BAB I
PENDAHULUAN
1.1
. Latar Belakang
Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan
alternatif untuk mendapatkan tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan
tanaman induknya dalam jumlah yang besar. Perbanyakan secara vegetatif dengan
sifat konvensional umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena
itu, saat ini di beberapa Negara maju telah banyak dikembangkan suatu sistem
perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil yang lebih
banyak lagi, yakni dengan sistem kultur jaringan atau budidaya jaringan.
Kultur jaringan tanaman adalah teknik perbanyakan
tanaman secara bioteknologi. Perbanyakan bibit secara kultur jaringan
menggunakan bahan vegetatif atau organ tanaman lalu di biakkan secara in vitro,
dan menghasilkan bibit-bibit tanaman dalam jumlah banyak pada waktu singkat,
serta sifat dan kualitas sama dengan induknya.
Saat ini, kultur
jaringan telah berkembang menjadi suatu teknologi bioteknologi yang bermanfaat
untuk memproduksi bibit-bibit unggul, pemuliaan tanaman, pelestarian plasma
nutfah, dan kreasi varietas baru untuk perbaikan kualitas tanaman. Perbanyakan
tanaman dengan system kultur jaringan
dilaksanakan di suatu laboratorium yang aseptis dengan peralatan seperti
pada laboratorium mikrobiologi. Ada banyak sekali permasalahan yang dapat
diteliti untuk menghasilkan bibit secara in vitro, yaitu mulai dari cara
budidayanya, eksplan yang digunakan, sampai dengan macam enzim yang digunakan
untuk fusi protoplas.
Perkembangan ilmu dan teknik budidaya tanaman, saat
ini telah tersedia bahan tanaman jati hasil rekayasa teknis, baik melalui
pengembangan benih dari pohon plus maupun teknologi kultur vegetatif. Hasilnya
berupa klon atau kultivar tanaman jati dengan daur produksi ekonomis sekitar 15
tahun sehingga dalam kurun waktu relatif singkat dapat diperoleh nilai produksi
yang cukup menjanjikan. Perbanyakan atau pengembangan secara kultur jaringan
atau kultur tunas merupakan upaya pengembangan tanaman melalui pembiakan
sel-sel meristematis dari jaringan tanaman, seperti pucuk/tunas, ujung akar,
embrio benih, atau bunga.
Jati
hasil kultur jaringan yang beredar saat ini dengan klon dari berbagai asal-usul
di luar negeri, perlu dikaji lebih cermat karena pada umumnya klon yang berasal
dari kultur jaringan bersifat site spesific,
sehingga belum tentu cocok dikembangkan di setiap lokasi di Indonesia.
Perbanyakan secara kultur jaringan bukan merupakan metode pemuliaan, tetapi hanya merupakan suatu metode perbanyakan biasa sehingga tidak dapat memperbaiki kualitas genetik bibit. Oleh karenanya perlu didukung adanya uji klon unggul untuk skala operasional.
Perbanyakan secara kultur jaringan bukan merupakan metode pemuliaan, tetapi hanya merupakan suatu metode perbanyakan biasa sehingga tidak dapat memperbaiki kualitas genetik bibit. Oleh karenanya perlu didukung adanya uji klon unggul untuk skala operasional.
Oleh
karena itu dalam program pengembangan jati diminta agar dilaksanakan koordinasi
yang intensif dan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
- Penggunaan klon-klon jati lokal dengan jumlah (klon) yang lebih besar dan jelas asal-usulnya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan di masa yang akan datang.
- Informasi yang tersebar tentang jati yang dapat dipanen pada umur 15 tahun, masih perlu dilakukan kajian lebih lanjut dari berbagai aspek antara lain aspek genetik. Sebab aspek genetik sangat berperan dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman melalui uji genetik. Untuk itu perlu dilakukan plot uji coba genetik pada setiap lokasi pengembangan yang akan dilakukan dan dapat dimonitor serta diamati perkembangannya.
- Di samping faktor genetik, manipulasi faktor lingkungan seperti jarak tanam, pemupukan, pemeliharaan, pola tanam dan lain-lainnya merupakan hal penting yang harus dilakukan dan ternyata memberikan hasil yang signifikan.
Tanaman jati
merupakan tanaman tahunan yang memiliki nilai produk yang sangat ekonomis. Bahan
bangunan dan meubel yang berasal dari kayu jati memiliki kelas pasar tertentu
dengan nilai jual tinggi. Umumnya tanaman jati dipanen setelah berumur lebih
dari sepuluh tahun. Terobosan teknologi menghasilkan jenis-jenis jati tertentu
yang berumur genjah dengan kualitas produk yang baik. Umumnya tanaman jati
diperbanyak dengan anakan. Namun untuk kebutuhan pengembangan luas seperti
pembangunan hutan industri, misalnya, perbanyakan konvensional sangat
menyulitkan. Perbanyakan bibit melalui teknik kultur jaringan merupakan salah
satu teknologi harapan yang banyak dibicarakan dan terbukti memberikan
keberhasilan. Teknik ini menawarkan cara perbanyakan tanaman dalam jumlah
banyak dan waktu cepat dengan memanfaatkan bahan tanaman asal yang terbatas.
1.2
. Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah untuk mengetahui proses kultur jaringan pohon jati.
BAB II
ISI
2.1 Definisi Kultur Jaringan
Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan
alternatif untuk mendapatkan tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan
tanaman induknya dalam jumlah yang besar. Perbanyakan secara vegetatif dengan
sifat konvensional umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena
itu, saat ini di beberapa Negara maju telah banyak dikembangkan suatu system
perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil yang lebih
banyak lagi, yakni dengan system kultur jaringan atau budidaya jaringan.
Kultur jaringan tanaman adalah teknik perbanyakan
tanaman secara bioteknologi. Perbanyakan bibit secara kultur jaringan
menggunakan bahan vegetatif atau organ tanaman lalu di biakkan secara in vitro,
dan menghasilkan bibit-bibit tanaman dalam jumlah banyak pada waktu singkat,
serta sifat dan kualitas sama dengan induknya.
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa
asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus, atau gewebe kultur.
Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk
dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.
Kultur jaringan akan lebih besar persentase
keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem adalah
jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah,
dindingnya tipis, belum mempunyai penebalan dari zat pectin, plasmanya penuh,
dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk
tissue culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga
diperkirakan mempunyai zat hormone yang mengatur pembelahan.
Usaha pengembangan tanaman dengaan kultur jaringan
merupakan usaha perbanyak vegetatif tanaman yang dapat dikatakan masih baru.
Namun saat ini sudah banyak sekali penemuan-penemuan tentang ilmu pengetahuan
kultur jaringan dalam bidang pertanian, biologi, farmasi, kedokteran, dan
sebagainya. Di bidang farmasi, teknik kulttur jaringan sangat menguntungkan
karena dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder untuk keperluan obat-obatan
dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat. Untuk mengetahui
keuntungan pelaksannan kultur jaringan lebih lanjut, maka perlu dikemukakan
perbedaan perbanyak secara vegetatif dan generatif.
Perbanyakan tanaman dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
perbanyakan tanaman secara generatif dan
perbanyakan tanaman secara vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif
adalah dengan menanam biji, sedangkan perbanyakan tanaman secara vegetatif
adalah dapat dilakukan dengan cara setek, okulasi, cangkok, penyambungan, dan
yang paling mutakhir adalah kultur jaringan. Metode perbanyakan dengan cara ini
dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak, dalam waktu yang relatif
singkat.
Pengembangan tanaman dalam jumlah besar berarti pula
memperbanyak tanaman secara besar-besaran untuk menhasilkan klon. Klon adalah sekumpulan tanaman atau individu
atau jaringan yang mempunyai sifat keturunan atau sifat genetic yang sama .
bila tanaman-tanaman yang dihasilkan berasal dari pengembangan suatu jaringan
meristem maka disebut mericlone. Sifat-sifat dari meriklone ini sama persis
dengan tanaman induknya.
2.2 Manfaat Kultur Jaringan
Kegunaan utama dari
kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dan
dalam waktu yang relative singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi
sama persis dengan tanaman induk. Dari teknik kultur jaringan ini diharapkan
pula memperoleh tanaman baru yang bersifat lebih unggul.
Kultur jaringan
telah dikenal banyak orang sebagai usaha mendapatkan varietas baru yang unggul,
dari suatu jenis tanaman dalam waktu yang relatif lebih singkat daripada dengan
cara pemuliaan tanaman yang harus dilakukan penanaman secara berulang-ulang
sampai beberapa generasi. Untuk mendapatkan varietas baru melalui kultur
jaringan, dapat dilakukan dengan cara isolasi protoplas dari dua macam varietas
yang difusikan.
Kultur jaringan mempunyai
manfaat yang besar dibidang farmasi, karena dari usaha ini dapat menghasilkan
metabolit sekunder untuk upaya pembuatan obat-obatan, yaitu dengan memisahkan
unsure-unsur yang terdapat didalam kalus maupun protokormus. Kultur jaringan
juga memberikan manfaat dibidang fisiologi tanaman. Pada tanaman anggrek,
misalnya telah berhasil diketahui bahwa jika ujung akarnya diiris melintang
akan memperlihatkan warna tertentu. Warna ini yang nantinya akan sama dengan
warna bunganya. Hal ini sangat jelas bermanfaat di dunia perdagangan tanaman
hias, sebab walaupun tanaman nya belum
berbung, orang sudah dapat mengetahui warna bunga yang akan muncul.
Teknik kultur
jaringan sampai saat ini memang belum biasa dilaksanakan oleh para petani, baru
beberapa kalangan pengusaha swasta saja yang sudah mencoba melaksanakannya,
karena pelaksanaan teknik kultur jaringan ini memang memerlukan keterampilan
khusus dan harus dilatarbelakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang
fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia, dan pertanian. Dengan
demikian akan sangat sulit untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Namun,
lepas dari semua kendala tersebut, kita harus mengetahui bahwa teknik kultur
jaringan sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan terutama untuk pengembangan
bioteknologi.
2.3 Media Tumbuh Kultur Jaringan
Media
tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu,
macam-macam media kutur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup
banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama
penemunya. Media tumbuh untuk eksplan ini berisi kualitatif komponen bahan
kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap
persenyawaan. Medium yang digunakan untuk alas makanan mengandung garam-garam
mineral yang terdiri dari unsur-unsur makro dan mikro, sumber karbon, vitamin,
asam-asam amino, zat pengatur tumbuh, bahan organik kompleks seperti air
kelapa, ekstrak kamir, ekstrak pisang, air jeruk, daging buah alpokat, apel,
kentang, ekstrak buncis, kedelai dan sebagainya.
Unsur-unsur
yang dibutuhkan oleh tanaman dikelompokan menjadi dua, yaitu garam garam
anorganik dan zat organik.Garam anorganik dibedakan lagi menjadi unsur makro
dan unsur mikro. Unsur makro adalah
unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar, yaitu Nitrogen(N), Fospor(P),
Kalium(K), Sulfur(S), Kalsium(Ca), dan Magnesium(Mg). Unsur NPK adalah unsur
yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman, sedangkan unsur S, Ca, dan Mg boleh ada
dan boleh tidak. Unsur mikro adalah unsur yang diperlukan tumbuhan dalam jumlah
kecil. Unsur yang termasuk unsur mikro adalah
Klor(Cl), Mangan(Mn), Besi(Fe), Tembaga(Cu), Seng(Zn), Bor(B),
Molibdenum(Mo).
Unsur-unsur
makro biasanya diberikan dalam bentuk NH4NO3, KNO3, CaCl2, 2H2O, MgSO4, 7H2O,
dan KH2PO4. Sedangkan unsur mikro biasa
diberikan dalam bentuk MnSO4, 4H2O, ZnSO4, H3BO3, KJ, NaMoO4, 2H2O, CuSO4,
5H2O, CoCl2, dan 6H2O.
Zat
organik yang biasanya ditambahkan dalam medium kultur jaringan adlah sukrosa,
mio-inositol, vitamin, asam-asam amino dan zat pengatur tumbuh. Sebagai
tambahan biasanya diberi zat organik lain seperti air kelapa, ekstrak ragi,
pisang, tomat, taoge, jeruk, kentang, avokat, pepaya dan masih banyak lagi
lainnya.
Zat
tambahan yang biasa digunakan adalah zat pengatur tumbuh. Untuk media kultur
jaringan, kombinasi zat pengatur tumbuh disesuaikan dengan macam eksplan yang
akan digunakan. Misalnya eksplan yang berasal dari jaringan meristem suatu
tanaman tertentu seperti tanaman anggrek atau dari embrio, serbuk sari,
endosperm, kotiledon,, dan sebagainya. Zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin
dapat diberikan secara bersama-sama, atau auksin saja, atau sitokinin saja.
Penambahan zat pengatur tumbuh ini tergantung dari tujuan kita, misalnya untuk
menginduksi pertumbuhan kalus saja, atau ingin menginduksi pertumbuhan kalus
saja atau ingin menumbuhkan akarnya atau tunasnya dahulu. Beberapa macam
tanaman memang baru berhasil ditumbuhkan akarnya saja dan belum berhasil keluar
tunasnya, atau malah sebaliknya.
Zat
pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam
jumlah sedikit dapat mendukung menghambat dan dapat merubah proses fisiologi
tumbuhan. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari lima kelompok, yaitu
auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas serta
pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis.
Zat
pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuham dan
diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan
sangat terhambat, bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pertumbuhan kalus
dan organ-organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur tumbuh
tersebut.
Selain
nutrisi, zat pengatur tumbuh juga sangat diperlukan sebagai komponen medium
bagi pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi. Zat pengatur tumbuh aktif pada
konsentrasi rendah dan diproduksi didalam tubuh tanaman itu sendiri(endogen). Untuk
keperluan kultur jaringan telah dibuat zat pengatur tumbuh sintetik.
2.5 Kultur Jaringan Jati
Jati (Tectona
grandis L.f.) terkenal sebagai kayu komersil bermutu tinggi, termasuk dalam
famili Verbenaceae. Penyebaran alami meliputi negara-negara India, Birma,
Kamboja, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia jati terdapat di
beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara. Pohon Jati
cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan
pertahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun
dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26° C. Daerah-daerah yang banyak
ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam.
Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia, awalnya berasal
dari India. Nama ilmiah Tectona gradis L. secara historis ” tectona”
berasal dari bahasa Portugis ( tekton ) yang berarti tumbuhan yang mempunyai
kualitas tinggi. Jati digolongkan sebagai kayu mewah ( fancy wood ) dan
memiliki kelas awet yang tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap serta jamur
dan mampu bertahan sampai 500 tahun. Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim
kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan pertahun. Besarnya curah hujan
yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata
tahunan 22-26° C. Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah
bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam.
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Verbenales
Famili
:
Verbenaceae
Genus
:
Tectona
Spesies
: Tectona
grandis Linn.
Perkembangan ilmu dan teknik budidaya
tanaman, saat ini telah tersedia bahan tanaman jati hasil rekayasa teknis, baik
melalui pengembangan benih dari pohon plus maupun teknologi kultur vegetatif.
Hasilnya berupa klon atau kultivar tanaman jati dengan daur produksi ekonomis
sekitar 15 tahun sehingga dalam kurun waktu relatif singkat dapat diperoleh
nilai produksi yang cukup menjanjikan. Perbanyakan atau pengembangan secara
kultur jaringan atau kultur tunas merupakan upaya pengembangan tanaman melalui
pembiakan sel-sel meristematis dari jaringan tanaman, seperti pucuk/tunas,
ujung akar, embrio benih, atau bunga.
Secara
umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlukan beberapa tahap,
yaitu.
1.
penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih,
2.
sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi,
3.
penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas,
4.
penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan
5.
aklimatisasi.
Beberapa persyaratan pohon induk tanaman jati yaitu.
1. Pohon memiliki kenampakan
(performance) tumbuh yang baik, sehat, dan bertajuk rindang.
2.
Tinggi pohon bebas cabang minimal 4 meter.
3.
Tahan gangguan hama dan penyakit.
4.
Memiliki kematangan umur (maturasi) yang optimal (≥ 15 tahun).
5.
Berbuah sepanjang tahun dan memiliki kapasitas optimal
6.
Memiliki daya kecambah benih ≥ 80%.
Jati menjadi
tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri
perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan
dan keindahan seratnya merupakan faktor yang menjadikan kayu jati sebagai
pilihan utama. Kebutuhan akan kayu jati selalu meningkat baik di dalam maupun
luar negeri sedangkan populasi dan pasokannya semakin menipis karena siklus
umur panen jati konvensional relative lama (sekitar 45 tahun). Untuk mengatasi
masalah tersebut, diperlukan tanaman jati yang memiliki umur panen relatif
cepat (genjah) dengan keindahan dan kualitas serat memadai yang dapat memenuhi
kebutuhan pasar.
Perbanyakan
tanaman jati umumnya dilakukan melalui biji atau bagian vegetatif seperti stek
atau sambungan. Untuk menyediakan tanaman jati genjah dalam jumlah banyak,
sulit dilakukan melalui cara perbanyakan konvensional (stek atau sambungan).
Oleh karena itu, saat ini banyak digunakan perbanyakan tanaman melalui teknik
kultur jaringan. Pemanfaatan teknologi kultur jaringan untuk tujuan perbanyakan
bibit telah diaplikasikan pada berbagai tanaman tahunan seperti jati,
eukaliptus, akasia, dan lain-lain.
Kayu Jati
banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa
bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari
Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta
api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela.
Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena memiliki
serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, kayu Jati sangat cocok
dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis.
Beberapa
kelebihan dari penggunaan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan cara
konvensional adalah faktor perbanyakan tinggi, tidak tergantung pada musim
karena lingkungan tumbuh in vitro terkendali, bahan tanaman yang digunakan
sedikit sehingga tidak merusak pohon induk, tanaman yang dihasilkan bebas dari
penyakit meskipun dari induk yang mengandung patogen internal, tidak
membutuhkan tempat yang sangat luas untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah
banyak. Sedangkan masalah yang banyak dihadapi dalam mengaplikasikan teknik
kultur jaringan, khususnya di Indonesia adalah modal investasi awal yang cukup
besar dan sumber daya manusia yang menguasai dan terampil dalam bidang kultur
jaringan tanaman masih terbatas.
Masalah lain
yang sering muncul adalah tanaman hasil kultur jaringan sering berbeda dengan tanaman
induknya atau mengalami mutasi. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan metode
perbanyakan yang salah, seperti frekuensi subkultur yang terlalu tinggi,
perbanyakan melalui organogenesis yang tidak langsung (melalui fase kalus) atau
konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan terlalu tinggi (Mariska et al.,
1992).
Secara umum,
produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlukan beberapa tahap, yaitu
(1) penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih, (2) sterilisasi
eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi, (3) penanaman pada media untuk
penggandaan atau multiplikasi tunas, (4) penanaman pada media untuk perakaran
atau pembentukan planlet, dan (5) aklimatisasi (Murashige, 1974; George dan
Sherrington, 1984). Pada metode perbanyakan untuk tanaman jati genjah, umumnya
tidak dilakukan tahap multiplikasi tunas dan perakaran tetapi diganti menjadi
tahap induksi tunas dan elongasi, sedangkan tahap perakaran dilakukan pada saat
aklimatisasi. Metode ini cukup sederhana dan mirip dengan cara perbanyakan
dengan stek secara konvensional. Oleh karena itu, metode perbanyakan jati
genjah sering disebut secara stek mikro. Keuntungan penggunaan metode ini
adalah tanaman yang dihasilkan stabil secara genetik.
Persiapan
Bahan Tanaman
Salah satu
kunci keberhasilan untuk mendapatkan bahan tanaman yang responsif dan dapat
diperbanyak secara kultur in vitro adalah bahan tanaman yang masih muda. Untuk
tanaman kehutanan atau tanaman tahunan lainnya daya tumbuh bahan yang akan
ditanam sangat diperhatikan (Mariska dan Purnamaningsih, 2001). Daya tumbuh
tunas muda akan hilang secara fisik apabila jarak antara ujung tunas dan akar
semakin jauh karena pertumbuhan (George dan Sherrington, 1984). Pada tanaman
tahunan dewasa, tunas muda yang memiliki daya tumbuh tinggi (juvenil) sering
muncul pada bagian tanaman yang dekat dengan tanah atau sering disebut tunas
air. Tunas juvenil dari tanaman berkayu tahunan dewasa yang akan digunakan
sebagai bahan tanaman untuk kultur jaringan, juga dapat diperoleh dengan cara
melakukan pemangkasan berat. Tunas yang muncul setelah pemangkasan dapat
digunakan sebagai bahan tanaman. Selain itu, fase juvenil kadang-kadang dapat
juga diinduksi dengan cara melakukan penyemprotan tanaman dewasa dengan GA3
atau campuran antara auksin dan GA3 (George dan Sherrington, 1984).
Sterilisasi
Bahan Tanaman dan Inisiasi Kultur Aseptik
Sterilisasi
bahan tanaman (eksplan) merupakan langkah awal yang cukup penting dan dapat
menentukan keberhasilan penanaman secara in vitro. Eksplan yang akan ditanam
pada media tumbuh harus bebas dari mikroorganisme kontaminan. Tahap sterilisasi
sering menjadi kendala utama keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro.
Terlebih iklim tropis seperti Indonesia yang memungkinkan kontaminan seperti
cendawan dan bakteri terus tumbuh sepanjang tahun. Untuk tanaman tertentu,
sterilisasi sulit dilakukan karena kontaminan berada pada bagian internal dari
jaringan tanaman.
Sterilisasi
eksplan biasanya dilakukan dengan cara merendam bahan tanaman dalam larutan
kimia sistemik pada konsentrasi dan waktu perendaman tertentu, baik dengan
menggunakan satu macam maupun dengan macam-macam sterilan. Bahan-bahan yang biasanya
digunakan untuk sterilisasi antara lain alkohol, natrium hipoklorit (NaOCl),
kalsium hipoklorit atau kaporit (CaOCl), sublimat (HgCl2), dan hidrogen
peroksida (H2O2).
Tahap
Induksi dan Elongasi Tunas
Pada tahap
ini, penggunaan media tumbuh yang cocok merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan.
Berbagai komposisi media tumbuh telah dikembangkan Dari sekian banyak komposisi
media yang telah berkembang, media dasar Murashige dan Skoog (MS) merupakan media dasar yang paling banyak
digunakan, baik untuk tanaman herba maupun berkayu. Pada tahap induksi tunas
tanaman jati, media MS merupakan media dasar yang paling banyak digunakan,
selain itu modifikasi media MS juga banyak digunakan.
Penambahan
zat pengatur tumbuh pada media kultur merupakan kunci keberhasilan baik pada
tahap induksi maupun elongasi tunas. Umumnya media yang digunakan pada tahap
induksi tunas jati adalah media MS yang ditambah zat pengatur tumbuh golongan
sitokinin seperti benzylaminopurine (BAP) atau furfurylaminopurine (kinetin)
atau kombinasi keduanya dengan konsentrasi antara 0,1-1 mg/l. Gupta et al.
(1980) menggunakan media dasar MS ditambah kinetin 0,1 mg/l dan BAP 0,1 mg/l
untuk menginduksi tunas adventif dari eksplan tanaman jati berupa tunas ujung dan
batang satu buku.
Media kultur
dibuat padat dengan penambahan 8 g/l agar dan 20 g/l gula serta pH media 5,8.
Eksplan yang digunakan pada tahap induksi dapat berupa tunas apikal atau tunas
adventif yang berasal dari batang satu buku dengan ukuran 1-2 cm. Indikasi lain
pada tahap induksi tunas yang dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada
tahap selanjutnya (tahap elongasi) adalah terbentuknya kalus kompak pada bagian
dasar batang eksplan. Umur biakan pada tahap induksi tunas sekitar 3 minggu.
AKLIMATISASI
Aklimatisasi
dapat didefinisikan sebagai proses penyesuaian suatu organisme untuk
beradaptasi pada lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi sangat penting
karena akan menentukan apakah tanaman yang berasal dari in vitro dapat
beradaptasi atau tidak pada kondisi in vivo. Umumnya biakan hasil kultur
jaringan yang akan diaklimatisasi harus berupa planlet artinya biakan harus
mempunyai perakaran dan pertunasan yang proporsional. Akan tetapi pada
perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan, biakan yang akan
diaklimatisasi berupa biakan tanpa akar (stek mikro).
Induksi
perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi dengan terlebih dahulu merendam atau
mencelupkan bagian dasar batang dalam larutan yang mengandung senyawa auksin
seperti IBA dan NAA atau dengan Rooton F. Biakan yang berasal dari tahap
elongasi yang akan diaklimatisasi dan diinduksi perakarannya harus terlebih
dahulu dibuang bagian kalusnya dan dibersihkan pada air mengalir. Harus
diperhatikan pula bahwa dalam proses aklimatisasi tunas jati memerlukan kelembaban
yang cukup dan media tumbuh tidak terlalu basah.
Media
sebaiknya disterilisasi dahulu dengan pemanasan dan tekanan uap. Media yang
telah disterilisasi dapat diletakkan dalam bak plastik atau bak semen yang ada
di kamar kaca. Untuk menjaga kelembaban dilakukan penyungkupan dengan plastik,
sedangkan untuk mempercepat pertumbuhan bibit, penyemprotan dengan pupuk daun
seperti Hyponex, Bayfolan, dan Gandasil sangat dianjurkan pada umur 1 minggu
satelah tanam. Aklimatisasi bibit jati di pesemaian disajikan pada. Umur bibit
tanaman jati genjah hasil kultur jaringan yang cukup baik untuk dipindahkan ke
lapang (bibit siap salur) berumur sekitar 3 bulan. Pada umur tersebut bibit
jati genjah dapat mencapai tinggi sekitar 30-50 cm.
Tahap inisiasi, eksplan
tanaman jati sering menunjukkan gejala pencoklata ( browning ) pada media
di sekitar potongan eksplan. Keadaan ini disebabkan karena oksidasi dari
senyawa fenolik yang dihasilkan jaringan tanaman jati terutama dari eksplan in
vivo. Oksidasi senyawa fenolik tersebut dapat menghambat bahkan bersifat
toksik bagi pertumbuhan eksplan. Keadaan ini merupakan masalah yang selalu
dihadapi pada tahap awal penanaman eksplan yang berasal dari lapang atau kamar
kaca ( Siregar, 2005 ) .
Berbagai cara untuk
menanggulangi masalah pencoklatan telah dilakukan, misalnya dengan penggunaan
bahan anti oksidan (seperti polivinyl pirolidone atau PVP pada konsentrasi
0,01-2% dan asam askorbik sebanyak 50-200 mg/l) baik sebelum eksplan ditanam pada
media maupun penambahan bahan tersebut pada media kultur atau kombinasi
keduanya. Pendekatan lain untuk menanggulangi masalah pencoklatan pada kultur
tanaman jati, yaitu dengan subkultur atau transfer eksplan secara periodik
dengan perlakuan waktu yang berbeda. Sumber eksplan yang digunakan berasal dari
tanaman jati terpilih berumur 45 tahun (
Siregar, 2005 ).
Media tumbuh yang cocok
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman
jati melalui kultur jaringan. Berbagai komposisi media tumbuh telah
dikembang-kan. Dari sekian banyak komposisi media yang telah berkembang, media
dasar Murashige dan Skoog (MS) merupakan media dasar yang paling banyak
digunakan, baik untuk tanaman herba maupun berkayu. Pada tahap induksi tunas
tanaman jati, media MS merupakan media dasar yang paling banyak digunakan,
selain itu modifikasi media MS juga banyak digunakan. Penambahan zat pengatur
tumbuh pada media kultur merupakan kunci keberhasilan baik pada tahap induksi
maupun elongasi tunas. Umumnya media yang digunakan pada tahap induksi tunas
jati adalah media MS yang ditambah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin
seperti benzylaminopurine (BAP) atau furfurylaminopurine (kinetin) atau
kombinasi keduanya dengan konsentrasi antara 0,1-1 mg/l. Media dasar MS
ditambah kinetin 0,1 mg/l dan BAP 0,1 mg/l untuk menginduksi tunas adventif
dari eksplan tanaman jati berupa tunas ujung dan batang satu buku. Media kultur
dibuat padat dengan penambahan 8 g/l agar dan 20 g/l gula serta pH media 5,8 ( Siregar, 2005 ).
Eksplan yang digunakan pada
tahap induksi dapat berupa tunas apikal atau tunas adventif yang berasal dari
batang satu buku dengan ukuran 1-2 cm. Indikasi lain pada tahap induksi tunas
yang dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada tahap selanjutnya (tahap
elongasi) adalah terbentuknya kalus kompak pada bagian dasar batang eksplan.
Umur biakan pada tahap induksi tunas sekitar 3 minggu. Pada umur tersebut
biakan sudah berada pada kondisi yang optimal untuk dipindahkan pada tahap
elongasi.
Aklimatisasi
bibit jati di pesemaian disajikan pada. Umur bibit tanaman jati genjah hasil
kultur jaringan yang cukup baik untuk dipindahkan ke lapang (bibit siap salur)
berumur sekitar 3 bulan. Pada umur tersebut bibit jati genjah dapat mencapai
tinggi sekitar 30-50 cm.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan
diatas,maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :
- Kultur jaringan tanaman adalah teknik perbanyakan tanaman secara bioteknologi. Perbanyakan bibit secara kultur jaringan menggunakan bahan vegetatif atau organ tanaman lalu di biakkan secara in vitro, dan menghasilkan bibit-bibit tanaman dalam jumlah banyak pada waktu singkat, serta sifat dan kualitas sama dengan induknya.
- Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relative singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan tanaman induk. Dari teknik kultur jaringan ini diharapkan pula memperoleh tanaman baru yang bersifat lebih unggul.
- Unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dikelompokan menjadi dua, yaitu garam garam anorganik dan zat organik.Garam anorganik dibedakan lagi menjadi unsur makro dan unsur mikro. Unsur makro adalah unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar, yaitu Nitrogen(N), Fospor(P), Kalium(K), Sulfur(S), Kalsium(Ca), dan Magnesium(Mg). Unsur NPK adalah unsur yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman, sedangkan unsur S, Ca, dan Mg boleh ada dan boleh tidak. Unsur mikro adalah unsur yang diperlukan tumbuhan dalam jumlah kecil. Unsur yang termasuk unsur mikro adalah Klor(Cl), Mangan(Mn), Besi(Fe), Tembaga(Cu), Seng(Zn), Bor(B), Molibdenum(Mo).
DAFTAR PUSTAKA
Daisy, S.H. dan Ari Wijayani, 1994, Teknik Kultur Jaringan, Kanisius, Yogyakarta.
George, E.F. and Sherrington. 1984. Plant
propagation by tissue culture. Eastern Press, Reading Berks. 709 p.
Mahfudz
et al, 2003. Sekilas Jati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan. Purwobinangun. Yogyakarta
Mariska, I., Hobir, dan D. Sukmadjaja. 1992. Usaha
pengadaan bahan tanaman melalui bioteknologi kultur jaringan. Prosiding Temu
Usaha Pengembangan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Puslitbangtri dan
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Agribisnis. Jakarta.
Mariska, I. dan R. Purnamaningsih. 2001. Perbanyakan
vegetative tanaman tahunan melalui kultur in vitro. Jurnal Litbang Pertanian
20(1):1-7.
Murashige, T. 1974. Plant
propagation through tissue culture. Ann. Rev. Plant Physiol. 25:135-166.
Simon,
H., 2000, Hutan Jati dan Kemakmuran: Problematika dan Strategi Pemecahannya,
Bigraff Publishing, Yogyakarta.
Siregar, E.,
2005, Potensi Budidaya Jati, Gramedia, Jakarta.
Soenardi.
1976, Sifat-sifat Fisika Kayu. Bagian Penerbitan, Yayasan Pembina Fakultas
Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sumarna, Y., 2003, Budidaya Jati, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
1 komentar:
Nikmati Jackpot Slot Progresive Ratusan Juta Setiap Harinya!
Linkaja88 Adalah Situs Judi Slot 24 Jam Online Terpercaya Di Indonesia Yang Sudah Berdiri Sejak 2014. Anda bisa bermain semua jenis slot yang tersedia di situs kami hanya dengan minimal Deposit IDR 50.000,- Dan Mendapatkan Jackpot Progresive Fantastis.
Bagi kalian yang mudah bosenan bila bermain slot online, Linkaja88 Menyediakan sangat banyak provider Slot Online Terbaru. Maka anda bisa sesuka hati bermain berbagai jenis slot yang telah kami sediakan. Tidak semua situs judi slot online menyediakan permainan slot online yang lengkap seperti Linkaja88.
★ Provider PragmaticPlay
★ Provider SpadeGaming
★ Provider Habanero
★ Provider RedTiger
★ Provider Joker123
★ Provider Play1628
★ Provider Fafaslot
★ Provider Vivoslot
★ Provider JDB
★ Provider Sbobet Slot
Masing - Masing memiliki Jackpot Progresif yang sangat besar! Tersedia Juga Promo :
» Bonus Deposit Pertama 10%
» Bonus Deposit Harian 5%
» Bonus Rollingan Seninan 0.8%
» Bonus Referral 7% + 2%
Pendaftaran Hubungi Kontak Resmi Kami Dibawah ini (Online 24 Jam Setiap Hari) :
» Nomor WhatsApp : 0812–2222–995
» ID Telegram : @bolavitacc
» ID Wechat : Bolavita
» ID Line : cs_bolavita
Posting Komentar