BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak
alasan pentingnya membicarakan masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan.Selain belum ada kesempatan umum tentang keberadaan masyarakat desa
sebagai suatu pengertian yang baku,juga kalau dikaitkan dengan pembangunan yang
orientasinya banyak dicurahkan kepedesaan,maka pedesaan memiliki arti
tersendiri dalam kajian struktur,sosial atau kehidupanya.Dalam keadaan desa
yang “sebenarnya”,desa masih dianggap sebagai standard an pemelihara system
kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong
menolong,keguyuban,persaudaraan,gotong-royong,kesenian,kepribadian dalam
berpakaian,adat-istiadat,kehidupan moral-susila,dan lain-lain.
Orang
kota membayangkan bahwa desa ini merupakan tempat orang bergaul dengan
rukun,tenang,selaras,dan akur.Akan tetapi justru dengan berdekatan,mudah
terjadi konflik atau persaingan yang bersumber dari peristiwa kehidupan
sehari-hari,hal tanah,gengsi,perkawinan,perbedaan antara kaum muda dan tua
serta antara pria dan wanita.Bayangan bahwa desa tempat ketentraman pada
konstelasi tertentu ada benarnya,akan tetapi yang nampak justru bekerja
keraslah yang merupakan syarat pokok agar dapat hidup di desa.
Demikian
pula dalam konteks pembangunan desa (pertanian),semula orang beranggapan bahwa
masyarakat pertanian mangalami involusi (kemunduran) pertanian yang berjalan
dalam proses pemiskinan dan apapun teknologi dan kelembagaan modern yang masuk
ke pedesaan akan sia-sia.Pernyataan-pernyataan sumbang inilah yang ingin kami
bahas dalam makalah yang ringkas dan singkat ini,yang mana adanya kontroversi
kesan atau pendapat ini mungkin lebih tepat apabila dihubungkan dengan berbagai
gejala sosial seperti konsep-konsep perubahan sosial atau kebudayaan.
1.2 Tujuan
Makalah
Hormon Tumbuhan bertujuan untuk menambah
ilmu pengetahuan serta memahami dan mengerti materi salah satu subbagian
matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang dibahas agar para pembaca dapat lebih
memahami lebih luas lagi.
BAB
II
ISI
2.1
Sejarah Penemuan Hormon
Terdapatnya
atau peran zat pengatur tumbuh di tumbuhan pertama kali dikemukan oleh Charles
Darwin dalam bukunya “The Power of movement in plants.” Beliau melakukan
percobaan dengan rumput Canari (Phalaris canariensis) dengan memberinya sinar
dari samping dan ternyata terjadi pembengkokan ke arah datangnya sinar . Bagian
yang tidak mendapat sinar terjadi pertumbuhan yang lebih cepat daripada yang
mendapat sinar sehingga terjadi pembengkokkan. Tetapi jika ujung kecambah dari
rumput Canari dipotong akan tidak terjadi pembengkokan. Sehingga dianalisa
bahwa jika ujung kecambah mendapat cahaya dari samping akan menyebabkan terjadi
pemindahan “pengaruh atau sesuatu zat” dari atas ke bawah yang menyebabkan
terjadinya pembengkokkan.
Boysen-jemsen (1913) melakukan penelitian dengan koleoptil Avena (kecambah dari biji rumput-rumputan) menyatakan “pemindahan pengaruh adalah pemindahan zat alami yang dihasilkan dalam koleoptil Avena. Paal (1919) menguatkan pendapat dengan menyatakan bahwa “ujung batang adalah merupakan pusat pertumbuhan
Boysen-jemsen (1913) melakukan penelitian dengan koleoptil Avena (kecambah dari biji rumput-rumputan) menyatakan “pemindahan pengaruh adalah pemindahan zat alami yang dihasilkan dalam koleoptil Avena. Paal (1919) menguatkan pendapat dengan menyatakan bahwa “ujung batang adalah merupakan pusat pertumbuhan
2.2
Pengertian Hormon Tumbuhan (Fitohormon)
Hormon merupakan zat pengatur
tumbuh, yaitu molekul organik yang dihasilkan oleh satu bagian tumbuhan dan
ditransportasikan ke bagian lain yang dipengaruhinya.
Hormon pada tumbuhan (fitohormon) adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara
(nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang
dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya
satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan,
perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan. Hormon tumbuhan merupakan bagian
dari sistem pengaturan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kehadirannya di
dalam sel pada kadar yang sangat rendah menjadi prekursor (“pemicu”) proses
transkripsi RNA. Hormon tumbuhan sendiri dirangsang pembentukannya melalui
signal berupa aktivitas senyawa-senyawa reseptor sebagai tanggapan atas
perubahan lingkungan yang terjadi di luar sel. Kehadiran reseptor akan mendorong
reaksi pembentukan hormon tertentu. Apabila konsentrasi suatu hormon di dalam
sel telah mencapai tingkat tertentu, atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan
hormon lainnya, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi.
Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses
adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup jenisnya.
Hormon
tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai
prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila
konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula
tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan
merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk
mempertahankankelangsungan hidup jenisnya.Pemahaman terhadap fitohormon pada
masa kini telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya
berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon
alami. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan
hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas
produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu
berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragamanpembungaan tanaman
buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya. Hormon tumbuhan tidak dihasilkan
oleh suatu kelenjar sebagaimana pada hewan, melainkan dibentuk oleh sel-sel
yang terletak di titik-titik tertentu pada tumbuhan, terutama titik tumbuh di
bagian pucuk tunas maupun ujung akar. Selanjutnya, hormon akan bekerja pada
jaringan di sekitarnya atau, lebih umum, ditranslokasi ke bagian tumbuhan yang
lain untuk aktif bekerja di sana. Pergerakan hormon dapat terjadi melalui
pembuluh tapis, pembuluh kayu, maupun ruang-ruang antarsel. Hormon dalam
menjalankan perannya, dapat berperan secara tunggal maupun dalam koordinasi
dengan kelompok hormon lainnya.
Penggunaan
istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan. Hormon dalam konsentrasi rendah menimbulkan respons
fisiologis. Terdapat 2 kelompok hormon yaitu :
a.
Hormon pemicu pertumbuhan (auksin, Giberelin dan sitokinin)
b.
Hormon penghambat pertumbuhan (asam absisat, gas etilen, hormon kalin dan asam
traumalin.
2.3
Mekanisme
Kerja Hormon
Tanaman secara alamiah tanaman sudah
mengandung hormon pertumbuhan seperti Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam tulisan
ini diistilahkan dengan hormon endogen. Kebanyakan hormon endogen di tanaman
berada pada jaringan meristem yaitu jaringan yang aktif tumbuh seperti
ujung-ujung tunas/tajuk dan akar. Tetapi karena pola budidaya yang intensif
yang disertai pengelolaan tanah yang kurang tepat maka kandungan hormon endogen
tersebut menjadi rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman. Akibatnya sering dijumpai pertumbuhan tanamaman lambat, kerontokan
bunga/ buah, ukuran umbi/buah kecil yang merupakan sebagian tanda kekurangan
hormon (selain kekurangan zat lainnya seperti unsur hara). Oleh karena itu
penambahan hormon dari luar (hormon eksogen) seperti produk hormonik yang
mengandung hormon Auksin, Giberelin dan Sitokinin organik (Non sintetik/kimia)
mutlak diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman yang optimal.
Untuk mengetahui
bagaimana mekanisme kerja hormonik (Auksin, giberelin dan Sitokinin) pada
tanaman, berikut diuraikan secara global dan sederhana. Pemberian Auksin
eksogen (hormonik) akan meningkatkan permeabilitas dinding sel yang akan
mempertinggi penyerapan unsur , diantaranya unsur N, Mg, Fe, Cu untuk membentuk
chlorofil yang sangat diperlukan untuk mempertinggi fotosintesis. Dengan
fotosintesis yang semakin meningkat akan dihasilkan hasil fotosintesis yang
meningkat dan bersama dengan auxin akan bergerak ke akar untuk memacu
pembentukan giberelin dan Sitokinin di akar yang akan membantu pembentukan dan
perkembangan akar . Penambahan kandungan Auksin eksogen di akar akan
meningkatkan tekanan turgor akar sehingga giberelin dan Sitokinin endogen di
akar akan diangkut ke atas/ bagian tajuk tanaman.
Adanya penambahan
Sitokinin dan giberelin eksogen maka terjadi peningkatan kandungan Sitokinin
dan giberelin ditanaman (tajuk) dan akan meningkatkan jumlah sel (oleh hormon
Sitokinin) dan ukuran sel (oleh hormon giberelin) yang bersama-sama dengan
hasil fotosintat yang meningkat di awal penanaman akan mempercepat proses
pertumbuhan vegetatif tanaman (termasuk pembentukan tunas-tunas baru) selain
juga mengatasi kekerdilan tanaman.
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosentesis akan meningkat terus dan ditambah kandungan giberelin dan sitokinin eksogen akan meningkatkan perbandingan C/N yang menyebabkan peralihan dari masa vegetatif ke generatif dengan terbentuknya kuncup bunga/buah atau umbi. Pada saat terbentuk bunga atau buah, jika kandungan auksin rendah maka sel-sel antara tangkai bunga/buah dengan ranting/cabang akan berubah menjadi jaringan mati yaitu jaringan gabus sehingga bunga/buah mudah rontok. Dengan penambahan Auxin Eksogen akan menghambat perubahan sel-sel tersebut menjadi jaringan gabus sehingga kerontokkan dapat dicegah/dikurangi. Pada fase generatif ini penambahan hormon sitokinin dan giberelin eksogen akan meningkatkan kapasitas jaringan penyimpanan hasil fotosintesa yang dipanen (umbi, buah dll) yaitu sitokinin akan memperbanyak sel jaringan penyimpanan dan giberelin akan memperbesar sel jaringan penyimpanan sehingga mampu menerima hasil-hasil fotosintesa lebih banyak yang berakibat ukuran jaringan penyimpanan (buah) lebih besar (semangka, kentang, dll) atau bernas (padi, jagung dll).
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosentesis akan meningkat terus dan ditambah kandungan giberelin dan sitokinin eksogen akan meningkatkan perbandingan C/N yang menyebabkan peralihan dari masa vegetatif ke generatif dengan terbentuknya kuncup bunga/buah atau umbi. Pada saat terbentuk bunga atau buah, jika kandungan auksin rendah maka sel-sel antara tangkai bunga/buah dengan ranting/cabang akan berubah menjadi jaringan mati yaitu jaringan gabus sehingga bunga/buah mudah rontok. Dengan penambahan Auxin Eksogen akan menghambat perubahan sel-sel tersebut menjadi jaringan gabus sehingga kerontokkan dapat dicegah/dikurangi. Pada fase generatif ini penambahan hormon sitokinin dan giberelin eksogen akan meningkatkan kapasitas jaringan penyimpanan hasil fotosintesa yang dipanen (umbi, buah dll) yaitu sitokinin akan memperbanyak sel jaringan penyimpanan dan giberelin akan memperbesar sel jaringan penyimpanan sehingga mampu menerima hasil-hasil fotosintesa lebih banyak yang berakibat ukuran jaringan penyimpanan (buah) lebih besar (semangka, kentang, dll) atau bernas (padi, jagung dll).
Hormon bekerja melalui pengikatan dengan reseptor spesifik\pengikatan dari hormon ke reseptor ini pada umumnya memicu suatu perubahan penyesuaian pada reseptor sedemikian rupa sehing
menyampaikan informasi
kepada unsur spesifik lain dari sel.
Reseptor initerletak pada permukaan sel atau intraselular. Interaksi permukaan hormonreseptor
memberikan sinyal pembentukan dari "messenger kedua"Interaksi hormon-reseptor ini menimbulkan pengaruh
pada ekspresi gen(3,7) Distribusi dari reseptor hormon memperlihatkan
variabilitas yang besar sekali. Reseptor untuk beberapa
hormon, seperti insulin dan glukokortikoid, terdistribusi secara
luas, sementara reseptor untuk sebagianbesar hormonmempunyai distribusi yang lebih terbatas. Adanya reseptor merupakandeterminan (penentu) pertama apakah jaringan akan memberikan responterhadap
hormon. Namun, molekul yang berpartisipasi dalam peristiwa pasca-reseptor
juga penting; hal ini tidak saja menentukan apakah
jaringan akanmemberikan respon terhadap
hormon itu tetapi juga kekhasan dari responitu. Hal
yang terakhir ini memungkinkan hormon yang sama memiliki responyang berbeda
dalam jaringan yang berbeda.
2.4 Macam-macam Hormon pada Tumbuhan
Macam hormon yang terdapat pada
tumbuhan, antara lain auksin, giberelin, sitokinin, etilen, asam
traumalin, asam
absisat, kalin.
a)
Auksin
Aukin
merupakan senyawa asetat (gugus indol) yang terdapat pada indol, contohnya pada
tanaman bawang merah (Allium cepa).Konsentrasi auksin lebih banyak
terdapat pada daerah yang tidak terkena cahaya. Bagi tanaman (batang) yang
tidak terkena cahaya akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan
bagian lain yang terkena cahaya matahari akibat adanya auksin ini. Pada
tumbuhan, auksin dapat ditemukan di embrio biji, meristem tunas apical, dan
daun-daun muda.
Selain
berpengaruh menigkatkan laju pemanjangan sel pada pertumbuhan seperti di
uraikan di atas, auksin juga merupakan hormone pengatur fisiologi yang dapat
digunakan untuk memacu pembentukan buah tanpa penyerbukan (disebut
partenokarpi).
b) Giberelin
Giberelin
merupakan hormon yang mirip dengan auksin. Hormone ini ditemukan Oleh P. kurosawa
(tahun 1926, di Jepang) pada jamur Giberella fujikuroi. Giberelin
di produksi oleh tumbuhan di meristem tunas apical, akar, daun muda, dan
embrio.
Fungsi giberelin :
1)
Memacu pertumbuhan buah tanpa biji (partenokarpi)
2)
Menyebabkan tanaman mengalami pertumbuhan raksasa
3)
Meyebabkan tanaman berbunga sebelum waktunya (tidak pada musimnya)
4)
Memacu pembentukan cambium pada tanaman dikotil
5)
Mematahkan dormansi buah dan biji
c)
Sitokinin
Sitokinin
ditemukan pada batang tembakau Oleh Skoog dan Miller.Struktur kimia sitokinin
mirip dengan adenine (basa nitrogen yang terdapat pada DNA dan ATP). Selain
dapat ditemukan di batang, sitokinin juga dapat di hasilkan di dalam akar
dan akan diangkut ke organ yang lain.
Fungsi Sitokinin, antara lain :
1)
Memacau pembelahan sel
2)
Mempercepat pelebaran daun
3)
Mempercepat tumbuhnya akar
4)
Memacu pertunasan lateral pada pucuk batang
5)
Menunda pengguguran daun, Bungan, dan buah.
d)
Etilen
Etilen
merupakan satu-satunya hormone tumbuhan yang berbentuk gas.Gas etilen
mempercepat pemasakan buah, contohnya pada buah tomat, pisang, apel, dan
jeruk.Buah-buah tersebut dipetik dalam keadaan masih mentah dan berwarna
hijau.Selanjutnya, buah-buah tersebut dikemas dalam bentuk kotak berventilasi
dan diberi gas etilen untuk mempercepat pemasakan buah sehingga buah sampai
ditempat tujuan dalam keadaan masak.Selain itu, gas etilen juga menyebabkan
penebalan batang dan memacu pembungaan.Oleh karena itu, etilen dapat ditemukan
pada jaringan buah yang sedang matang, buku batang, daun, dan bunga yang menua.
e)
Asam Traumalin
Seperti
florigen, asam traumalin sebenarnya merupakan hormon hipotetik yaitu
merupakan gabungan beberapa aktivitas hormone yang ada (auksin, giberelin,
sitokinin, etilen, dan asam absisat). Apabila tumbuhan mengalami luka atau
perlukaan karena gangguan fisik maka akan segera terbentuk cambium gabus.
Pembentukan cambium gabus itu terjadi karena adanya pengaruh hormone luka (asam
traumalin). Sebenarnya, peristiwa ini merupakan hasil kerja sama antar hormone
pada tumbuhan yang di sebut restitusi (regenerasi). Awalnya luka pada tumbuhan
akan memacu pengeluaran hormone luka yang kemudian merangsang pembentukan
cambium gabus. Pembentukan cambium gabus dilakukan oleh hormone giberelin,
selanjutnya, karena pengaruh hormone sitokinin, terbentuklah sel-sel baru yang
akan membentuk jaringan penutup luka yang disebut kalus. Asam traumalin ini
dapat ditemukan pada dinding sel tumbuhan.
f)
Asam Absisat
Salah
satu fungsi asam absisat adalah menghambat pertumbuhan tumbuhan. Pada musim
tertentu pertumbuhan akan terhambat. Hal itu merupakan adaptasi pertumbuhan
terhadap perubahan linkungan yang tidak memungkinkan bagi tumbuhan untuk
tumbuh. Asam absisat dapat ditemukan pada daun, batang, akar , dan buah biji.
Fungsi
lain asam absisat adalah membantu tumbuhan mengatasi dan bertahan pada kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan (masa dormansi). Dalam keadaan dorman,
tumbuhan terlihat seperti mati, tetapi setelah kondisi lingkungan
menguntungkan, ia akan tumbuh lagi dan mucul tunas-tunas baru. Contohnya adalah
pohon jati yang meranggas pada musim kemarau.
6.
Asam jasmonat
7. Steroid (brasinosteroid)
8. Salisilat
9. Poliamina.
10. Asam traumalin
11. Kalin
7. Steroid (brasinosteroid)
8. Salisilat
9. Poliamina.
10. Asam traumalin
11. Kalin
2.5 Pengaruh Hormon pada Tumbuhan
Sinyal kimia
interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan. Konsentrasi yang
sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh tanaman dapat
memacu atau menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada berbagai macam
sel-sel tumbuhan dan dapat mengendalikan perkembangan bagian-bagian yang
berbeda pada tumbuhan.Dengan menganalogikan senyawa kimia yang terdapat pada
hewan yang disekresi oleh kelenjar ke aliran darah yang dapat mempengaruhi
perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tubuh, sinyal kimia pada tumbuhan
disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa ilmuwan memberikan definisi yang
lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang disekresi
oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain
dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia
pada tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut
disamping mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut
dengan zat pengatur tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut
secara sistemik atau sinyal jarak jauh.
a. Hormon Sitokinin
Hormon
Sitokinin berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong
pembelahan sel dan pertumbuh-an secara umum, mendorong perkecambahan, dan
menunda penuaan. Cara kerja hormon Sitokinin yaitu dapat meningkatkan
pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga
dapat menunda penuaan daun, bungan, dan buah dgn cara mengontrol dgn baik
proses kemunduran yg menyebabkan kematian sel-sel tanaman. Hormon Sitokinin
diproduksi pada akar. Sitokinin sering juga dengan kinin, merupakan nama
generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya merangsang pembelahan sel (sitokinesis) (Gardner, dkk., 1991). Selanjutnya
dijelaskan kinin disintesis dalam akar muda, biji dan buah yang belum masak dan
jaringan pemberi makan (misalnya endosperm cair). Buah jagung, pisang,
apel, air kelapa muda dan santan kelapa yang belum tua merupakan sumber kinin
yang kaya.
Kinin
terbentuk dengan cara fiksasi suatu rantai beratom C – 5, ke suatu molekul
adenin. Rantai beratom C – 5 dianggap berasal dari isoprena. Basa
purin merupakan penyusun kimia yang umum pada kinin alami maupun kinin
sintetik (Millers, 1955 dalam Wilkins, 1989). Biosintesis sitokinin
dengan bahan dasar mevalonic acid. Sebenarnya sudah sejak tahun 1892 ahli
fisologi I. Wiesner, menyatakan bahwa aktivitas pembelahan sel membutuhkan zat
yang spesifik dan adanya keseimbangan antara faktor-faktor endogenous. Secara
pasti baru tahun 1955 sitokinin ditemukan oleh C.O. Miller, Falke Skoog, M.H.
Von Slastea dan F.M. Strong dinyatakan sebagai isolasi zat yang disebut kinetin
dari DNA yang diautoklap, sangat aktif sebagai
promotor mitosis dan pembelahan sel
kalus (Moree, 1979).
Selanjutnya dijelaskan bahwa
kata sitokinin berasal dari pengertian cytokinesis yang berarti pembelahan
sel. Sitokinin alami ditemukan oleh D.S. Lethan dan C.O. Miller tahun
1963 diisolasi dalam bentuk kristal dari biji jagung yang belum matang disebut
zeatin. Sitokini alami terjadi dari derivat isopentenyl adenine.
Sitokinin sintetik yang paling umum dimanfaatkan di bidang pertanian seperti
BA, kinetin dan PBA. Kinin menimbulkan kisaran respons yang luas, tetapi
kinin bertindak secara sinergis dengan auxin dan juga hormon lain.
Sebagian besar
tumbuhan memiliki pola pertumbuhan yang kompleks yaitu tunas lateralnya tumbuh
bersamaan dengan tunas terminalnya. Pola pertumbuhan ini merupakan hasil
interaksi antara auksin dan sitokinin dengan perbandingan tertentu. Sitokinin
diproduksi dari akar dan diangkut ke tajuk, sedangkan auksin dihasilkan di
kuncup terminal kemudian diangkut ke bagian bawah tumbuhan. Auksin cenderung
menghambat aktivitas meristem lateral yang letaknya berdekatan dengan meristem
apikal sehingga membatasi pembentukan tunas-tunas cabang dan fenomena ini
disebut dominasi apikal. Kuncup aksilar yang terdapat di bagian bawah tajuk
(daerah yang berdekatan dengan akar) biasanya akan tumbuh memanjang
dibandingkan dengan tunas aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup terminal.
Hal ini menunjukkan ratio sitokinin terhadap auksin yang lebih tinggi pada
bagian bawah tumbuhan.
Interaksi
antagonis antara auksin dan sitokinin juga merupakan salah satu cara tumbuhan
dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya jumlah akar yang
banyak akan menghasilkan sitokinin dalam jumlah banyak. Peningkatan konsentrasi
sitokinin ini akan menyebabkan sistem tunas membentuk cabang dalam jumlah yang
lebih banyak. Interaksi antagonis ini umumnya juga terjadi di antara ZPT
tumbuhan lainnya.
b. Hormon Auksin
Auksin
adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga yang
berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di
daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada
semua jenis tanaman.nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol
asetat. Letak dari hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar.
Fungsi
dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan,
baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan,
membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan buah, mengurangi
jumlah biji dalam buah. kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon
sitokinin dan hormon giberelin.tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari
oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena kerja auksin dihambat oleh
matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari
pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat.sehingga hal ini
akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari
atau yang disebut dengan fototropisme.
Untuk
membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit kita harus
mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah
untuk mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang
terang dan gelap diantaranya untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap
pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat
lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja
hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari. sedangkan untuk tanaman yang
diletakkan ditempat yang terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat
dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur
batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan
karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari.
Cara
kerja hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein
tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding
sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga memutuskan beberapa ikatan
silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan
kemudian memanjang akibat air yg masuk secara osmosis.
Auksin
merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses
fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein.
Auksin diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas , daun
muda dan buah) (Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin menyebar luas dalam
seluruh tubuh tanaman, penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga
titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floom) atau jaringan
parenkhim (Rismunandar, 1988).
Auksin
atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai auxin utama pada
tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil
perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auxin (analog) tetapi
mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril,TpyA =
Asam Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid. Proses biosintesis auxin
dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991).
Auksin
pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga
yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam
Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka
jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D
(asam -Nattalenasetat), Bonvel Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam
3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5
– diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro –
pikonat).
Auksin
sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang pertanian,
dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respon terhadap
auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang
optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang terlalu rendah
atau terlalu tinggi. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan
mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma. Selain memacu
peman-jangan sel, hormon Auksin yg di kombinasikan dengan Giberelin dapat
memacu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium
pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.
c. Asam absisat (ABA)
Musim dingin atau
masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi menjadi dorman
(penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh kuncup
menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada kambium
pembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA juga memberi
sinyal pada kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi kuncup dari
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Dinamai dengan asam absisat karena
diketahui bahwa ZPT ini menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim
gugur. Nama tersebut telah popular walaupun para peneliti tidak pernah
membuktikan kalau ABA terlibat dalam gugurnya daun.
Pada kehidupan
suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan untuk menunda/menghentikan
pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting terutama bagi tumbuhan
setahun di daerah gurun atau daerah semiarid, karena proses perkecambahan
dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian. Sejumlah faktor
lingkungan diketahui mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak tanaman ABA
tampaknya bertindak sebagai penghambat utama perkecambahan. Biji-biji tanaman
setahun tetap dorman di dalam tanah sampai air hujan mencuci ABA keluar dari
biji. Sebagai contoh, tanaman dune primroses (bunga putih) dan tanaman matahari
(bunga kuning) di gurun Anza – Borrego (California), biji-bijinya akan
berkecambah setelah hujan deras .
Sebagamana telah
dibahas di atas bahwa giberelin juga berperan dalam perkecambahan biji. Pada
banyak tumbuhan, rasio ABA terhadap giberelin menentukan apakah biji akan tetap
dorman atau berkecambah. Hal yang sama juga terdapat pada kasus dormansi kuncup
yang pertumbuhannya dikontrol oleh keseimbangan konsentrasi antar ZPT. Sebagai
contoh pada pertumbuhan kuncup dorman tanaman apel, walaupun konsentrasi ABA
pada kenyataannya lebih tinggi, tetapi gibberellin dengan konsentrasi yang
tinggi pada kuncup yang sedang tumbuh menunjukkan pengaruh yang sangat kuat
pada penghambatan pertumbuhan tunas dorman.
Selain perannya pada dormansi, ABA berperan juga
sebagai “ stress plant growth hormon” yang membantu tanaman tersebut menghadapi
kondisi yang tidak menguntungkan, misalnya pada saat tumbuhan mengalami
dehidrasi, ABA diakumulasikan di daun dan menyebabkan stomata menutup. Hal ini
walaupun mengurangi laju fotosintesis, tumbuhan akan terselamatkan dari
kehilangan air lebih banyak melalui proses transpirasi.
d.
Giberelin
Gambar 5
menunjukkan 2 kelompok tanaman padi yang sedang tumbuh. Kelompok di sebelah
kiri adalah tanaman padi dengan pertumbuhan normal; sedangkan tanaman di
sebelah kiri adalah tanaman padi dengan tinggi tanaman yang lebih besar tetapi
memiliki daun yang berwarna kuning. Tanaman padi ini telah terinfeksi oleh
cendawan Gibberella fujikuroi. Bibit padi yang telah terinfeksi akan rebah dan
mati sebelum sempat menjadi dewasa dan berbunga. Selama berabad-abad petani
padi di Asia mengalami kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh cendawan
ini. Di Jepang, pola pertumbuhan yang menyimpang ini disebut juga dengan
“bakanae” atau “foolish seedling disease” atau “penyakit rebah anakan/kecambah“
.
Pada tahun 1926,
ilmuwan Jepang (Eiichi Kurosawa) menemukan bahwa cendawan Gibberella fujikuroi
mengeluarkan senyawa kimia yang menjadi penyebab penyakit tersebut. Senyawa
kimia tersebut dinamakan Giberelin. Belakangan ini, para peneliti menemukan
bahwa giberelin dihasilkan secara alami oleh tanaman yang memiliki fungsi
sebagai ZPT. Penyakit rebah kecambah ini akan muncul pada saat tanaman padi
terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi yang menghasilkan senyawa
giberelin dalam jumlah berlebihan.
Pada saat ini
dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin yang biasanya
disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya,
misalnya GA6 . Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa (terutama
pada tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan. Sebagian
besar GA yang diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam bentuk inaktif, tampaknya
memerlukan prekursor untuk menjadi bentuk aktif. Pada spesies tumbuhan dijumpai
kurang lebih 15 macam GA. Disamping terdapat pada tumbuhan ditemukan juga pada
alga, lumut dan paku, tetapi tidak pernah dijumpai pada bakteri. GA
ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak seperti auksin pergerakannya
bersifat tidak polar.
Asetil koA, yang
berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai prekursor pada
sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada tanaman lebih
kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auksin apabila diberikan
secara tunggal. Namun demikian auksin dalam jumlah yang sangat sedikit tetap
dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang maksimal. Sebagian besar tumbuhan
dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA,
tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan konifer misalnya pinus. Jika GA
diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya bisa mencapai 2 m. Banyak
tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal setelah diberi GA.
Efek giberelin
tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam proses
regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin (Gambar 4). Pada beberapa
tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunas-tunas
serta biji. Disintesis pada ujung batang dan akar, giberelin menghasilkan
pengaruh yang cukup luas. Salah satu efek utamanya adalah mendorong pemanjangan
batang dan daun. Pengaruh GA umumnya meningkatkan kerja auksin, walaupun
mekanisme interaksi kedua ZPT tersebut belum diketahui secara pasti. Demikian
juga jika dikombinasikan dengan auksin, giberelin akan mempengaruhi
perkembangan buah misalnya menyebabkan tanaman apel, anggur, dan terong
menghasilkan buah walaupun tanpa fertilisasi. Diketahui giberelin digunakan
secara luas untuk menghasilkan buah anggur tanpa biji pada varietas Thompson.
Giberelin juga menyebabkan ukuran buah anggur lebih besar dengan jarak antar
buah yang lebih renggang di dalam satu gerombol
Giberelin juga
berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak tanaman. Biji-biji yang
membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah seperti suhu rendah
akan segera berkecambah apabila disemprot dengan giberelin. Diduga giberelin
yang terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan
proses metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang
tersedia dalam jumlah cukup akan menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan
mengeluarkan giberelin yang mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan
cadangan makanan yang terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin
menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat
yang menyebabkan dormansi biji.
2.6
Faktor - Faktor Hormon pada Tumbuhan
a. Faktor Regulasi
Faktor
regulasi adalah senyawa kimia yang mengontrol produksi sejumlah hormon yang
memiliki fungsi penting bagi tubuh.Senyawa tersebut dikirim ke lobus anterior
kelenjar pituitari oleh hipotalamus.Terdapat 2 faktor regulasi, yaitu faktor
pelepas (releasing factor) yang menyebabkan kelenjar pituitari
mensekresikan hormon tertentu dan faktor penghambat (inhibiting factor)
yang dapat menghentikan sekresi hormon tersebut. Sebagai contoh adalah FSHRF
(faktor pelepas FSH) dan LHRF (faktor pelepas LH) yang menyebabkan
dilepaskannya hormon FSH dan LH.
b. Hormon Antagonistik
Hormon
antagonistik merupakan hormon yang menyebabkan efek yang berlawanan, contohnya glukagon dan insulin. Saat kadar gula darah sangat
turun, pankreas akan memproduksi glukagon untuk
meningkatkannya lagi. Kadar glukosa yang tinggi menyebabkan pankreas
memproduksi insulin untuk menurunkan kadar glukosa tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
makalah yang telah dibuat, hormone pada tumbuhan terdiri dari beberapa hormon
dan fungsi yang berbeda-beda. Hormon dapatmempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan pada tanaman.
4.2.
Saran
Beberapa saran
yang dapat penulis berikan, antara lain agar makalah ini dapat menjadi sumber
referensi dan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. Jika terdapat kesalahan
dalam penulisannya diharapkan dapat memperbaikinya untuk lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner, F. P., R. B.
Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fisher.
Fisiologi Tanaman Budidaya Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarata. Goldsworthy,
P. R. dan N. M. Fisher. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropika. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarata.
Heddy, S. 1996. Hormon
Tumbuhan. Grapindo Persada. Jakarta.
Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole
Butyric Acid) Terhadap Persen Jadi Stek Pucuk Meranti Putih (Shorea
montigena). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura.
Ambon.
Kartikawati,
N. K. dan H. A. Adinugraha. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Yogyakarta. Koswara, dan Sutrisno. 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan
Alternatif. http://www.ebookpangan.com [14 Agustus 2009].
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995.
Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung.
Siregar, A. S. 2009. Inventarisasi Tanaman
Sukun (Arthocarpus communis) pada Berbagai Ketinggian di Sumatera Utara.
Skripsi. Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan. Sitompul, S.
M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada Universitas
Press. Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar