MAKALAH PROGRAM PEMBELAJARAN 2


BAB 1
PENDAHULUAN
Mutu pendidikan dipengaruhi banyak faktor, yaitu siswa, pengelola sekolah (kepala sekolah, guru, staf, dan dewan/komite sekolah), lingkungan (orangtua, masyarakat, dan sekolah), kualitas pembelajaran, dan kurikulum (Suhartoyo, 2005:2). Hal senada juga dikemukakan oleh Mardapi (2003:8) bahwa usaha peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaian. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar yang lebih baik.
Salah satu faktor yang penting untuk mencapai tujuan pendidikan dengan demikian adalah proses pembelajaran yang dilakukan, sedangkan salah satu faktor penting untuk efektivitas pembelajaran adalah faktor evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Evaluasi dapat mendorong siswa untuk lebih giat belajar secara terus menerus dan juga mendorong guru untuk lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta mendorong sekolah untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas manajemen sekolah.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu mengajar dengan baik tetapi juga mampu melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar, tetapi juga perlu penilaian terhadap input, output, maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Optimalisasi sistem evaluasi menurut Mardapi (2003:12) memiliki dua makna, yaitu 1) sistem evaluasi yang memberikan informasi yang optimal dan 2) manfaat yang dicapai dari evaluasi. Manfaat yang utama dari evaluasi adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan.
Bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar peserta didik. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada peserta didik. Jadi sasaran evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah guru (Mardapi, 2000:2).
Konteks program pembelajaran di sekolah menurut Mardapi (2003:8) bahwa keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari hasil belajar yang dicapai siswa. Di sisi lain evaluasi pada program pembelajaran membutuhkan data tentang pelaksanaan pembelajaran dan tingkat ketercapaian tujuannya. Keberhasilan program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar, sementara implementasi program pembelajaran di kelas atau kualitas proses pembelajaran itu berlangsung jarang tersentuh kegiatan penilaian.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Program
Program dan pemrograman dapat diartikan sebagai berikut:
  1. Mendeskripsikan instruksi-instruksi tersendiri yang biasanya disebut source code yang dibuat oleh programmer.
  2. Mendeskripsikan suatu keseluruhan bagian dari software yang executable.
  3. Program merupakan himpunan atau kumpulan instruksi tertulis yang dibuat oleh programmer atau suatu bagian executable dari suatu software.
  4. Pemrograman berarti membuat program komputer.
  5. Pemrograman merupakan suatu kumpulan urutan perintah ke komputer untuk mengerjakan sesuatu. Perintah-perintah ini membutuhkan suatu bahasa tersendiri yang dapat dimengerti oleh komputer.
            Program diterapkan, maka program harus bebas terlebih dahulu dari kesalahan-kesalahan. Oleh sebab itu program harus diuji untuk menemukan kesalahan-kesalahan yang mungkin dapat terjadi.
2.2 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran yang sering juga disebut dengan belajar mengajar, sebagai terjemahan dari istilah instructional terdiri dari dua kata, belajar dan mengajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Woolfolk dan Nicolich (1984:159) yang mengatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam diri seseorang yang berasal dari hasil pengalaman. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, kecakapan, dan kemampuan, daya reaksi, dan daya penerimaan yang ada pada individu (Sujana dan Ibrahim, 2004:28).
Menurut aliran behavioristik, kegiatan belajar terjadi karena adanya kondisi/stimulus dari lingkungan. Kegiatan belajar merupakan respons/reaksi terhadap kondisi/stimulus lingkungannya. Belajar tidaknya seseorang tergantung kepada faktor kondisional dari lingkungan. Lingkungan dapat berupa lingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah terdiri dari guru, media pembelajaran, buku teks, kurikulum, teman sekelas, peraturan sekolah, maupun sumber-sumber belajar lainnya.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisir lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Hal ini dipertegas oleh Sudjana (2002:29) yang menyatakan bahwa mengajar adalah suatu proses mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar.
Berdasarkan tinjauan proses, pembelajaran terdapat dua kegiatan yang terjadi dalam satu kesatuan waktu dengan pelaku yang berbeda. Pelaku belajar adalah siswa sedangkan pelaku pengajar (pembelajar) adalah guru. Kegiatan siswa dan kegiatan guru berlangsung dalam proses yang bersamaan untuk mencapai tujuan instruksional tertentu. Jadi dalam proses pembelajaran terjadi hubungan yang interaktif antara guru dengan siswa dalam ikatan tujuan instruksional. Karena pelaku dalam proses pembelajaran adalah guru dengan siswa, maka keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari faktor guru dan siswa.


2.3 Evaluasi Program
  1. Tes, Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran, dan penilaian (test, measurement, and assessment). Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan (Mardapi, 1999:2). Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Obyek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu. Tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi.
Hal senada dikemukakan Allen dan Yen dalam Mardapi (2000:1) mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Dengan demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Guru dapat mengukur karakteristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, rating scale atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk kuantitatif.
Penilaian (assessment) memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. The Task Group on Assessment and Testing (TGAT) mendeskripsikan asesmen sebagai semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja (performance) individu atau kelompok (Griffin dan Nix, 1991:3). Popham (1995:3) mendefinisikan asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan. Boyer dan Ewel dalam Stark dan Thomas (1994:46) mengemukakan assesmen sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu siswa, tentang kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem institusi.. Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa asesmen atau penilaian merupakan kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.
Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes. Stufflebeam (2003) mengemukakan bahwa:
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Ada empat hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu: 1) menunjuk pada penggunaan metode penelitian, 2) menekankan pada hasil suatu program, 3) penggunaan kriteria untuk menilai, dan 4) kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan perbaikan program di masa mendatang. Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya.
Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan obyektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program.
Bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan, yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar siswa. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada siswa. Jadi sasaran evaluasi mikro adalah program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah guru (Mardapi, 2000:2).
2.4  Model-model Evaluasi Program Pembelajaran
Model yang populer dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja dalam pelaksanaan evaluasi program pembelajaran, yaitu 1) Evaluasi Model Kirkpatrick (Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model), 2) Evaluasi Model CIPP (Context, Input, Prosess, and Product), dan 3) Evaluasi Model Stake (Model Couintenance).
  1. Evaluasi Model Kirkpatrick
Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kirkpatrick (1998) mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 reaction, level 2 learning, level 3 behavior, dan level 4 result.
    1. Evaluasi Reaksi (Evaluating Reaction)
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta pelatihan berarti mengukur kepuasan peserta (customer satisfaction). Program pelatihan dianggap efektif apabila proses pelatihan dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta pelatihan sehingga mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta pelatihan akan termotivasi apabila proses pelatihan berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses pelatihan yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti pelatihan lebih lanjut.
Partner (2009) mengemukakan the interest, attention and motivation of the participants are critical to the success of any training program, people learn better when they react positively to the learning environment. Disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatan pelatihan tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi peserta pelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan pelatihan. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar.
Kepuasan peserta pelatihan dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu, dan penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
    1. Evaluasi Belajar (Evaluating Learning)
Kirkpatrick (1998:20) mengemukakan learning can be defined as the extend to which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the program. Terdapat tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam program pelatihan, yaitu pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan.
Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program pelatihan maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan keterampilan pada peserta pelatihan maka program dapat dikatakan gagal. Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut: 1) pengetahuan yang telah dipelajari, 2) perubahan sikap, dan 3) keterampilan yang telah dikembangkan atau diperbaiki.
    1. Evaluasi Tingkah Laku (Evaluating Behavior)
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pelatihan dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti pelatihan juga akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.
Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti program pelatihan. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah mengikuti pelatihan dan kembali ke tempat kerja? Bagaimana peserta dapat mentrasfer pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh selama pelatihan untuk diimplementasikan di tempat kerjanya? Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.
    1. Evaluasi Hasil (Evaluating Result)
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pelatihan di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover (pergantian) dan kenaikan keuntungan.
Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork (tim kerja) yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya.
  1. Evaluasi Model CIPP
Konsep evaluasi model CIPP (Context, Input, Prosess, and Product) pertama kali dikemukakan oleh Stufflebeam tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA (The Elementary and Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki.
Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan serta dalam berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam (2003) menggolongkan sistem pendidikan atas empat dimensi, yaitu context, input, process, dan product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama CIPP model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut.
Sudjana dan Ibrahim (2004:246) menerjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna:
  1. Context, situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan, situasi ini merupakan faktor eksternal, seperti misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, dan pandangan hidup masyarakat,
  2. Input, sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai tujuan pendidikan, komponen input meliputi siswa, guru, desain, saran, dan fasilitas,
  3. Process, pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/bahan di dalam kegiatan nyata di lapangan, komponen proses meliputi kegiatan pembelajaran, pembimbingan, dan pelatihan,
  4. Product, hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem pendidikan yang bersangkutan, komponen produk meliputi pengetahuan, kemampuan, dan sikap (siswa dan lulusan).
3.      Evaluasi Model Stake (Model Couintenance)
Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description (deskripsi) dan judgement (pertimbangan), serta membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu antecedent (program pendahulu/masukan/context), transaction (transaksi/kejadian/process), dan outcomes (hasil/result). Stake dalam Tayibnapis (2000:19) berpendapat menilai suatu program pendidikan harus melakukan perbandingan yang relatif antara program satu dan program yang lain, atau perbandingan yang absolut yaitu membandingkan suatu program dengan standar tertentu.
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Lebih lanjut Stake dalam Tayibnapis (2000:20) menyatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan judgement di lain pihak. Dalam model ini antecendent (masukan) transaction (proses) dan outcomes (hasil) data di bandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai manfaat program.
2.5  Cakupan Evaluasi Program Pembelajaran
Evaluasi program pembelajaran menurut Soetopo (2007:137) adalah pemberian estimasi terhadap pelaksanaan pembelajaran untuk menentukan keefektifan dan kemajuan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Memperoleh gambaran yang komprehensif tentang efektivitas program pembelajaran, terdapat tiga komponen yang perlu dijadikan obyek evaluasi, yaitu a) desain program pembelajaran, b) implementasi program pembelajaran, dan c) hasil program pembelajaran yang dicapai.
2.6 Desain Program Pembelajaran
Desain program pembelajaran dinilai dari 1) aspek tujuan yang ingin dicapai ataupun kompetensi yang akan dikembangkan, 2) strategi pembelajaran yang akan diterapkan, dan 3) isi program pembelajaran.


2.7  Kompetensi yang akan dikembangkan
Salah satu aspek dari program pembelajaran yang dijadikan obyek evaluasi adalah kompetensi yang akan dikembangkan, khususnya kompetensi dasar dari mata pelajaran yang bersangkutan. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi dasar yang akan dikembangkan, yaitu a) menunjang pencapaian kompetensi standar kompetensi maupun kompetensi lulusan, b) jelas rumusan yang digunakan (observable), c) mampu menggambarkan dengan jelas perubahan tingkah laku yang diharapkan diri siswa, dan d) mempunyai kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
2.8  Strategi pembelajaran
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai strategi pembelajaran yang direncanakan, yaitu a) kesesuaian dengan kompetensi yang akan dikembangkan, b) kesesuaian dengan kondisi belajar mengajar yang diinginkan, c) kejelasan rumusan, terutama mencakup aktivitas guru maupun siswa dalam proses pembelajaran, dan d) kemungkinan keterlaksanaan dalam kondisi dan alokasi waktu yang ada.
2.9  Isi program pembelajaran
Isi program pembelajaran yang dimaksud adalah pengalaman belajar yang akan disiapkan oleh guru maupun yang harus diikuti siswa. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai isi program pembelajaran, yaitu a) relevansi dengan kompetensi yang akan dikembangkan, b) relevansi dengan pengalaman murid dan lingkungan, c) kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa, d) kesesuaian dengan alokasi waktu yang tersedia, dan e) keautentikan pengalaman dengan lingkungan hidup siswa.
2.10 Implementasi Program Pembelajaran
Selain desain program pembelajaran, proses implementasi program atau proses pelaksanaan pun perlu dijadikan obyek evaluasi, khususnya proses belajar dan pembelajaran yang berlangsung di lapangan. National Council for the Social Studies (2006:4) mengemukakan evaluation istrument should measure both content and process. Disimpulkan bahwa evaluasi dalam social studies seharusnya mengukur isi maupun proses pembelajaran.
Sedangkan mengenai standar evaluasi proses pembelajaran Sudjana dan Ibrahim (2004:230-232) menampilkan sejumlah kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi proses belajar dan pembelajaran yaitu 1) konsistensi dengan kegiatan yang terdapat dalam program pembelajaran, 2) keterlaksanaan oleh guru, 3) keterlaksanaan dari segi siswa, 4) perhatian yang diperlihatkan para siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung, 5) keaktifan para siswa dalam proses belajar, 6) kesempatan yang diberikan untuk menerapkan hasil pembelajaran dalam situasi yang nyata, 7) pola interaksi antara guru dan siswa, dan 8) kesempatan untuk mendapatkan umpan balik secara kontinu.
2.11 Hasil Program Pembelajaran
Selain desain program dan implementasi, komponen ketiga yang perlu dievaluasi adalah hasil-hasil yang dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Hasil yang dicapai ini dapat mengacu pada pencapaian tujuan jangka pendek (ouput) maupun mengacu pada pencapaian tujuan jangka panjang (outcome). Outcome program pembelajaran tidak kalah pentingnya dengan output, karena dalam outcome ini akan dinilai seberapa jauh siswa mampu mengimplementasikan kompetensi yang dipelajari di kelas ke dalam dunia nyata (realworld) dalam memecahkan berbagai persoalan hidup dan kehidupan dalam masyarakat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran tidak cukup hanya dengan mengadakan penilaian terhadap hasil belajar siswa sebagai produk dari sebuah proses pembelajaran. Kualitas suatu produk pembelajaran tidak terlepas dari kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Penilaian terhadap hasil program pembelajaran tidak cukup terbatas pada hasil jangka pendek atau output tetapi sebaiknya juga menjangkau outcome dari program pembelajaran. Berbagai model evaluasi program dapat dipilih oleh guru maupun sekolah untuk mengadakan evaluasi terhadap keberhasilan program pembelajaran. Pemilihan suatu model evaluasi akan tergantung pada kemampuan evaluator, tujuan evaluasi serta untuk siapa evaluasi itu dilaksanakan.
Sistem evaluasi harus difokuskan dengan jelas pada proses perbaikan daripada pertanggungjawaban untuk produk akhir. Sistem ini harus dioperasikan dekat dengan titik intervensi (obyek yaitu sekolah) untuk perubahan. Pendekatan analisis evaluasi pembelajaran dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan sekolah. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi evaluasi di bidang pendidikan harus ditangani dengan analisis multivariat sehingga dapat memberikan bimbingan kepada pengawas sebagai upaya perubahan.

3.2 Saran
Guru sebaiknya menjangkau penilaian terhadap: 1) desain pembelajaran, yang meliputi kompetensi yang dikembangkan, strategi pembelajaran yang dipilih, dan isi program, 2) implementasi program pembelajaran atau kualitas pembelajaran, dan 3) hasil program pembelajaran.

Daftar Pustaka
Dr. D.N. Adjai Robinson, 1980, Asas – Asas Praktik Mengajar, Bhratara Niaga Media, Jakarta.
Dr. M. Saleh Mintasir, 1985, Pengajaran Terprogram, Rajawali, Jakarta.
Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Joko Tri Prasetya, 1997, Strategi Belajar Mengajar, CV. Pustaka Setia, Semarang.
Prof. Dr. H. Muhammad Surya, 2004, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Pustaka Bani Quraisy, Bandung.

0 komentar: