LAPORAN BAHAN KIMIA LAIN DALAM BAHAN MAKANAN


EFEK TOKSIK BAHAN KIMIA
Efek toksik atau toksisitas suatu bahan kimia dapat didefinisikan
sebagai potensi bahan kimia untuk meracuni tubuh
orang yang terpapar.
Potensi bahan kimia untuk dapat menimbulkan efek negatif
terhadap kesehatan tergantung terutama pada toksisitas bahan
kimia tersebut, dan besarnya paparan. Toksisitas merupakan
sifat dari bahan kimia itu sendiri, sedangkan paparan tergantung
dari bagaimana bahan itu digunakan, misalnya, apakah bahan
dipanaskan, disemprotkan atau dilepaskan ke lingkungan kerja.
Tetapi dalam menilai bahaya, perlu diperhitungkan juga
kerentanan orang yang terpapar, yang dipengaruhi oleh antara
lain jenis kelamin, umur; status gizi.
Beberapa konsep telah dikembangkan untuk membantu
menggolongkan efek beracun bahan kimia, sebagai berikut:
Efek akut
Istilah efek akut dapat diartikan sebagai paparan singkat
dengan efek seketika. Namun pemaparan akut selain dapat
menimbulkan efek akut, juga dapat mengakibatkan penyakit
kronik, sebagai contoh kerusakan otak yang permanen dapat
disebabkan oleh paparan akut senyawa timah putih trialkil atau
karena keracunan karbon monoksida berat.
Efek kronik
Istilah kronik dapat diartikan sebagai pemaparan berulang
dengan masa tunda yang lama antara paparan pertama hingga
timbulnya efek yang merugikan kesehatan.
Efek akut dan kronik
Suatu bahan dapat mempunyai efek akut dan kronik
sekaligus. Sebagai contoh pemaparan tunggal karbon disulfida
dengan konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan hilangnya
kesadaran (efek akut), tetapi pemaparan berulang tiap hari
selama bertahun-tahun dengan konsentrasi yang jauh lebih
rendah yang jika dialami sebagai pemaparan tunggal tidak
menimbulkan efek merugikan (efek kronik) dapat mengakibatkan
kerusakan pada sistem saraf pusat dan tepi, juga jantung.
Efek dapat balik (reversible)
Ef'ek yang hilang bila pemaparan berhenti/mereda. Sebagai
contoh, dermatitis kontak, nyeri kepala dan mual karena
terpapar pelarut.
Efek tidak dapat balik (irreversible)
Efek yang tidak akan hilang atau permanen meskipun
bahan kimia penyebabnya telah mereda atau hilang. Sebagai
contoh, penyakit kanker yang disebabkan oleh pemaparan
bahan kimia.
Efek lokal
Efek berbahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia di
bagian permukaan tubuh atau dapat masuk ke dalam tubuh.
Sebagai contoh, luka bakar pada kulit. Efek sistemik
Efek suatu bahan kimia pada organ tubuh atau cairan tubuh
setelah penyerapan atau penetrasi ke dalam organ atau cairan
tubuh. Sebagai contoh, masuknya bahan-bahan kimia seperti
timbal, benzen, kadmium, raksa dan sebagainya dapat menyebabkan
anemia, gangguan saraf, dan sebagainya.
Efek sinergis
Efek gabungan dari lebih dari satu bahan kimia. Efek
gabungan ini dapat lebih parah dari efek yang diiniliki oleh
masing-masing bahan kimia.
Berdasarkan sifat bahayanya, toksisitas dapat digolongkan
sebagai berikut:
Korosif
Merusak (membakar) jaringan hidup apabila kontak. Sebagai
contoh, larutan asam pekat seperti sulfat atau basa seperti
soda api dapat menimbulkan luka bakar.
Iritan
Menimbulkan iritasi setempat atau peradangan pada kulit,
hidung, atau jaringan paru.
Sensitizer
Menimbulkan reaksi alergi. Seseorang yang peka terhadap
bahan kimia akan mengalami reaksi alergi yang berat, sedang
bagi individu yang tidak peka, dosis yang sama tidak akan
membahayakan. Bagi individu yang peka, setiap pemaparan
berikutnya apakah melalui kontak kulit atau inhalasi akan menimbulkan
risiko kesehatan.
Asfiksian
Mengganggu pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh.
Sebagai contoh, antara Iain karbon monoksida dan sianida.
Karsinogen
Penyebab kanker.
Mutagen
Dapat menimbulkan kerusakan DNA sel .
DNA adalah molekul pembawa informasi genetik yang
mengendalikan pertumbuhan dan fungsi sel. Kerusakan DNA
dalam sel telur atau sperma manusia dapat menurunkan
kesuburan; aborsi spontan, cacad lahir, dan penyakit keturunan.
Teratogen
Suatu bahan kimia yang apabila berada dalam aliran darah
wanita harnil dan menembus plasenta, mempengaruhi perkembangan
janin dan menimbulkan kelainan struktur dan
fungsional bawaan atau kanker pada anak.
Contoh yang telah diketahui secara luas sebagai teratogen
adalah talidomid, yang pada tahun 1960an telah banyak
menyebabkan kasus fokomelia (pengecilan lengan dan tungkai
sedemikian rupa hingga tungkai dan lengan menempel langsung
ke tubuh) pada bayi para wanita yang memakan obat
tersebut selama tahap awal kehamilannya.
Fetotoksikan
Suatu bahan kimia yang berpengaruh buruk terhadap perkembangan
janin sehingga bayi lahir dengan bobot yang
rendah.
EFEK BAHAN KIMIA PADA SISTEM TUBUH
Bahan kimia dapat meracuni sel-sel tubuh atau mempengaruhi
organ tertentu yang mungkin berkaitan dengan sifat
bahan kimia atau berhubungan dengan tempat bahan kimia
memasuki tubuh atau disebut juga organ sasaran.
Efek racun bahan kimia atas organ-organ tertentu dan sistem
tubuh :
Paru-paru dan sistem pernafasan
Efek jangka panjang terutama disebabkan iritasi (menyebabkan
bronkhitis atau pneumonitis)
Dalam luka bakar, bahan kimia dalam paru-paru yang
dapat menyebabkan udema pulmoner (paru-paru berisi air), dan
dapat berakibat fatal. Sebagian bahan kimia dapat mensensitisasi
atau menimbulkan reaksi alergik dalam saluran nafas
yang selanjutnya dapat menimbulkan bunyi sewaktu menarik
nafas, dan nafas pendek.
Kondisi jangka panjang (kronis) akan terjadi penimbunan
debu bahan kimia pada jaringan paru-paru sehingga akan terjadi
fibrosis atau pneumokoniosis.
Hati
Bahan kimia yang dapat mempengaruhi hati disebut
hipotoksik. Kebanyakan bahan kimia menggalami metabolisme
dalarn hati dan oleh karenanya maka banyak bahan kimia yang
berpotensi merusak sel-sel hati.
Efek bahan kimia jangka pendek terhadap hati dapat menyebabkan
inflamasi sel-sel (hepatitis kimia), nekrosis (kematian
sel), dan penyakit kuning. Sedangkan efek jangka panjang
berupa sirosis hati dari kanker hati.
Ginial dan saluran kencing
Bahan kimia yang dapat merusak ginjal disebut nefrotoksin.
Efek bahan kimia terhadap ginjal meliputi gagal ginjal
sekonyong-konyong (gagal ginjal akut), gagal ginjal kronik dan
kanker ginjal atau kanker kandung kemih.
Sistem syaraf
Bahan kimia yang dapat menyerang syaraf disebut neurotoksin.
Pemaparan terhadap bahan kimia tertentu dapat memperlambat
fungsi otak. Gejala-gejala yang diperoleh adalah
mengantuk dari hilangnya kewaspadaan yang akhirnya diikuti
oleh hilangnya kesadaran karena bahan kimia tersebut menekan
sistem syaraf pusat.
Bahan kimia yang dapat meracuni sistem enzim yang
mennuju ke syaraf adalah pestisida.
Akibat dari efek toksik pestisida ini dapat menimbulkan
kejang otot dan paralisis (lurnpuh). Di samping itu ada bahan
kirnia lain yang dapat secara perlahan meracuni syaraf yang
menuju tangan dan kaki serta mengakibatkan mati rasa dan
kelelahan.
Darah dan sumsum tulang
Sejumlah bahan kimia seperti arsin, benzen dapat rnerusahsel-sel darah merah yang menyebabkan anemia hemolitik.
Bahan kimia lain dapat merusak surnsum tulang dan organ lain
tempat pembuatan sel-sel darah atau dapat menimbulkan
kanker darah.
Jantung dan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler)
Sejumlah pelarut seperti trikloroetilena dan gas yang dapat
menyebabkan gangguan fatal terhadap ritme jantung. Bahan
kimia lain seperti karbon disulfida dapat menyebabkan peningkatan
penyakit pembuluh darah yang dapat menimbulkan
serangan jantung.
Kulit
Banyak bahan kimia bersifat iritan yang dapat menyebabkan
dermatitis atau dapat menyebabkan sensitisasi kulit dan
alergi.
Bahan kimia lain dapat menimbulkan jerawat, hilangnya
pigmen (vitiligo), mengakibatkan kepekaan terhadap sinar
matahari atau kanker kulit.
Sistem reproduksi
Banyak bahan kimia bersifat teratogenik dan mutagenik
terhadap sel kuman dalam percobaan. Disamping itu ada beberapa
bahan kimia yang secara langsung dapat mempengaruhi
ovarium dan testis yang mengakibatkan gangguan menstruasi
dan fungsi seksual.
Sistem yang lain
Bahan kimia dapat pula menyerang sistem kekebalan,
tulang, otot dan kelenjar tertentu seperti kelenjar tiroid.
Cara menentukan toksisitas bahan kimia
Dalam pengertian umum, toksisitas suatu bahan dapat
didefinisikan sebagai kapasitas bahan untuk mencederai suatu
organisme hidup.
Pengetahuan mengenai toksisitas suatu bahan kimia dikumpulkan
dengan mempelajari efek-efek dari:
- Pemaparan bahan kimia terhadap binatang percobaan.
- Pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah
seperti bakteri dan kultur sel-sel dari mamalia di laboratorium.
- Pemaparan bahan kimia terhadap manusia.
Studi terhadap binatang
Uji toksisitas akut (LD50 dan LC50)
Uji standar untuk tosisitas akut (jangka pendek) adalah
memberi binatang bahan kimia dengan jumlah yang semakin
meningkat dalam kurun waktu 14 hari hingga binatang percobaan
tersebut mati. Cara lain adalah dengan menaruh bahan
kimia pada kulit binatang hingga suatu reaksi dapat teramati.
Jumlah bahan kimia yang menyebabkan kematian 50%
binatang percobaan dikenal sebagai dosis mematikan bagi 50%
binatang percobaan atau LD50. Dalarn percobaan dengan LD50
ini dapat dilakukan secara oral atau dermal tergantung pada
metoda pemaparannya.
Dosis mematikan untuk inhalasi bahan kimia dalam bentuk
gas atau aerosol juga dapat diuji. Dalarn hal ini konsentrasi gas
atau tiap yang membunuh separuh dari binatang dimasukkan
konsentrasi mematikan untuk 50% binatang percobaan atau
disebut LC50.
LD50 dan LC50 digunakan secara luas sebagai indeks toksisitas.
Kriteria di bawah ini sering dipakai untuk maksud
klasifikasi efek toksik akut pada binatang.
Tabel 1. Klasifikasi toksisitas akut pada binatang.
LD50 oral
Mencit
(mg/kg)
LD50 dermal
mencit atau
kelinci (mg/kg)
LC50 inhalasi mencit
(mg/m3/4 jam)
Berbahaya 200 – 2000 400 – 2000 2000 – 20000
(harmful)
Beracun 25 – 200 50 – 400 500 – 2000
Sangat beracun > 25 < 50 < 500
Selain itu dengan skala Hodge dan Sterner dapat mengklasifikasikan
toksisitas akut bahan kimia terhadap manusia.
Tabel 2. Klasifikasi toksisitas akut pada manusia.
No Peringkat toksisitas Dosis
Dosis mungkin mematikan
bagi rata-rata orang
dewasa
1 Praktis tidak beracun > 15 g/kg > 1 liter
2 Agak beracun 5 -15 g/kg 0,5 - 1 liter
3 Toksisitas sedang 0,5 - 5 g/kg 30 - 50 ml
4 Sangat beracun 50 - 500 mg/kg 3 - 30 ml
5 Luar biasa beracun 5 - 50 mg/kg 7 tetes - 3 ml
(extremely toxic)
6 Super toksik < 5 mg/kg Dengan indoor (< 7 tetes)
Dalam menilai risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh
suatu bahan kimia tidak mungkin hanya berdasarkan atas LD50
dan LC50. Karena LD50 dan LC50 suatu bahan kimia tidak menyajikan
informasi tentang mekanisme atau type toksisitas.
Suatu bahan kimia atau kemungkinan-kemungkinan efek jangka
panjang atau kronik.
Jadi LD50 dan LC50 hanya merupakan indeks kasar toksisitas.
Dalam penentuan dosis tetap, berbagai lembaga internasional
saat ini sedang memodifikasi atau mengganti uji LD50
dan LC50 dengan metode yang lebih sederhana, misalnya
tatacara dosis tetap yang menggunakan lebih sedikit binatang
percobaan.
Tatacara dosis tetap hanya dengan menggunakan jumlah
binatang percobaan yang lebih sedikit dan dalam analisis penilaian
toksisitas bahan kimia tanpa harus membiarkan binatang
mati pada akhir percobaan.
Dasar pemikirannya adalah menguji bagaimana suatu set
dosis bahan kimia mempengaruhi sekelompok binatang. Dosis
didasarkan alas apa yang tidak diketahui mengenai sifat fisika
dan kimia bahan yang sedang dinilai.
Uji iritasi dan korosi
Uji iritasi dan korosi memberikan sejumlah informasi khas.
Bahan kimia yang sedang diuji ditaruh di atas kulit binatang
percobaan dan kemudian diperiksa selama beberapa hari untukDalam menilai risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh
suatu bahan kimia tidak mungkin hanya berdasarkan atas LD50
dan LC50. Karena LD50 dan LC50 suatu bahan kimia tidak menyajikan
informasi tentang mekanisme atau type toksisitas.
Suatu bahan kimia atau kemungkinan-kemungkinan efek jangka
panjang atau kronik.
Jadi LD50 dan LC50 hanya merupakan indeks kasar toksisitas.
Dalam penentuan dosis tetap, berbagai lembaga internasional
saat ini sedang memodifikasi atau mengganti uji LD50
dan LC50 dengan metode yang lebih sederhana, misalnya
tatacara dosis tetap yang menggunakan lebih sedikit binatang
percobaan.
Tatacara dosis tetap hanya dengan menggunakan jumlah
binatang percobaan yang lebih sedikit dan dalam analisis penilaian
toksisitas bahan kimia tanpa harus membiarkan binatang
mati pada akhir percobaan.
Dasar pemikirannya adalah menguji bagaimana suatu set
dosis bahan kimia mempengaruhi sekelompok binatang. Dosis
didasarkan alas apa yang tidak diketahui mengenai sifat fisika
dan kimia bahan yang sedang dinilai.
Uji iritasi dan korosi
Uji iritasi dan korosi memberikan sejumlah informasi khas.
Bahan kimia yang sedang diuji ditaruh di atas kulit binatang
percobaan dan kemudian diperiksa selama beberapa hari untukmelihat tanda-tanda seperti ruam kulit atau reaksi panas.
Pengujian dapat dilakukan pada mata binatang (dikenal
dengan Draize)
Uji toksisitas sub kronik
Secara normal uji toksisitas subkronik memerlukan studi
inhalasi atau penelanan selama 90 hari untuk mengetahui
efek-efek spesifik dan nyata dari bahan kimia pada organ dan
biokimia dari binatang. Pengujian toksisitas sebaiknya dilakukan
secara berulang-ulang dan diarahkan terutama untuk mendeteksi
efek toksik yang secara jelas bukan akibat dari
pemaparan kulit.
Pengujian secara kasar hanya berdasarkan pengamatan
abnormalitas secara pengamatan kasar dengan mata telanjang,
tetapi untuk pengujian yang lebih mendalam perlu pengambilan
irisan suatu jaringan dan diperiksa di bawah mikroskop untuk
mengetahui terjadi abnormalitas sel-sel dalam organ. Pada
umumnya dalam pengujian perlu pengarnbilan cuplikan darah
atau urin secara teratur dari binatang percobaan untuk pemeriksaan
dan analisis. Pengujian-pengujian ini merupakan dasar
bagi dosis yang digunakan dalam uji hayati kronik.
Uji hayati kronik (seumur hidup)
Maksud dari uji hayati kronik (seumur hidup), untuk
menentukan apakah bahan kimia dapat menimbulkan setiap
efek kesehatan yang mungkin memerlukan waktu yang lama
untuk menimbulkan suatu efek seperti kanker, atau paparan
jangka panjang terhadap bahan kimia menimbulkan efek
kesehatan pada organ seperti ginjal.
Percobaan ini dilakukan dengan memberikan dosis tertentu
bahan kimia terhadap hewan percobaan melalui penelanan atau
inhalasi terhadap bahan kimia yang sedang diuji selama masa
hidupnya. Untuk mencit dapat memakan waktu hingga 2 tahun
sedangkan untuk tikus sedikit lebih singkat. Dalam suatu uji
khusus, 50 ekor rnencit atau tikus dari tiap jenis kelamin diberi
perlakuan paparan bahan kimia yang sedang diuji dengan dosis
tinggi tetapi tidak mematikan. Binatang percobaan ini
dibandingkan dengan binatang sebagai kontrol dalam jumlah
yang sama dengan jumlah binatang percobaan dalam waktu
yang sama. Binatang kontrol ini serupa dalam segala hal
dengan binata.ng percobaan, perbedaannya bahwa binatang
kontrol tersebut tidak diberi perlakuan pemaparan bahan kimia.
Suatu percobaan yang baik yaitu dengan memberikan
perlakuan pemaparan untuk kedua jenis kelamin terhadap
bahan kimia dengan dosis yang berbeda. Dalam suatu percobaan
efek bahan kimia dapat menggunakan binatang
percobaan hingga 500 ekor.
Uji Mutagenitas jangka pendek
Bakteri dan sel binatang yang tumbuh dalam tabung uji
dari koloni serangga buah-buahan atau serangga lain cocok
untuk penyelidikan yang cepat dan rnurah dalarn usaha mengetahui
bahan kirnia yang potensial mempunyai efek
karsinogenik dan mutagenik. Uji yang paling baik dan paling
banyak digunakan adalah uji rnutagenitas Salmonella (umumnya
dikenal sebagai uji Ames). Uji ini membutuhkan bakteri
yang tumbuh secara khusus di laboratorium dan memaparkannya
terhadap bahan kimia yang diuji. Uji tersebut untuk mendeteksi
mutasi dalam bakteri yaitu untuk uji efek mutagenik.
Terdapat sejumlah uji mutagenik jangka pendek yang lain
atau pengujian mutagenitas (mutagenity assay). Uji ini seringkali
dirujuk sebagai uji in vitro.
Jadi uji ini dibedakan dengan uji in vivo yang menggunakan
jaringan hidup seperti binatang dan manusia. Banyak bahan
kimia dapat menyebabkan kanker pada binatang dan mungkin
menimbulkan kanker pada manusia bersifat mutagenik.
Uji yang herhubungan dengan reproduksi
Uji binatang percobaan untuk memeriksa efek yang merugikan
dari suatu bahan kimia pada reproduksi memerlukan
perlakuan pemaparan terhadap seekor atau kedua induk terhadap
bahan kimia yang sedang diuji sebelum kawin, kemudian
diamati efek-efeknya pada setiap keturunannya.
Kadang-kadang perlakuan paparannya diberikan pada
seekor binatang yang sedang hamil.
Efek reproduksi dapat diklasifikasikan dengan hasil-hasil
temuan seperti apakah keturunannya lebih sedikit jumlahnya,
bobot tubuh yang lebih ringan atau dalam beberapa hal mengalami
kerusakan. Uji rnultigenerasi kadang-kadang diperlukan
untuk mendeteksi efek yang dapat diwariskan bagi generasi
berikutnya.
Uji tingkah laku
Efek bahan kimia terhadap percobaan tingkah laku binatang
percobaan. Misalnya pemberian paparan bahan kimia
terhadap hewan percobaan kemudian hewan percobaan dimasukkan
dalam kotak maze (kotak dengan jalan ruwet)
kemudian diamati tingkah laku hewan percobaan tersebut apakah
terjadi perubahan tingkah laku dengan adanya efek bahan
kimia terhadap otak dan saraf. Namun kerapkali percobaan ini
menunjukkan efek tidak nyata.
Studi epidemiologis
Studi epidemiologis menyelidiki kesehatan sekelompok
orang atau menetapkan apakah mereka terpengaruh oleh
paparan bahan kimia di tempat kerja atau dalam lingkungan
umum. Dalam studi ini perlu perbandingan penyakit yang
timbul akibat bahan kimia pada sekelompok orang yang terpapar
dengan orang-orang yang tidak terpapar dalam kurun
waktu tertentu.
Dua metode penyelidikan yang paling umum dalam epidemiologi
adalah studi kontrol kasus dan studi kohor. Studi
kontrol kasus relatif lebih sederhana pelaksanaannya dan penggunaannya
sedikit meningkat untuk menyelidiki penyebab
penyakit terutama bagi penyakit yang jarang terjadi.
Pada dasarnya metode ini membandingkan orang yang
jatuh sakit atau akibat lainnya dengan suatu kelompok kontrol
yang sesuai, yang tidak dipengaruhi oleh penyakit tersebut atau
akibatnya dalarn suatu usaha untuk mengidentifikasi penyebab.
Studi kohor juga disebut sebagai studi lanjutan atau studi
insiden dengan melekat pada sekelompok penduduk (suatu
kohor) yang digolongkan dalam sub kelompok berdasarkanpemaparan terhadap suatu penyebab penyakit yang potensial KESIMPULAN
atau akibat dari perbedaan dalam paparan (misalnya terhadap
bahan kimia) kemudian diperiksa dan diukur kemudian penduduk
keseluruhan ditindak lanjuti untuk melihat bagaimana
perkembangan penyakit atau akibat selanjutnya antara kelompok
yang terpapar dan tidak terpapar. Meskipun penyelidikan
epidemiologis memberi bukti yang paling dapat dipercaya
bahwa suatu bahan kimia tertentu rnempunyai efek merugikan
kesehatan pada suatu populasi, narnun penyelidikan semacarn
ini memiliki beberapa kelemahan. Hal ini dikarenakan selain
biaya yang rnahal, juga membutuhkan jumlah pekerja yang
terpapar dalam jumlah besar untuk rnemjamin kesahihan perhitungan-
perhitungan statistik.
Di samping itu, studi epidemiologis mungkin tidak dapat
mendeteksi kasus-kasus mengenai peranan dari kasus satu
bahan kimia tertentu ketika para pekerja terpapar terhadap
campuran bahan kimia. Oleh karena informasi yang diberikan
dalam studi epidemiologis sangat terbatas, maka tindakan pencegahan
hendaknya dianjurkan berdasarkan atas studi binatang.
Teori dengan menggunakan uji binatang adalah bahwa manusia
dan binatang seperti mencit, tikus atau anjing memiliki biokimia
dasar dan proses-proses hayati yang sama.
Uji binatang memungkinkan untuk menguji toksisitas suatu
bahan kimia sebelum manusia terpapar.

Preservatif atau bahan awet bagi makanan dan minuman adalah untuk menyekat pembiakan mikro-organisma pada makanan dan minuman serta
melambatkan produk daripada cepat rosak.
Kerosakan makanan dan minuman adalah oleh kerana beberapa faktor. Antaranya ialah:
1. Faktor intrinsik. Ini termasuklah kandungan bahan-bahan kimia dan keadaan fizikal adunan produk itu sendiri yang dapat diserang oleh
mikro-organisma.
2. Faktor memproses. Keadaan yang tidak stril, peralatan, mesin-mesin memproses, mereka yang terlibat dalam pemprosesan, bahan-bahan
mentah yang sudah tercemar, dan juga tahap kebersihan tempat memproses yang tidak dikawal dan tidak menurut tahap kebersihan yang
semestinya.
3. Faktor ektrinsik. Faktor-faktor luaran seperti pencemaran udara, dan juga aspek pembungkusan/packing serta pengstoran yang tidak baik.
4. Faktor implisit. Ini berkaitan dengan sifat mikro-organisma itu sendiri yang saling bertindak, hidupnya dan tindakannya terhadap produk
makanan dan minuman.
Preservatif awal digunakan ialah seperti gula, garam, asid, malahan asap daripada pembakaran kayu; dan ini dipanggil sebagai natural
preservative atau cara pengawetan asli. Dalam perkembangan pembuatan produk makanan dan minuman moden, preservatif yang dibuat
daripada bahan-bahan kimia adalah digunakan. Antara bahan-bahan tersebut termasuklah sodium benzoate, esters of para-hydroxybenzoic
acid (parabens), sorbic acid and its salts, propionic acid and its salts, sulphur dioxide, acetic acid and acetates, dan nitrates.
Benzoate adalah preservatif yang biasa digunakan dalam makanan dan minuman bagi anti mikro-organisma. Bahan ini adalah lebih
sesuai bagi makanan yang mengandungi asid seperti minuman berkarbonat, jus buah-buahan masam, jeruk buah-buahan masam, dan jeruk
kubis. Ini adalah kerana pH optimum bagi keaktifan mikro-organisma ialah antara 2.5 hingga 4.0. Kadar antara 0.05% hingga 0.01% bahan
ini biasanya digunakan dalam produk seperti minuman berkarbonat, kordial, jus buhan, sirap, salad buah-buahan, icing, jem, jeli buah-buahan,
marjerin, masakan berempah, isian bagi pai dan pastri, dan koktel buah-buahan. Parabens (Propyl Paraben dan Methyl Paraben) digunakan dalam penyediaan makanan dan minuman sebagai preservatif kerana
keaktifannya pada kadar pH yang lebih luas dan tinggi, iaitu pH 3.0 hingga 9.0. Kebiasaannya, kedua-dua jenis paraben ini, iaitu Propyl
Paraben dan Methyl Paraben digunakan pada nisbah 2 : 1 atau 3 : 1 bergantung kepada kadar kandungan Air dan Minyak yang digunakan
dalam adunan. Propyl Paraben adalah bahan awet bagi bahagian kandungan minyak yang digunakan dalam adunan/resipi; dan Methyl Paraben
pula bahan awet bagi bahagian kandungan Air.
Sorbic Acid seperti Potassium Sorbate digunakan sebagai bahan bagi anti yis dan kulat (mold). Keaktifannya adalah sehingga ke
kadar pH 6.5. Potassium Sorbate digunakan sebagai bahan awet untuk kek dan biskut (cookies) di mana penggunaannya adalah
0.025% - 0.10%; dan juga minuman berkarbonat, kordial, jus buah-buahan penggunaanya antara 0.025 - 0.10%; dan bagi jem serta jeli buahbuahan
yang menggunakan gula tiruan seperti aspatame dan lain-lain., penggunaanya 0.1%; jeruk buah-buahan menggunakan sebanyak
0.025 - 0.05%. Potassium Sorbate sebagai larutan juga digunakan bagi semburan (atau rendaman) di bahagian permukaan bahan-bahan
makanan yang banyak mengandungi keju, dan juga untuk buah-buahan yang dikeringkan, seperti sosej kering serta ikan kering.
Sodium Propionate dan Calcium Propionate pula digunakan sebagai bahan awet atau preservatif bagi anti mikro-organisma untuk roti
kerana ia aktif bagi menentang kulat, tetapi tidak terhadap yis yang digunakan. Bahan-bahan ini juga berupaya sedikit bagi menentang bakteria,
ia juga dapat menentang B. mesentericus, iaitu sejenis organisma yang menyebabkan roti menjadi berbenang-benang. Penggunaannya adalah
sebanyak sehingga 0.32% bagi pengadunan tepung bagi roti putih (white breads) dan sebanyak 0.38% bagi pengadunan tepung dalam wheat
breads. Bagi produk yang mengandungi keju pula, penggunaannya ialah sebanyak 0.3%.
Sulphur dioxide dan sulphate (termasuk bisulphite dan metabisulphite) juga ada yang digunakan dalam pengadunan pembuatan jus
buah-buahan, sirap, dan buah-buahan yang dikeringkan, sebagai bahan bagi anti mikro-organisma seperti yis, kulat dan bekteria.
Penggunaannya adalah dihadkan sehingga 0.05% sahaja bagi penggunaannya untuk pembuatan buah-buahan yang dikeringkan; dan sebanyak
0.035 % - 0.06% bagi jus buahan yang pekat.
Acetic Acid atau cuka, biasanya dimasukkan ke dalam sos, mayonis, dan jeruk sebagai perasa dan juga sebagai bahan bagi anti
mikro-organisma. Sodium diacetate digunakan juga dalam adunan roti sebanyak antara 0.2% - 0.375% daripada amaun berat tepung yang
digunakan, termasuk juga produk-produk bakeri yang lain.
Nitrates pula digunakan sebagai preservatif bagi makanan yang mengandungi adunan daging bagi anti C. botulinum yang merosakkan
daging dan juga sebagai bahan untuk menyegarkan daging dari tekstur dan warnanya; juga ia sebagai menahan dari segi oksidan. Antioksidan
Antioksidan digunakan dalam pembuatan makanan dan produk minuman berfungsi sebagai anti oksidatif, yakni bagi menahan kerosakan perasa
yang digunakan dan juga mengelakkan kerosakan bau serta kandungan lemak dan minyak yang terdapat dalam adunan.
Kebanyakan pengunaan Antioksidan adalah BHA (Butylated hydroxytoluene) PG (Propyl gallate), Ethoxyquin, dan
TBHQ (Tertiary butylhydroquinon). Pada amnya, penggunaan bahan-bahan ini mestilah tidak melebihi 0.02% kandungan lemak dalam resipi
atau adunan produk.
Bahan Antioksidan apabila digunakan ada kalanya memperlihatkan kesan-kesan synergistik apabila dicampur dengan bahan-bahan lain
yang mengandungi asid seperti ascorbic acid (vitamin C), citric acid, dan phosphoric acid. Gabungan penggunaan Antioksidan seperti
BHA (10%), BHT (10%), PG (6%), dan Citric Acid (6%) adalah juga berkesan bagi minyak masak, marjerin, mentega yang diperbuat dari
lemak mahu pun minyak atau lemak sayuran.
Keberkesanan Antioksidan adalah bergantung kepada kesebatian campurannya ke dalam minyak. Kesilapan yang mesti dielakkan
memasukkan Antioksidan ke dalam minyak sayuran (minyak masak) termasuklah:
(a) tidak sebatinya dengan minyak apabila dicampurkan
(b) kepekatan yang tidak tepat bahan antioksidan itu
(c) tidak keserasian antioksidan dengan minyak
(d) kesalahan pilihan antioksidan yang digunakan, dan kesalahan waktu memasukkan antioksidan ke dalam adunan
Adakalanya antioksidan tidak perlu dimasukkan ke dalam adunan, hanya memadai dimasukkan sahaja ke dalam bungkusan produk.
Menggunakan cara ini, amaun antioksidan yang digunakan hendaklah tidak melebihi 50 ppm (bahagian per juta) daripada amaun produk.

Rhodamin B & Metanil Yellow
Selain boraks dan formalin, masih banyak bahan kimia berbahaya yang digunakan produsen makanan yang perlu diwaspadai konsumen, antara lain, zat pewarna merah Rhodamin B dan Metanil Yellow (pewarna kuning). Berdasarkan hasil penelitian banyak ditemukan zat pewarna Rhodamin dan Metanil Yellow pada produk industri rumah tangga. Rhodamin adalah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah pada industri tekstil plastik.
Rhodamin B dan Menatil Yellow biasanya sering digunakan untuk mewarnai makanan seperti, kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol, manisan, gipang dan ikan asap. Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit. Kelebihan dosis Rhodamin B dan Metanil Yellow bisa menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus.
Sebenarnya adanya bahan tambahan pangan (BTP) yang dimasukkan pada produk makanan bukan hal baru. Bahkan, penggunaan BTP sudah diatur sejak tahun 1988. Melalui peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/1988 yang diperkuat dengan Permenkes 1168/Menkes/1999 antara lain disebutkan bahwa yang termasuk BTP adalah pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal, penyedap dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk memantapkan warna dan tekstur makanan). Bahan kimia seperi boraks dan formalin tidak termasuk kategori BTP dan food grade. Bahkan kedua bahan kimia ini sama sekali terlarang dicampurkan pada makanan.
Pada pewarna merah yang termasuk kategori Bahan Tambahan Makanan (BTP) adalah Ponceau 4 R (70 mg/1 untuk minuman ringan) dan merah allura 300 mg/kg makanan. Kedua pewarna ini harganya jauh lebih murah dibandingkan zat pewarna yang masuk kategori aman untuk dikonsumsi (food grade).
Boraks dan asam salisilat
Selain Rhodamin B dan Metanil Yellow, konsumen juga perlu waspada dengan pemakaian bahan kimia lain. Pasalnya, kajian terhadap penelitian yang dilakukan di Indonesia, ada beberapa kasus penyalahgunaan bahan kimia yang dicampurkan dalam bahan makanan. Bahan kimia yang sering disalahgunakan pemakaiannya adalah asam borat (borak), asam salisilat (aspirin), diettilpirokarbonat (DEP), kalium bromat, kalium klorat, brominated vegetable oil (BVO), dan kloramfenikol. Bahan makanan seperti itu pernah ditemukan, terutama pada produk makanan industri rumah tangga.
Beberapa kasus yang pernah ditemukan adalah penggunaan asam salisilat pada produksi buah dan sayur. Asam salisilat bukan pestisida, melainkan sejenis antiseptik yang salah satu fungsinya untuk memperpanjang daya keawetan. Biasanya sayur yang disemprot asam salisilat berpenampilan sangat mulus tak ada lubang bekas hama. Pada sebagian petani ada juga yang coba-coba menggunakan bahan kimia untuk mengusir hama. Salah satu bahan yang digunakan untuk itu adalah asam salisilat.
Asam salisilat yang disemprotkan pada buah untuk mencegah jamur, sedangkan pada sayuran, asam salisilat digunakan untuk mencegah hama. Sebuah survei menyebutkan asam salisilat pada sayuran non-organik jumlahnya enam kali lebih banyak dibandingkan sayuran organik. asam salisilat akan terserap tanaman dan meninggalkan residu dalam jaringan tanaman. Karena residunya ada dalam jaringan, maka asam salisilat tak akan hilang meskipun sayur atau buah dicuci bersih.
Kualitas pangan
Bahan atau campuran bahan kimia secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan. Tujuannya, untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Fungsi BTP antara lain untuk mengawetkan makanan, mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan, mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan dan membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah serta lebih enak di mulut. Juga digunakan untuk memberi warna dan meningkatkan kualitas pangan.
Sementara jenis pewarna yang dizinkan adalah pewarna alami misalnya kunyit, daun suji, dan pewarna buatan dalam dalam kategori food grade. Untuk pemanis yang diizinkan yakni sakarin, aspartme, dan siklamat. Sedangkan zat pengawet yang diizinkan antara lain benzozt, propionat, nitrit, nitrat, sorbat, dan sulfit. Satu atau beberapa jenis makanan tertentu, tetapi belum tentu hal sama berlaku pada jenis makanan lain.
Pengawet propionat banyak digunakan pada produk roti, cake, dan kue-kue basah. Adapun sulfit biasanya digunakan pada produk manisan buah. Ada juga yang menambahkan sulfit pada gula merah agar tampak cokelat muda dan keras. Pengawet nitrat/nitrit biasa ditambahkan pada produk daging misalnya dendeng, sosis, salami dan kornet agar daging berwarna merah.
Untuk sebaiknya teliti dalam membeli makanan, terutama produk industri rumah tangga. Pasalnya, pengawasan terhadap makanan industri rumah tangga masih sulit dilakukan. Teliti sebelum membeli berlaku untuk memilih makanan. Sebab sebagian produk industri rumah tangga itu kemungkinan mengandung bahan tambahan yang tak aman di konsumsi.

0 komentar: