai kelas IV, karena tidak puas dengan metode mengajar waktu itu. Walaupun demikian, semangatnya untuk menuntut ilmu tidak pudar. Secara autodidak, ia banyak membaca buku-buku, baik agama maupun umum. Akan tetapi karena desakan dari orang tuanya untuk sekolah, akhirnya secara berturut-turut, ia berguru pada H. Abdullah Ahmad, H. Abbas Abdullah, H. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul). Dalam perjalanan intelektualnya, Zainuddin lebih banyak belajar secara autodidak. Hal ini dilakukan karena tidak puas dengan materi dan cara mengajar guru-gurunya waktu itu. Untuk mewajibkan cita-citanya, pada tanggal 10 Oktober 1915, ia mendirikan Diniyah School di Padangpanjang yang sarat dengan ide pembaharuan. Ia melakukan perombakan terhadap sistem dan metode yang lebih sistematis, serta mengubah sistem pendidikan surau dengan sistem pendidikan klasikal. Meskipun bahasa pengantar dipergunakan bahasa Arab, namun materi pendidikan yang ditawarkan meliputi pendidikan agama dan umum yang langsung diambil dari buku-buku dari Mesir dan Belanda. Murid-muridnya antara lain: AR. St. Mansur, Hamka, Duski Samad, dan adiknya, Rahmah el-Yunusiyah.
            Selain mengajar, ia juga aktif menuangkan buah pikirannya melalui karya tulis, baik dalam bentuk buku maupun artikel. Diantara buku karangannya adalah tentang fiqh, tata bahasa Arab, biografi Musthafa Kamil, kitab ‘Aqaid al-Diniyah, Arsyad al-Murid, dan lain sebagainya. Disamping kitab-kitab tersebut, ia juga banyak menulis artikel di majalah al-Munir.
            Perhatian Zainuddin terhadap pembaharuan pendidikan Islam sangat luas. Hal ini terbukti dengan aktivitas kependidikan yang dilakukannya, mulai dengan mengajar di Surau Jembatan Besi sampai akhirnya ia mendirikan sekolah yang diberinya nama Diniyah School pada tahun 1915. Lembaga pendidikan Diniyah School memperkenalkan sistem pendidikan modern, yaitu dengan menggunakan sistem klasikal dan kurikulum yang teratur. Materi pendidikan yang ditawarkan bukan hanya ilmu agama, akan tetapi juga ilmu umum sebagaimana yang diajarkan di lembaga pendidikan government, seperti bahasa asing, ilmu bumi, sejarah, dan matematika. Selain itu, murid-murid Diniyah School pada umumnya diseleksi dengan cermat dan memenuhi syarat yang ditetapkan, seperti murid-murid dalam satu kelas rata-rata memiliki umur dan kesanggupan yang sama. Suatu pendekatan yang masih baru bagi lembaga pendidikan waktu itu. Hal ini disebabkan karena kebanyakan lembaga pendidikan Islam tradisional menyelenggarakan pendidikan dengan sistem halaqah, berorientasi pada ilmu agama, tidak menggunakan sistem klasikal, dan bentuk kurikulum yang tidak sistematis.
            Melalui lembaga pendidikan yang didirikannya, ia berharap dapat menciptakan output yang berkualitas, tidak hanya ilmu agama, akan tetapi juga ilmu umum lainnya. Output seperti ini sangat dibutuhkan umat dan bangsa ini untuk membangun peradaban dan mengejar ketertinggalannya selama ini. Dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama, Zainuddin lebih banyak mengambil metode Mesir. Akan tetapi, dalam mengajarkan ilmu-ilmu umum, ia cenderung mengambil gagasan pembaharuan pendidikan yang dikembangkan Musthafa Kamil Pasya, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Kedua pendekatan ini terlihat jelas dari kitab yang digunakan lembaga ini. Disamping kitab yang dikarangnya, ia juga menggunakan kitab Arab sebagaimana pendidikan Mesir untuk ilmu agama dan ilmu umum dengan menggunakan literatur barat.
            Sebelum pengajaran membaca Al-Qur’an dan ilmu-ilmu lainnya, susunan pelajaran Diniyah School dimulai dengan mengajarkan pengetahuan bahasa Arab. Penekanan Zainuddin pada bahasa Arab dilatarbelakangi karena materi tersebut merupakan alat utama yang perlu dikuasai peserta didik agar mudah mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Metode yang diterapkan Zainuddin untuk memperkenalkan bahasa Arab dimulai dengan memperkenalkan tulisan Arab dan menyusun kalimat dalam bahasa Arab melayu. Kemudian untuk kelas menengah, bahasa Arab yang digunakan adalah bahasa Arab sederhana, sementara untuk kelas tertinggi ia menggunakan buku-buku terbitan Kairo dan Beirut.
            Selain melalui lembaga pendidikan formal yang didirikannya, ia juga memanfaatkan majalah al-Munir sebagai media pendidikan umat Islam. Melalui berbagai tulisannya, ia mencoba membuka wawasan umat Islam tentang universalitas ajaran Islam. Ia bahkan tidak segan-segan mengeluarkan pendapat yang bertentangan dengan fatwa ulama terdahulu, jika memang ia pandang pendapat tersebut tidak lagi sesuai dengan ruh universal ajaran Islam. Dalam upayanya ini, ia seringkali mendapat kritikan dan tantangan dari ulama yang sesat dan ulama Wahabi yang telah keluar dari Mazhab ahl-Sunnah wa al-Jama’ah. Namun demikian, hal tersebut tidak membuatnya “patah semangat”, bahkan semakin mendorongnya untuk tetap kritis dan konsisten dengan ide pembaharuannya. Oleh karena itu, tak heran jika Steenbrink menilai ketokohannya sebagai sosok ulama yang memiliki kepribadian tokoh.