BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Gaharu
merupakan produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam bentuk gumpalan, serpihan
atau bubuk yang memiliki aroma keharuman khas yang bersumber dari kandungan
bahan kimia berupa resin (α-β oleoresin). Gaharu terbentuk dalam jaringan kayu,
akibat pohon terinfeksi penyakit cendawan (fungi) yang masuk melalui luka
batang (patah cabang). Komoditas gaharu telah cukup lama dikenal masyarakat
secara umum. Beberapa jenis tanaman gaharu yang dikenal antara lain (Aquilaria malaccensis Lamk) adalah salah satu jenis tanaman hutan yang
memiliki mutu sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena kayunya mengandung
resin yang harum baunya. Gaharu berwarna coklat kehitaman sampai hitam, berbau
harum jika dibakar. Gaharu terdapat pada bagian kayu atau akar dari jenis pohon
penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat
terinfeksi oleh sejenis jamur.
Pemanfaatan
gaharu di Indonesia oleh Masyarakat Pedalaman Sumatera dan Kalimantan, telah
berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Gaharu dimanfaatkan antara
lain untuk pengharum tubuh, ruangan, bahkan kosmetik dan obat-obatan sederhana.
Saat ini gaharu sangat sulit ditemukan sehingga perlu dipertahankan dan
dilestarikan agar jenis ini tidak punah. Selain mencegah kepunahan gaharu ini,
pembudidayaan juga dapat meningkatkan produksi gubal gaharu baik secara
kualitas maupun kuantitas dan ekspor gaharu dapat berjalan dengan lancar tanpa
merusak hutan alam.
1.2.
Tujuan
Tujuan
makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.
Untuk mengetahui pembuatan
bibit tumbuhan Gaharu secara kultur jaringan.
2.
Menemukan kombinasi antara
sumber eksplan dan takaran zat pengatur tumbuh yang terbaik terhadap
pertumbuhan eksplan dalam menghasilkan tunas
pada medium Murashige dan Skoog (MS) secara kultur jaringan.
1.3 Manfaat
Manfaat
makalah ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk perbanyakan gaharu dalam
pengadaan bibit gaharu dalam jumlah yang banyak dan relatif singkat dan
penggunaan takaran zat pengatur tumbuh yang terbaik dalam perbanyakan tanaman
gaharu.
BAB II
ISI
2.1 Botanis Gaharu (A. malaccensis Lamk)
Gaharu
didefinisikan sebagai sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta
memiliki kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon
penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari
suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami maupun buatan, yang pada umumnya
terjadi pada pohon gaharu.
Gaharu
(A. malaccensis Lamk ) dapat ditemukan di Bangladesh,
Bhutan,
India,
Indonesia,
Iran,
Laos,
Malaysia,
Myanmar, Philipina, Singapore,
dan Thailand.
Gaharu hanya diambil gubalnya yang mengeluarkan bau harum. Keharuman gubal
gaharu terbentuk oleh kayu yang mengalami pelapukan dan mengandung damar wangi
(aromatic resin) sebagai akibat
serangan jamur. Dengan kata lain, gaharu atau gubal gaharu merupakan substansi
aromatik berupa gumpalan atau padatan berwarna coklat muda sampai coklat
kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tersebut. Substansi
aromatik yang terkandung dalam gubal gaharu ini termasuk dalam golongan sesquiterpena.
Taksonomi
atau klasifikasi gaharu (Aquilaria)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Family : Thymeleceae
Genus : Aquilaria
Species : A. malaccensis Lamk
Secara ekologis jenis-jenis gaharu di
Indonesia tumbuh di hutan primer terutama di dataran rendah, dan daerah
pegunungan sampai ketinggian 2.400 m dpl. Umumnya gaharu yang berkualitas baik
tumbuh pada daerah beriklim panas dengan suhu 28° - 34° C, kelembaban 60 – 80
%, dan curah hujan 1.000 – 2.000 mm/tahun (Sumarna, 2002 dalam Martesa 2006).
Tinggi
pohon di daerah potensial, gaharu ini dapat mencapai 4 meter dengan diameter 50
– 80 cm. Kulit batangnya licin berwarna putih atau keputih-putihan, lurus atau
kadang-kadang beralur. Kayunya agak keras, daun lonjong memanjang dengan
panjang 5 – 8 cm dan lebarnya 3 – 4 cm, berujung runcing, dan berwarna hijau
mengkilat. Bunga berada diujung ranting atau ketiak daun bagian atas dan bawah.
Buah berada di dalam polong berbentuk bulat atau lonjong, berukuran panjang
sekitar 5 cm, dan lebar 3 cm (Sumarna, 2002 dalam
Martesa 2006).
2.2 Pembentukan Gaharu
Gaharu dihasilkan tanaman sebagai
respon dari masuknya mikroba yang masuk ke
dalam jaringan yang terluka. Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara
alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit
terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Masuknya
mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel
tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap penyakit atau patogen. Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin
berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada pembuluh xilem
dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke
jaringan lain. Namun, apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat
mengalahkan sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian
tanaman yang luka dapat membusuk. Ciri-ciri bagian tanaman yang telah
menghasilkan gaharu adalah kulit batang menjadi lunak, tajuk
tanaman menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan,
atau penebalan pada batang dan cabang tanaman. Senyawa gaharu dapat
menghasilkan aroma yang harum karena mengandung senyawa guia
dienal, selina-dienone,
dan selina
dienol. Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang
tanaman penghasil gaharu dan memasukkan inokulum
cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon
penghasil gaharu memiliki mikroba spesifik untuk
menginduksi penghasilan gaharu dalam jumlah yang besar.
2.3 Manfaat Gaharu
Gaharu banyak diperdagangkan dengan
harga jual yang sangat tinggi. Selain ditentukan dari jenis tanaman
penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin
dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga
gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya.
Sampai saat ini, pemanfaatan gaharu masih dalam bentuk bahan baku
(kayu bulatan, cacahan, bubuk, atau fosil kayu yang sudah terkubur. Setiap
bentuk produk gaharu tersebut mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda. Gaharu
mempunyai kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma dengan
keharuman yang khas. Dari aromanya itu yang sangat popular bahkan sangat
disukai oleh masyarakat negara-negara di Timur Tengah, Saudi Arabia, Uni
Emirat, Yaman, Oman, daratan Cina, Korea, dan Jepang sehingga dibutuhkan
sebagai bahan baku industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet
berbagai jenis asesoris serta untuk keperluan kegiatan keagamaan. Seiringnya
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, gaharu bukan hanya
berguna sebagai bahan untuk industri wangi-wangian saja, tetapi juga secara
klinis dapat dimanfaatkan sebagai obat. Gaharu bisa dipakai sebagai obat: anti
asmatik, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan ,obat sakit perut,
penghilang rasa sakit, kanker, diare, tersedak, tumor paru-paru, obat tumor usus
,penghilang stress, gangguan ginjal, asma, hepatitis, dan untuk kosmetik.
2.4 Kultur Jaringan
Kultur
jaringan dalam bahasa asing disebut dengan tissue
culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur jaringan merupakan
salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan
teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun,
mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara
aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah
perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode
kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya
untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang
dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain:
mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah
yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan
mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan
dengan perbanyakan konvensional. Pertumbuhan
dan perkembangan jaringan pada kultur diarahkan menurut tujuan yang diinginkan
dengan memanipulasi komposisi medium dan lingkungannya.
Teori yang mendasari tehnik kultur jaringan
adalah teori sel oleh Schawann dan Scheleiden (1838) yang menyatakan sifat
totipotensi ( total genetic potential)
sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi
genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang
menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai ( Yusnita,
2003).
Menurut Santoso dan Nursandi (2003) ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan yaitu:
1. Genotipe
Pada beberapa jenis tumbuhan embrio mudah tumbuh akan tetapi
pada beberapa jenis tumbuhan lain sukar untuk tumbuh. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan kultivar dari jaringan yang sama.
2. Komposisi
media makanan
Media untuk pertumbuhan embrio harus
mengandung unsur hara makro, unsur hara mikro dan gula. Faktor penting lainnya
yang tidak boleh diabaikan adalah adanya ion ammonium dan potassium.
3. Oksigen
Suplai oksigen yang cukup sangat menentukan laju multiplikasi
tunas dalam usaha perbanyakan secara In vitro.
4. Cahaya
Kadang-kadang untuk perkembangan embrio
membutuhkan tempat gelap kira-kira selama 7-14 hari. Baru dipindah ke tempat
terang untuk pembentukan klorofil.
5. Temperatur
Temperatur optimum yang dibutuhkan umumnya tergantung
dari jenis tumbuhan yang digunakan. Secara normal temperatur yang digunakan
adalah antara 220° C-280° C.
6. Lingkungan
yang aseptik
Kondisi lingkungan sangat menentukan terhadap tingkat
keberhasilan pembiakan tanaman dengan kultur jaringan.
Selain suhu, kelembaban dan cahaya, Pierik (1982)
menambahkan kondisi fisik yang paling baik dalam kultur jaringan adalah pH. pH
pada media makanan pengaruhnya belum diketahui. Dapat dipakai pH antara 5,0 -
6,5. Sedangkan menurut Wetherell (1976) bahwa sel-sel tanaman yang ditumbuhkan
secara in vitro mempunyai toleransi
pH relatif sempit, dengan titik optimum antara pH 5,0 dan 6,0.
2.5 Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik yang bukan nutrisi
tanaman yang dalam jumlah kecil atau konsentrasi rendah akan merangsang dan
mengadakan modifikasi secara kualitatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Penggunaan zat pengatur tumbuh bila digunakan dengan konsentrasi
rendah akan merangsang pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan dalam
jumlah besar/konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat
mematikan tanaman. Beberapa zat pengatur tumbuh yang dikenal adalah :
1.
Auksin : salah satu hormon
tumbuh yang tidak terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan suatu
tanaman.
2.
Sitokinin : zat
pengatur tumbuh ini mempunyai peranan dalam proses pembelahan sel
3.
Gibberelin : hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh
pada sifat genetik, yang mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel,
aktivitas kambium dalam mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.
4.
Etilen : hormon tumbuh yang
secara umum berlainan dengan auksin, giberelin, dan sitokinin. Etilen mempunyai
peranan penting dalam proses pematangan buah
5.
Inhibitor : zat yang menghambat pertumbuhan pada
tanaman, sering didapat pada proses perkecambahan, pertumbuhan pucuk atau dalam
dormansi.
Zat
pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan
diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh di dalam medium, pertumbuhan
sangat terhambat bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan kalus dan
organ-organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur tumbuh
tersebut.
Pada
umumnya zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah
dari golongan auksin dan sitokinin. Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh
kemampuan dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, dengan
struktur kimia yang dicirikan dengan adanya cincin indole. Auksin sebagai salah
satu hormon tumbuhan bagi tanaman mempunyai peranan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, dimana hormon tumbuh ini berpengaruh terhadap
perpanjangan sel, menghambat pertumbuhan tunas ketiak (lateral), merangsang
pembelahan sel pada daerah kambium serta mempercepat pertumbuhan akar (Heddy,
1986).
Auksin
sintetik yang sering digunakan adalah Naptalene
Acetic Acid (NAA) karena lebih tahan
dan stabil. Pada penelitian Martesa (2006) dengan pemberian NAA 0,175 mg/l +
5,0 mg/l BAP pada medium MS ada beberapa yang belum mengalami pembentukan
kalus, hal ini diduga karena konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA yang kurang
optimal dari media tersebut. Sedangkan pada penelitian Agustunine (1999)
melaporkan bahwa pada tanaman Gmelina
arborea Linn konsentrasi yang terbaik bagi pertumbuhannya adalah NAA 0,05
mg/l + BAP 0,25 mg/l. NAA dari golongan ini telah digunakan secara luas untuk
menginduksi kalus baik gymnospermae
dan angiospermae. Perakaran umumnya
diinduksi dari kalus karena peranan hormon NAA ini. 6-Benzylaminopurin (BAP) adalah sitokinin sintetis, dimana struktur
kimianya sama dengan kinetin tetapi lebih efektif. BAP digunakan untuk
pembentukan kalus, tetapi yang paling baik adalah untuk memacu pertumbuhan dan
perkembangan dari tunas. BAP juga sedikit menginduksi perakaran. Menurut
Raharja (1993), sitokinin termasuk hormon yang dapat mempengaruhi pembelahan
sel pada jaringan tanaman yang ditumbuhkan pada media buatan. Perlu diketahui
bahwa dalam beberapa keadaan pembentukan akar akan mengikuti pembentukan tunas,
tetapi BAP dengan konsentrasi yang tinggi dan masa yang panjang seringkali
menyebabkan regenerasi tanaman sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakan
pucuk abnormal. Menurut Pierik (1987) , BAP dalam konsentrasi tinggi (1-10
mg/l) dapat menginduksi tunas. Penelitian Duma (1995) hanya menghasilkan kalus
dari eksplan kotyledon A. mangium
dengan penambahan 0,01 mg/l NAA dan 5 mg/l BAP. Sedangkan Martesa (2006) melaporkan pembentukan kalus
baru dan tunas pada gaharu dengan penambahan 0,175 mg/l NAA dan 5,0 mg/l BAP .
Menurut
Hendaryono dan Wijayani (1994) dalam pertumbuhan jaringan tanaman, sitokinin
berpengaruh terutama pada pembentukan sel. Bersama-sama dengan auksin
memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Pada pemberian
auksin dengan kadar yang relatif tinggi diferensiasi kalus cenderung ke arah
pembentukan akar, sedangkan pada pemberian sitokinin dengan kadar yang relatif
tinggi perkembangan kalus akan cenderung ke arah pembentukan batang dan tunas.
2.6 Sumber Eksplan
Eksplan
adalah bahan tanaman yang digunakan
dalam kulturisasi. Eksplan ini menjadi bahan dasar dalam pembentukan tunas. Bagian tanaman yang bersifat meristematik
antara lain terdapat pada ujung batang dikenal dengan meristem apikal,
sedangkan meristem yang terdapat pada kuncup di ketiak daun disebut meristem
aksiler. Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah kotiledon,
daun, akar, tunas pucuk, empulur batang, potongan batang satu buku, umbi lapis,
dan bagian bunga (Indrianto dalam Ike
Martesa 2006) . Menurut Yusrianti (2002) sumber eksplan yang terbaik adalah
berasal dari pucuk yang mampu menginduksi kalus ulin paling cepat dibandingkan
dengan sumber eksplan batang. Selanjutnya Asnawati (1998) menyatakan sumber
eksplan terbaik adalah berasal dari apeks dalam
pembentukan tunas Accacia mangium
Wild. Menurut Irawati (2005) dalam kultur pucuk biasanya media mengandung
auksin dan sitokinin dengan konsentrasi sitokinin lebih tinggi dari auksin
karena sitokinin dapat mengatasi kemunduran daya tumbuh apabila pertumbuhan
terganggu.
Pemgambilan bahan tanaman dapat
langsung dari tanaman dewasa yaitu pada bagian pucuk tanaman, daun dan umbi.
Cara ini membutuhkan waktu yang cepat, disamping itu bahan eksplan dapat
diambil dari tanaman hasil seedling, biji yang akan ditanam adalah biji yang
cukup tua dan sebaiknya jangan mengambil yang telah dijual dipasaran, supaya
hasil yang diperoleh dijamin kualitasnya. Biji yang digunakan langsung dipetik
dari pohon induknya atau yang dijual dibalai benih (berserikat) tempat
penanaman menggunakan pot, setelah tumbuh tanaman tersebut dapat dipotong
menjadi bahan eksplan.
2.7 Konsep Pengambilan
Ekplan
Gaharu
adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki
kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil
gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati, sebagai akibat dari proses
infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada pohon tersebut, dan
pada umumnya terjadi pada pohon A. malaccensis Lamk. Karena nilai jual gaharu yang tinggi, permintaaan pasar akan
gaharu terus meningkat. Oleh karena itu upaya pembudidayaaan gaharu perlu
dilakukan.
Salah satu upaya pembudidayaan dalam
perbanyakan tanaman gaharu adalah dengan teknik kultur jaringan. Pada kultur
jaringan bahan tanaman dan zat pengatur tumbuh merupakan faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis suatu kultur, dimana untuk tumbuh dan
berkembang diperlukan jaringan yang sedang aktif tumbuh, nutrisi dan hormon
yang cukup untuk merangsang pembelahan dan diferensiasi sel. Eksplan dapat diambil dari semua bagian tanaman seperti pucuk, daun,
cabang, batang, petiol, akar, biji, embrio, tunas, kambium, epikotil, kotiledon,
hipokotil, meristem apikal, bunga, serbuk sari, buah termasuk bakal buah sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Eksplan yang berasal dari bagian yang berbeda
akan memberikan respon yang berbeda pula terhadap pengerjaan yang dilakukan,
karena setiap bagian dari tubuh tumbuhan memiliki sifat, bentuk serta susunan
jaringan dan kandungan hormon untuk mendorong pertumbuhan yang berbeda,
sehingga dalam penggunaanya akan menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang
berlainan.
Pada
dasarnya setiap jaringan yang sedang mengalami pertumbuhan terhadap zat
pengatur tumbuh dalam kadar tertentu yang berbeda untuk masing-masing bagian
tanaman. Seringkali penambahan zat pengatur tumbuh dari luar diperlukan dengan
konsentrasi tertentu untuk mencukupi kebutuhan zat tumbuh yang tidak terpenuhi
secara endogen. Penambahan zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang sama
dapat memberikan pertumbuhan yang berlainan pada tiap bagian tanaman. Interaksi
dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan pada media dan yang
diproduksi oleh sel secara endogen tersebut akan menentukan arah perkembangan
eksplan.
Keseimbangan
kombinasi antara auksin (NAA) dan sitokinin (BAP) juga mempengaruhi
perkembangan dari eksplan. Kombinasi sitokinin dan auksin pada setiap tanaman
berbeda-beda tergantung pertumbuhannya serta faktor lain yang mempengaruhi
eksplan. Pada sebagian besar tanaman pemberian sitokinin dalam konsentrasi yang
lebih tinggi dari pada auksin akan mendorong pembentukan tunas, sedangkan
pemberian auksin dalam konsentrasi yang lebih tinggi daripada sitokinin akan
mendorong pembentukan akar.
Berdasarkan
pemikiran di atas, maka dalam penelitian ini digunakan eksplan yang berasal
dari batang dan pucuk serta 5 kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yaitu
NAA dan BAP, sehingga dimungkinkan untuk mengetahui perkembangan jenis (A. malaccensis Lamk) secara kultur
jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. SNI 01-5009.1-1999: Gaharu. Badan Standar-disasi Nasional
(BSN). 1999
Soehartono, Tonny; Gaharu: Kegunaan dan Pemanfaatan. Disampaikan
pada Lokakarya Tanaman Gaharu di Mataram tanggal 4 – 5 September 2001
Santoso, U. dan Nursandy, F..2004.
Kultur Jaringan Tanaman. Edisi II. Universitas Muhamadyah Malang Press. Malang.
Standar Nasional Indonesia. 1999. Gaharu.
Jakarta. Diakses dari http://www.bpdas musi.net/_userdata/BkGaharu.pdf.
Sumarna, Y. 2005. Budidaya Gaharu. Penebar
Swadaya. Edisi ke II. Jakarta. Universitas
Rohadi, Dede dan Suwardi Sumadiwangsa, Prospek
dan Tantangan Pengembangan Gaharu di Indonesia: Suatu Tinjauan dari Perspektif
Penelitian dan Pengembangan, Disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Tanaman
Gaharu di Mataram.
2 komentar:
artikelnya sangat menarik, saya petani gaharu kampung sanagt membutuhkan orang-orang genius seperti anad
Saya hanya mencoba menyampaikan ilmu Pak karena itu sudah keharusan kita tuk sharing hal yang bermanfaat terhadap sesama. ALhamdulillah, semoga makin sukses Pak penanaman gaharunya ^_^
Posting Komentar