LESSON STUDY DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SEKOLAH UMUM
Oleh
Ahmad Munjin Nasih[1]
Khoirul Adib[2]
Pendahuluan
Banyak kalangan menilai bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong memprihatinkan. Hal ini sudah barang tentu menjadi tantangan bagi setiap elemen yang terlibat dalam pendidikan bagaimana meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Sebagaimana diyakini bahwa mutu pendidikan sangat berbanding lurus dengan mutu (kualitas) para pendidiknya. Artinya, kualitas suatu pendidikan sangat dipengaruhi oleh seberapa tinggi tingkat profesionalitas para pendidiknya.
UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP Nomor 19/2005 telah merumuskan parameter bagaimana seorang guru bisa dikategorikan sebagai pendidik yang profesional. Merujuk pada UU dan PP di tersebut, seorang pendidik dikatakan memiliki keprofesionalan jika mereka setidaknya memiliki 4 kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Namun demikian untuk menjadi pendidik profesional diperlukan usaha-usaha yang sistemik dan konsisten serta berkesinambungan dari pendidik itu sendiri dan pihak pengambil kebijakan.
Selain aspek profesionalitas guru, hal penting lainnya yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan adalah pembaruan dalam efektivitas metode pembelajaran[3]. Pembaruan efektivitas metode pembelajaran dimaksudkan bahwa harus ada upaya terobosan untuk mencari strategi dan metode pembelajaran yang efektif oleh guru di dalam kelas.
Pada saat ini kita masih sering melihat model pembelajaran yang konvensional berlangsung di berbagai lembaga pendidikan. Sebuah sistem dimana guru selalu ditempatkan sebagai pihak ”serba bisa” yang berkuasa sepenuhnya untuk mentransfer berbagai ilmu pengetahuan dan memberikan doktrin-doktrin. Sementara itu, siswa sebagai obyek penerima ilmu pengetahuan harus melaksanakan segala doktrin yang disampaikan oleh guru tanpa boleh membantah. Ketika mengajar di kelas, sang guru seolah-olah mempunyai hak penuh untuk berbicara, sementara siswa harus diam mendengarkan dengan baik tanpa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kritisnya.
Kondisi guru yang demikian dominan setidaknya berakibat kepada lahirnya superioritas guru dan minimnnya input dari pihak lain demi perbaikan kinerja guru. Hal ini bisa difahami, sebab semakin superior seorang guru, maka ada ”ketakutan” dari pihak lain untuk memberikan masukan kepada guru tersebut. Akibat selanjutnya mereka tidak pernah mengetahui apakah pembelajaran yang dilakukan sudah benar dan baik, demikian juga apakah metode yang mereka lakukan telah efektif bisa diterima oleh siswa atau belum.
Fenomena guru diatas, tidak bisa dipungkiri terjadi juga pada guru-guru PAI (Pendidikan Agama Islam) yang mengajar di sekolah umum (non agama). Melihat kenyataan ini, perlu kiranya kita mencari solusi pemecahan yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pertanyaannya sekarang adalah sistem pengajaran yang bagaimanakah yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita? Strategi dan metode pengajaran yang bagaimanakah yang dapat dijadikan alternatif terbaik untuk anak didik kita?
Dalam konteks inilah Lesson Study diyakini mampu meningkatkan profesionalisme pendidik, sebab Lesson Study merupakan model pembinaan profesi pendidik secara kolaboratif dan berkesinambungan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Dengan kata lain, Lesson Study diyakini mampu menjadi lokomotif penggerak gerbong pendidikan. Konon, Jepang sebagai negeri asal Lesson Study (Jugyokenkyu), mampu menjadi kiblatnya reformasi pendidikan bagi banyak negara maju, salah satunya karena menjadikan Lesson Study sebagai budaya dan basis pembelajaran yang terus-menerus dikembangkan.
Kedudukan Pelajaran Agama Islam Di Sekolah Umum
Pendidikan nasional seperti yang diamanatkan GBHN dari waktu ke waktu pada dasarnya adalah pendidikan yang diarahkan untuk membentuk watak, karakter dan kepribadian bangsa yang berlandaskan pada ajaran moral, disamping sudah barang tentu untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan penguasaan teknologi pada anak didik [4]. Untuk itulah perhatian terhadap pendidikan agama sebagai media pembentukan kepribadian, watak, dan karakter bangsa pada semua jenjang pendidikan, menjadi sesuatu yang sangat penting.
Bertolak dari pemikiran di atas, Pusat Kurikulum (Puskur) DEPDIKNAS telah merancang kurikulum pendidikan agama untuk SD sampai SMU sedemikian rupa sehingga bisa menjadi dasar pembentukan karakter bangsa. Pengertian Pendidikan Agama Islam sebagaimana dirumuskan oleh Puskur adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubunganya dengan kerukunan antar ummat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa[5].
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam secara keseluruhan terbagi dalam empat cakupan: Al Quran dan Hadits, Keimanan, Akhlak, dan Fiqh/Ibadah. Empat cakupan tersebut setidaknya menggambarkan bahwa ruang lingkup Pendidikan Agama Islam diaharapkan dapat mewujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya (Hablun minallah wa hablun minannas).
Selain itu, Pendidikan Agama Islam menurut Puskur berfungsi untuk: (1) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; (2) Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga; (3) Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui pendidikan agama Islam; (4) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari; (5) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari; (6) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan non nyata), sistem dan fungsionalnya; (7) Penyaluran siswa untuk mendalami pendidikan agama ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi[6].
Lebih lanjut Puskur menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Agama Islam adalah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Sekilas Tentang Lesson Study
Inovasi pendidikan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan dari masa ke masa. Isu ini selalu juga muncul tatkala orang membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam inovasi pendidikan, secara umum dapat dibedakan dua buah model inovasi yaitu: pertama “top-down model” yakni inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya inovasi pendidikan yang dilakukan oleh Depdiknas selama ini. Kedua “bottom-up model” yaitu model inovasi yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan.
Selama ini pemerintah sesungguhnya selalu melakukan usaha peningkatan mutu guru melalui pelatihan dan tidak sedikit dana yang dialokasikan untuk keperluan pelatihan-pelatihan tersebut. Sayangnya usaha dari pemerintah ini kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru. Setidaknya ada dua hal yang selama ini disinyalir menyebabkan pelatihan-pelatihan guru (dosen) belum berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Pertama, pelatihan tidak berbasis pada permasalahan nyata di dalam kelas. Materi pelatihan yang sama disampaikan kepada semua guru tanpa mengenal daerah asal. Padahal kondisi sekolah di suatu daerah belum tentu sama dengan sekolah di daerah lain. Kadang-kadang pelatih menggunakan sumber dari literartutr asing tanpa melakukan ujicoba terlebih dahulu maupun penyesuaian-penyesuaian untuk kondisi sosio-kultural Indonesia.
Kedua, hasil pelatihan hanya menjadi pengetahuan saja, tidak ditrerapkan pada pembelajaran di kelas ataupun kalau diterapkan mungkin hanya sekali, dua kali dan selanjutnya kembali ke asalnya seperti dulu lagi. Hal ini bisa disebabkan karena content yang disampaikan dalam pelatihan tersebut sulit atau tidak aplikatif untuk bisa diimplementasikan dalam kelas nyata. Hal lain, bisa jadi disebabkan tidak adanya kegiatan monitoring pasca pelatihan, apalagi kalau pihak sekolah (terutama pimpinan) tidak pernah menanyakan hasil pelatihan dan tidak tersedianya forum sharing pengalaman diantara guru-guru.
Untuk mengatasi kelemamahan pelatihan-pelatihan konvensional yang selama ini dirasa kurang bernilai guna dan kurang menekankan pada pasca pelatihan maka menurut hemat penulis, Lesson Study menawarkan model (pola) in-service training yang lebih memfokuskan pada upaya pemberdayaan guru sesuai kapasitas serta permasalahan yang dihadapi masing-masing.
Lesson Study yaitu suatu model (pola) pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian (studi) pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar[7]. Dengan demikian, Lesson Study bukan sebuah metode atau strategi pembelajaran tetapi serangkaian kegiatan pembelajaran yang dapat diterapkan di dalamnya berbagai motode atau strategi pembelajaran yang dianggap efektif dan sesuai dengan situasi, kondisi, dan permasalahana faktual yang dihadapi guru di kelas nyata.
Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan kata lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continous improvement), alias inovasi yang tiada henti. Peningkatan mutu pendidikan melalui Lesson Study dimulai dari tahap perencanaan (Plan) yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa dan berpusat pada siswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dialakukan sendirian tetapi dilakukan bersama, beberapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru dan dosen dapat pula berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide dan wawasan.
Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi, bagaimana menjelaskan suatu konsep. Permasalahan dapat juga berupa pedagogi tentang metode pembelajaran yang tepat agar pembelajaran lebih efektif dan efisien, atau tentang ketersediaan fasilitas pembelajaran yang kurang memadai. Selanjutnya guru secara bersama-sama mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi yang dituangkan dalam rancangan pembelajaran (lesson plan), teaching materials berupa media pembelajaran dan lembar kerja siswa serta metode evaluasi.
Teaching materials yang telah dirancang perlu diujicoba sebelum diterapkan di dalam kelas. Pertemuan-pertemuan yang sering dilakukan dalam workshop antara guru-guru dan dosen-dosen dalam rangka perencanaan pembelajaran mendorong terbentuknya kolegalitas antara guru dengan guru, dosen dengan guru, dosen dengan dosen, sehingga dosen tidak merasa lebih tinggi atau sebaliknya guru tidak merasa lebih rendah. Mereka sharing pengalaman dan saling belajar sehingga melalui kegiatan-kegiatan pertemuan dalam rangka lesson study ini terbentuk mutual learning (saling belajar).
Langkah selanjutnya (kedua) dalam Lesson Study setelah perencanaan adalah pelaksanaan (Do) pembelajaran untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan mengimplementasikan pembelajaran dan sekolah yang menjadi tuan rumah. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektivitas model pembelajaran yang telah dirancang. Guru-guru lain dari sekolah yang bersangkutan atau dari sekolah lain bertindak sebagai observer pembelajaran. Observer juga bisa datang dari para dosen, mahasiswa, dinas pendidikan, dewan sekolah, komite sekolah maupun pihak-pihak lain yang berkenan dan peduli dengan pembelajaran tersebut. Termasuk kepala sekolah juga terlibat dalam pengamantan pembelajaran sekaligus sebagai pemandu kegiatan ini.
Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefing kepada para pengamat untuk menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru sekaligus mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggu kegiatan pembelajaran tetapi mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan ditujukan pada interaksi siswa-siswa, siswa-sumber belajar/bahan-ajar, siswa-guru dan siswa-lingkungan. Lembar observasi pembelajaran perlu dimiliki oleh para pengamat sebelum pembelajaran dimulai. Para pengamat dipersilahkan mengambil tempat di ruang kelas yang memungkinkan dapat mengamati aktivitas siswa. Biasanya para pengamat berdiri di sisi kiri dan kanan di dalam ruang kelas agar aktivitas siswa dapat teramati dengan baik. Selama pembelajaran berlangsung para pengamat tidak boleh berbicara dengan sesama pengamat dan tidak mengganggu aktivitas serta konsentrasi siswa.
Di luar kegiatan di atas, para pengamat dapat pula melakukan perekaman kegiatan pembelajaran melalaui video camera atau foto digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan studi lebih lanjut. Keberadaan para pengamat di dalam ruang kelas disamping mengumpulkan informasi juga dimaksudkan untuk belajar dari pembelajaran yang sedang berlangsung dan bukan untuk mengevaluasi guru. Sekali lagi, bukan dimaksudkan untuk mengevaluasi sang guru apalagi “menghakimi”-nya.
Langkah selanjutnya (ketiga) dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi (See). Setelah selesai pembelajaran, langsung dilakukan diskusi antara guru dan para pengamat yang dipandu oleh kepala sekolah atau personel yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran. Guru mengawali diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran, selanjutnya para pengamat diminta menyampaikan komentar dan lesson lent dari pembelajaran terutama berkenaan dengan aktivitas siswa. Sedangkan jika terpaksa harus memberi kritik atau saran, tentunya kritik dan saran untuk guru disampaikan secara bijak demi perbaikan pembelajaran, dan sebaliknya guru harus dapat menerima masukan dari pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya.
Berdasarkan masukan dari diskusi (refleksi) ini dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya. Pada prinsipnya, semua orang yang terlibat dalam kegiatan Lesson Study harus memperoleh lessont lent, dengan demikian kita membangun komunitas belajar melalui Lesson Study. Dengan kata lain dalam kegiatan Lesson Study guru (dosen) harus berani “membuka kelas” untuk diamati para observer terkait dengan proses dan aktivitas pembelajaran yang dilakukan.
Untuk mempermudah pemahamn kita mengenai tahapan lesson study berikut ini kami gambarkan alur tahapan tersebut:
Alur Kegiatan Lesson Study
Pentingnya Lesson Study Bagi Pembelajaran PAI
Selama pendidikan masih ada, maka selama itu pula masalah-masalah tentang pendidikan akan selalu muncul dan orang pun tak akan henti-hentinya untuk terus membicarakan dan memperdebatkan tentang keberadaannya, mulai dari hal-hal yang bersifat fundamental-filosofis sampai dengan hal-hal yang sifatnya teknis-operasional. Sebagian besar pembicaraan tentang pendidikan terutama tertuju pada bagaimana upaya untuk menemukan cara yang terbaik guna mencapai pendidikan yang bermutu dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang handal, baik dalam bidang akademis, sosio-personal, maupun mental-spiritual.
Salah satu masalah atau topik pendidikan yang belakangan ini menarik untuk diperbincangkan yaitu tentang Lesson Study, yang muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia termasuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral dengan didominasi metode ceramah.
Dalam kasus pembelajaran PAI, praktik pembelajaran konvesional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana guru mengajar (teacher-centered) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centered), dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran siswa. Untuk merubah kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran yang berpusat kepada siswa memang tidak mudah, terutama di kalangan guru yang tergolong pada kelompok laggard (penolak perubahan/inovasi). Dalam kondisi seperti ini, Lesson Study tampaknya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Indonesia menuju ke arah yang jauh lebih efektif.
Catherine Lewis[8], berdasarkan hasil observasinya terhadap berbagai implementasi Lesson Study mengemukakan nilai positif implementasi Lesson Study antara lain:
1. Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya untuk materi pembelajaran PAI tentang pengembangan sikap toleransi dan empati, pengembangan akhlakul karimah, pengembangan kesalehan individual dan sosial siswa, pengembangan kemampuan akademik siswa terhadap mata pelajaran PAI yang bersifat pemahaman konsep, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kreatifitas dan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya.
2. Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa. Untuk materi PAI misalnya tema-tema yang terkait dengan praktik fiqih seperti praktik berwudlu’, sholat, haji dan lain sebagainya yang sangat penting dipahami dan dikuasai siswa terlebih dahulu.
3. Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar PAI, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil dalam mendiskusikan sebuah tema dalam materi PAI, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas PAI yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran PAI. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar PAI sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.
4. Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran PAI yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran PAI secara langsung di kelas nyata. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran PAI akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detil sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.
Dalam konteks pembelajaran Pendidikan Agama Islam, diyakini bahwa praktek dan implementasi pola Lesson Study secara berkelanjutan akan mampu meningkatkan profesionalisme guru-guru PAI yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam itu sendiri. Oleh karena itu, implementasi Lesson Study untuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan terobosan strategis dalam peningkatan kualitas pembelajaran PAI yang mutlak segera dijadikan sebagai tradisi peningkatan mutu pembelajaran.
Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran PAI
Untuk dapat memulai kegiatan lesson study dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam maka diperlukan perubahan dari dalam diri guru PAI itu sendiri sehingga –paling tidak- memiliki sikap sebagai berikut:
1. Semangat introspeksi terhadap apa yang sudah dilakukan selama ini terhadap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan mengajukan pertanyaan terhadap diri sendiri dengan pertanyaan seperti:
1. Apakah saya sudah melakukan tugas sebagai guru PAI dengan baik?
2. Apakah pembelajaran PAI yang saya lakukan telah sesuai dengan kompetensi yang diharapkan akan dicapai siswa?
3. Apakah saya telah membuat siswa merasa jenuh dengan pembelajaran PAI saya?
4. Adakah strategi-strategi lain yang lebih baik yang bisa digunakan untuk melaksanakan pembelajaran PAI ini selain strategi yang biasa saya gunakan?
5. Apakah ada alternatif kegiatan belajar lain yang juga cocok untuk pembelajaran PAI ini?
6. Adakah media pembelajaran yang lebih baik yang dapat dipakai untuk pembelajaran PAI ini selain media pembelajaran yang biasa saya gunakan?
7. Mengapa siswa saya tidak termotivasi untuk mengikuti pembelajaran PAI dari saya?
8. Apakah selama ini saya telah menggunakan instrumen evaluasi PAI yang tepat?
9. dan lain-lain[9].
2. Serangkaian pertanyaan tersebut harus dijawab dengan jujur oleh setiap guru PAI yang ingin terlibat/dilibatkan dalam kegiatan lesson study. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas tentu akan mendorong guru PAI pada proses pencarian cara untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan PBM-nya selama ini.
3. Keberanian membuka diri untuk dapat menerima saran dari orang lain untuk peningkatan kualitas diri.
4. Keberanian untuk mengakui kesalahan diri sendiri.
5. Keberanian untuk mau mengakui dan memakai ide orang lain yang baik.
6. 6. Keberanian memberikan masukan yang jujur dan penuh penghormatan
Jika guru PAI yang terlibat dalam kegiatan lesson study sudah memiliki atau menyadari pentingnya sikap-sikap di atas, maka langkah selanjutnya adalah memfokuskan kegiatan lesson study dengan cara menyepakati tema permasalahan dan pembelajaran yang akan diangkat dalam kegiatan. Kemudian kelompok lesson study dapat membuat perencanaan pembelajaran PAI yang akan dilakukan. Perencanaan pembelajaran ini dituangkan dalam bentuk perangkat pembelajaran dan lembar instrumen observasi pengumpulan data PBM.
Penyusunan lembar observasi untuk mengumpulkan data PBM merupakan suatu elemen penting lesson study yang didasarkan pada rencana pembelajaran yang disusun. Lembar observasi ini akan memandu pengamat untuk memperhatikan aspek-aspek khusus yang menjadi fokus kegiatan lesson study. Pengumpulan data dari hasil observasi PBM ini biasanya terkait dengan suasana kelas, ketercapaian tujuan pembelajaran, keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran yang telah direncanakan, hambatan-hambatan yang muncul saat PBM berlangsung, antusiasme siswa, dsb.
Perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran atau digunakan pada tahap tindakan (do) dalam kegiatan lesson study. Karena lesson study adalah kegiatan yang direncanakan, dilakukan dan dinilai bersama oleh kelompok, maka perlu disadari betul bahwa keberhasilan dan kegagalan PBM adalah tanggung jawab bersama semua anggota kelompok. Oleh karena itu tujuan utama penyusunan perangkat pembelajaran adalah agar segala sesuatu yang telah direncanakan bersama dapat tercapai.
Adapun perangkat pembelajaran yang disusun dalam tahap perencanaan (plan) suatu kegiatan lesson study meliputi:
1. Rencana Pembelajaran. Adapun komponen rencana pembelajaran PAI adalah:
1. Standar kompetensi dan kompetensi dasar, dalam hal ini kita harus memilih dari kurikulum PAI.
2. Pokok bahasan, dipilih dari kurikulum PAI.
3. Indikator, disusun sendiri oleh kelompok guru PAI dan dijabarkan dari standar kompetensi.
4. Model Pembelajaran, dipilih sesuai penekanan kompetensi dan materi.
5. Skenario pembelajaran, berisi urutan aktivitas pembelajaran siswa dan mencerminkan pilihan model Pembelajaran.
6. Urutan Metode Pembelajaran, disesuaikan dengan aktivitas siswa dan model pembelajaran.
7. Media pembelajaran, dipilih dan di urutkan sesuai skenario pembelajaran.
8. Instrumen evaluasi meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik
2. 2. Lembar Kerja Siswa ( LKS)
Berisi langkah- langkah kegiatan belajar siswa. LKS yang di susun dapat bersifat panduan tertutup yang dapat dikerjakan siswa, sesuai dengan tuntunan yang ada, atau dapat juga LKS yang bersifat semi terbuka. LKS model ini memberi peluang bagi siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, walaupun masih ada peranan guru dalam memberikan arahan. LKS dapat juga berupa modul pembelajaran PAI. LKS model apapun yang di susun harus mampu memberikan panduan agar siswa dapat belajar dengan benar, baik dari segi proses keilmuan maupun dalam memperoleh konsep.
1. 3. Teaching Guide (Panduan Guru )
Dalam Lesson study pembelajaran PAI perencanaan dibuat oleh kelompok guru PAI, namun pelaksanaannya tetap di lakukan oleh seorang guru. Agar apa yang direncanakan sesuai dengan yang dilaksanakan, maka perlu adanya pedoman/petunjuk guru. Panduan guru ini biasanya berisi bagaimana guru harus mengorganisasi siswa, mengunakan LKS, memimpin diskusi sampai bagaimana guru harus mengevaluasi.
1. 4. Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang dipergunakan dalam proses pembelajaran PAI di dapat berupa perangkat lunak seperti: lembar transparansi, gambar, CD maupun perangkat keras seperti : OHP, LCD, VCD Player, piranti demonstrasi ataupun piranti ekperimen. Perlu digarsibawahi bahwa Lesson Study melibatkan banyak orang, dalam kaitannya dengan manajemen waktu dan media pembelajaran, maka guru harus benar- benar melakukan uji waktu sebelum tampil, apalagi jika menggunakan perangkat untuk demonstrasi atau eksperimen.
1. Instrumen Evaluasi. Instrumen evaluasi meliputi :
a. Evaluasi kognitif untuk melihat daya serap anak terhadap materi yang di pelajari. Dalam materi Pembelajaran PAI, evaluasi jenis ini lebih ditekankan pada penguasaan konsep-konsep dasar yang prioritasnya harus dibuat secara gradual. Misalnya dimulai dari konsep-konsep tentang aqidah, namun harus disampaikan dengan mekanisme yang simpel, mudah dipahami dan menyenangkan.
b. Evaluasi afektif untuk melihat perubahan perilaku, etika, nilai- nilai (value) pada siswa. Model evaluasi yang kedua ini merupakan ruh (substansi utama) evaluasi dalam pembelajaran PAI.
c. Evaluasi psikomotorik untuk mengetahui keterampilan siswa dalam melakukan pekerjaan. Evaluasi jenis ini dalam kontek pembelajaran PAI ditekankan pada kemampuan siswa dalam memparkatekkan amaliah-amaliah yang tergolong ibadah atau praktek-praktek ritual baik yang wajib maupun yang sunnah. Instrumen ini disusun baik dalam bentuk instrumen test maupun non test, seperti tes unjuk kerja, portofolio dan sebaginya.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang tahapan dalam penyelengggaraan Lesson Study dalam pembelajaran PAI.
1. Tahapan Perencanaan (Plan)
Dalam tahap perencanaan, para guru PAI yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran PAI yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran. Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP PAI, sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang, yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran PAI berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran.
2. Tahapan Pelaksanaan (Do)
Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran PAI yang dilakukan oleh salah seorang guru PAI yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP PAI yang telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru PAI maupin guru bidang studi lainnya, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan, diantaranya:
a. Guru PAI melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP PAI yang telah disusun bersama.
b. Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran PAI dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study.
c. Selama kegiatan pembelajaran PAI berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.
d. Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.
e. Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran PAI yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.
f. Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
g. Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran PAI berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.
3. Tahapan Refleksi (See)
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting karena upaya perbaikan proses pembelajaran PAI selanjutnya akan bergantung dari ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran PAI yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran PAI yang dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP PAI yang telah disusun.
Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran PAI yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran PAI. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.
4. Tahapan Tindak Lanjut (Act)
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah pengetahuan baru, rekomendasi-rekomendasi maupun keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran PAI , baik pada tataran indiividual, maupun menajerial. Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (See) tentunya menjadi modal bagi para guru PAI, baik yang bertindak sebagai pengajar maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran PAI ke arah lebih baik. Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung kepala sekolah sebagai peserta Lesson Study, tentunya kepala sekolah akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan manajemen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau selama ini kepala sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar pendidikan, dengan keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam konteks pembelajaran PAI, Lesson Study merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik atau guru PAI melalui pengkajian pembelajaran PAI secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar yang dilaksanakan berdasarkan tahapan-tahapan secara siklik, yang meliputi: (a) tahapan perencanaan (plan); (b) pelaksanaan (do); (c) refleksi (see); dan (d) tindak lanjut (act).
2. Substansi tujuan implementasi Lesson Study dalam pembelajaran PAI adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa seharusnya belajar PAI dan guru mengajar materi PAI sehingga terjadi peningkatan kualitas pembelajaran PAI secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif dalam setting pembelajaran PAI yang produktif, aktif, inovatif, kreatif, efektif; dan menyenangkan (PAIKEM). Dampak sampingannya yaitu diperolehnya hasil-hasil positif tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran disamping akan terbangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru PAI dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Adapun ciriciri substansi dari Lesson Study yaitu adanya tujuan bersama untuk jangka panjang; materi pelajaran yang penting; studi tentang siswa secara cermat; dan observasi pembelajaran secara langsung di kelas nyata.
3. Dalam pembelajaran PAI, Lesson study memberikan banyak manfaat bagi para guru PAI, antara lain, guru PAI dapat mendokumentasikan kemajuan kinerjanya dalam pembelajaran PAI, dapat memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan dapat mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study yang dipraktekkan sehingga secara langsung maupun tidak, akan menjadi support bagi guru-guru PAI yang lain untuk menjadikan Lesson Study sebagai pijakan tradisi mutu.
Daftar Pustaka
Bill Cerbin & Bryan Kopp. A Brief Introduction to College Lesson Study. Lesson Study Project. (online): http://www.uwlax.edu/sotl/lsp/index2.htm (diakses pada 10 Januari 2009).
Catherine Lewis (2004) Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Online: http://www.sowi-online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm. (diakses pada 2 Januari 2009)
Khalidah, Lilik Nur. 2004. Model Internalisasi Nilai-nilai Moral Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah dengan Kemandirian Aktif Mahasiswa Pada Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Malang. Jurnal IPS dan Pengajarannya
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang. UM Press.
Pusat Kurikulum Depdiknas. 2004. Standar Kompentensi Mata Pelajaran Agama Islam Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyyah. Jakarta. Depdiknas
0 komentar:
Posting Komentar