BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit (oil palm, Elaeis
guineensis) adalah salah satu tanaman produktif daerah tropis yang amat penting
di Indonesia. Dengan memanfaatkan rekayasa genetika, sifat-sifat unggul yang
telah dimiliki tanaman ini lebih lanjut diperbaiki untuk meningkatkan
kemampuannya agar dapat lebih dimanfaatkan. Minyak kelapa sawit (palm oil) yang
dihasilkandari kelapa sawit memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi.
Padahal, di masa depan, agar minyak dari tanaman ini lebih dapat dimanfaatkan
untuk produk pangan maupun industri, sifat tingginya kandungan asam lemak jenuh
ini kurang menguntungkan.
Karena itu, untuk melaksanakan
perbaikan kandungan asam lemak minyak sawit pada level genetik, kami telah
memisahkan dan menganalisis gen-gen yang tekait dengan proses sintesis asam
lemak kelapa sawit. Setelah itu, untuk memperbaiki sifat tanaman kelapa sawit
ini, gen-gen tadi dimanfaatkan, diubah ke informasi gen yang lebih tepat, dan
kemudian diinjeksikan kembali ke genom kelapa sawit. Hingga saat ini teknologi
proses transformasi gen artifisial buatan manusia ke dalam genome kelapa sawit
belum pernah dilaporkan. Sistem kultur jaringan sebagai teknologi dasar. Dengan
menjadikan teknologi sistem kultur jaringan ini sebagai fondasi, dan
memanfaatkan secara optimal teknik rekayasa dan manipulasi genetika, kami
bermaksud mendapatkan kelapa sawit transformer baru yang dapat memproduksi
minyak kelapa sawit dengan kualitas yang lebih unggul.
1.2 Tujuan
Untuk
mengetahui cara menumbuhkan kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq) secara kultur jaringan dan mengetahui permasalahan dalam
kultu jaringannya.
BAB II
ISI
2.1 Sejarah Perkembangan Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika
barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai
produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati
lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam
di Kebun Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon
(Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya
tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan
pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.
Perintis usaha perkebunan kelapa
sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia ), kemudian budidaya yang
dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa
sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi
di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123
Ha. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai
bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa
pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan
perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada
sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada
tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton
minyak sawit. Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan
Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan
keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira
militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL
(Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer.
Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi social politik serta keamanan
dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan
posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh
Malaysia.
Pada masa pemerintahan Orde Baru,
pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan keja,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara.
Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada
tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil)
sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia
berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan
Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR –
BUN).
Luas areal tanaman kelapa sawit
terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya
permintaan akan produk olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara
lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk
minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan
Brasil.
2.2 Manfaat dan Keunggulan Tanaman
Kelapa Sawit
Bagian yang paling utama untuk
diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak
kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan
minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan
memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga dapat diolah menjadi bahan
baku minyak alkohol, sabun, lilin, dan industri kosmetika. Sisa pengolahan buah
sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan
difermentasikan menjadi kompos. Tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk mulsa
tanaman kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp dan pelarut organik,
dan tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pembuatan
arang aktif.
Kelapa sawit mempunyai produktivitas
lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya (seperti
kacang kedele, kacang tanah dan lain-lain), sehingga harga produksi menjadi
lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (22 tahun) juga
akan turut mempengaruhi ringannya biaya produksi yang dikeluarkan oleh
pengusaha kelapa sawit. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang paling tahan
hama dan penyakit dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika
dilihat dari konsumsi per kapita minyak nabati dunia mencapai angka rata-rata
25 kg / th setiap orangnya, kebutuhan ini akan terus meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsimsi per kapita.
2.3 Peranan Kelapa Sawit dalam
Perekonomian Indonesia
Dalam perekonomian Indonesia, kelapa
sawit (dalam hal ini minyaknya) mempunyai peran yang cukup strategis, karena :
(1) Minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan
yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Ini
penting sebab minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan pokok kebutuhan
masyarakat sehinga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masarakat.
(2) Sebagai salah satu komoditas pertanian andalan ekspor non migas, komoditi
ini mempunyai prospek yang baik sebagai sumber dalam perolehan devisa maupun
pajak. (3) Dalam proses produksi maupun pengolahan juga mampu menciptakan
kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sampai pertengahan tahun 1970 an minyak kelapa merupakan
pemasok utama dalam kebutuhan minyak nabati dalam negeri. Baik minyak goreng
maupun industri pangan lainnya lebih banyak menggunakan minyak kelapa dari pada
minyak sawit. Produksi kelapa yang cenderung menurun selam 20 tahun terakhir
ini menyebabkan pasokannya tidak terjamin, sehingga timbul krisis minyak kelapa
pada awal tahun 1970. Di sisi lain, produksi minyak kelapa sawit cenderung
meningkat sehingga kedudukan minyak kelapa digantikan oleh kelapa sawit,
terutama dalam industri minyak goreng. Dari segi perolehan devisa, selama
beberapa tahun terkhir ini kondisinya kurang baik. Volume ekspor selama dekade terakhir
ini memang selalu meningkat, akan tetapi peningkatannya tidak selalu diikuti
oleh peningkatan dalam nilainya. Hal ini terjdi karena adanya fluktuasi harga
di pasaran Internasional.
2.4 Pengertian Kultur Jarinngan
Kultur
jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture.
Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. jadi, kultur jaringan berarti
membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai
sifat seperti induknya.Kultur jaringan akan lebih besar presentase
keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem. Jaringan meristem
adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu
membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan
orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture. Sebab, jaringan meristem
keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang
mengatur pembelahan.
Kultur jaringan
merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan
merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman
seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media
buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah
tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan
bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan
adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur
jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk
tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan
dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai
sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar
sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit
dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih
terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan
konvensional.
2.5 Teori Dasar Kultur Jaringan
a. Sel dari suatu organisme
multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut
(Setiap sel berasal dari satu sel).
b. Teori Totipotensi Sel
(Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti
zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman
lengkap. 2
2.6 Aplikasi Teknik Kultur
Jaringan dalam Bidang Agronomi
a. Perbanyakan vegetatif secara cepat
(Micropropagation).
b. Membersihkan bahan tanaman/bibit dari
virus
c. Membantu program pemuliaan tanaman (Kultur
Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Variasi Somaklonal, Fusiprotoplas,
Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll).
d.
Produksi metabolit sekunder.
2.7 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Regenerasi
1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro :
pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio somatik, pembentukan protocorm like
bodies, dll
2. Eksplan ,adalah bagian
tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk perbanyakan tanaman. Faktor
eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan, letak pada cabang,
dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi eksplan
adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm,
ovari muda, anther, embrio, dll.
3. Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh
mengandung komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik
media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur jaringan, antara lain:
Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop, Knudson-C, Anderson
dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
4. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Faktor yang
perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT adalah konsentrasi, urutan penggunaan
dan periode masa induksi dalam kultur tertentu. Jenis
yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA),
Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan
Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan
PBA. Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti
Ancymidol, Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.
5. Lingkungan Tumbuh.
Lingkungan tumbuh yang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi
temperatur, panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan
ukuran wadah kultur.
2.8 Tahapan dan Teknik Kultur Jaringan
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan
teknik kultur jaringan adalah :
1) Pembuatan media
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin,
dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik
jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang
dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau
botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya
dengan autoklaf.
Biasanya, komposisi media yang digunakan adalah sebagai berikut :
- Ammonium nitrate (NH4NO3) 1,650 mg/l
- Boric acid (H3BO3) 6.2 mg/l
- Calcium chloride (CaCl2 · H2O) 440 mg/l
- Cobalt chloride (CoCl2 · 6H2O) 0.025 mg/l
- Magnesium sulfate (MgSO4 · 7H2O) 370 mg/l
- Cupric sulfate (CuSO4 · 5H2O) 0.025 mg/l
- Potassium phosphate (KH2PO4) 170 mg/l
- Ferrous sulfate (FeSO4 · 7H2O) 27.8 mg/l
- Potassium nitrate (KNO3) 1,900 mg/l
- Manganese sulfate (MnSO4 · 4H2O) 22.3 mg/l
- Potassium iodine (KI) 0.83 mg/l
- Sodium molybdate (Na2MoO4 · 2H2O) 0.25 mg/l
- Zinc sulfate (ZnSO4 · 7H2O) 8.6 mg/l
- Na2EDTA · 2H2Oa 37.2 mg/lb
Inisiasi
adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian
tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus
dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan
alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan,
yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang
digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam
eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk
menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.
Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan
ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan
akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan
dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan
perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun
jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna
putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan
aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu
dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara
luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat
rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar.
Setelah bibit
mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup
dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan
pemeliharaan bibit generatif. Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai
mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa
tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain
adalah: jati, sengon, akasia, dll.
Bibit hasil kultur jaringan
yang ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati
hasil kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam
jangka waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang
berasal dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji
di Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh
hasil yang lebih cepat.
2.9 Teknik Kultur Jaringan :
Teknik kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel
atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik
diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam
keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut
akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang
terbentuk dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan
terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik
kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat
dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
Pelaksanaan teknik kultur
jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang dikemukakan oleh
Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai
kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana
saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dilingkungan yangsesuai akan
tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.Teknik kultur jaringan akan berhasil
dengan baik
2.10 Syarat-syarat yang Diperlukan :
- Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus
- Penggunaan medium yang cocok
- Keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi.
2.11 Keuntungan Pemanfaatan Kultur Jaringan
- Pengadaan bibit tidak tergantung musim
- Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
- Bibit yang dihasilkan seragam
- Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
- Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
- Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya
- Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
- Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa
2.12 Kekurangan Pemanfaatan Kultur Jaringan
- Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
- Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan.
- Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
- Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh
2.13Kultur Kalus
Tanaman
dapat diperbanyak secara vegetatif menggunakan teknik kultur in vitro dengan
teknik kultur kalus atau kultur sel.
Kultur
kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam lingkungan buatan yang
steril dan kondisi yang terkontrol. Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous
yang terjadi dari sel-sel jaringan yang berproliferasi secara terus menerus dan
tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang
bentuknya tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat dilakukan secara tidak
terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan kalus pada
medium yang segar dengan interval waktu yang teratur.
Penelitian
pembentukan kalus pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott
pada tahun 1960. Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur
tumbuh auksin dan sitokinin endogen. Secara in vivo, kalus pada umumnya
terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro organisme seperti
Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus
juga dapat terbentuk sebagai akibat stress. Kalus yang diakibatkan oleh hasil
dari infeksi bakteri Agrobacterium tumefaciens disebut tumor.
Kalus
adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari dediferensiasi. Dalam
kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus merupakan langkah yang penting.
Setelah terbentuknya kalus baru diberikan perlakuan/rangsangan untuk
berdiferensiasi membentuk akar atau tunas.
Tujuan
kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan
ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan dapat memperbanyak
dirinya (massa selnya) secara terus menerus.
Jika
suatu eksplan ditanam pada medium yang sesuai, dalam waktu 2-4 minggu,
tergantung spesiesnya, akan terbentuk massa kalus yaitu massa amorf yang
tersusun atas sel-sel parenkim berdinding sel tipis yang berkembang dari hasil
proliferasi sel-sel jaringan induk. Kalus dapat disubkultur dengan cara
mengambil sebagian kalus dan memindahkannya pada medium baru. Dengan sistem
induksi yang tepat, kalus dapat berkembang menjadi tanaman yang utuh
(plantlet).
Kultur
kalus dapat dikembangkan dengan menggunakan eksplan yang berasal dari berbagai
sumber, misalnya tunas muda, daun, ujung akar, buah, dan bagian bunga. Kalus
dihasilkan dari lapisan luar sel-sel korteks pada eksplan melalui pembelahan
sel-sel berulang. Kultur kalus tumbuh berkembang lebih lambat dibanding kultur
yang berasal dari suspensi sel. Kalus terbentuk melalui tiga tahapan, yaitu
induksi, pembelahan sel, dan diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan sumber
eksplan, komposisi nutrisi pada medium dan faktor lingkungan.eksplan yang berasal
dari jaringan meristem berkembang lebih cepat dibanding jaringan dari sel-sel
berdinding tipis dan mengandung lignin. Untuk memelihara kalus, maka perlu
dilakukan subkultur secara berkala, misalnya setiap 30 hari.
Eksplan
terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan bagian-bagian semai (seedling) yang
dikecambahkan secara in vitro, jaringan yang mengandung parenkim tidak hijau,
seperti parenkim empulur, mempunya respon yang lebih baik dibandingkan dengan
sel-sel daun yang mengandung kloroplas. Ukuran eksplan juga penting untuk
diperhatikan, idealnya ukuran eksplan yang dikehendaki adalah yang kecil tetapi
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membelah, hal ini dimaksudkan agar
diperoleh sel-sel yang relatif homogen.
Sel
yang berasal dari tanaman apapun dapat dibiakkan atau dikulturkan secara
aseptic pada atau dalam medium hara. Kultur biasanya dimulai dengan menanamkan
satu iris jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan dengan agar. Dalam
waktu 2-3 minggu akan berbentuk kalus. Kalus semacam ini dapat disubkulturkan
dengan memindahkan potongan kecil pada medium agar segar. Proses terbentuknya
kalus sampai terjadi diferensiasi berbeda-beda tergantung macam dan bagian
tanaman yang dipakai untuk eksplan, bahan kimia atau hormon yang terkandung
pada media kultur.
Dalam
perbanyakan mikro, produksi kalus biasanya dihindari karena dapat menimbulkan
variasi dan, terutama pada zona perakaran, mengakibatkan diskontinyuitas dengan
sitem berkas pengangkut utama. Kadang-kadang eksplan menghasilkan kalus, bukan
tunas baru, khususnya jika diberikan hormon dengan konsentrasi tinggi pada
media. Dalam hal lain, kalus sengaja diinduksi karena potensinya untuk produksi
massal plantlet baru. Faktor pembatasnya adalah sulitnya menginduksi inisiasi
tunas baru, terutama pada tanaman berkayu dan tingginya kejadian mutasi
somatik.
Potensi
terbesar penggunaan kultur kalus adalah dimana sel–sel kalus dapat dipisahkan
dan diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic. Secara morphologi,
embryo ini mirip dengan yang ada pada biji, tapi tidak seperti embrio biji,
mereka secara genetik bersifat identik dengan tanaman tetua, jadi, segregasi
seksual materi genetik tidak terjadi. Karena 1 milimeter kalus berisi ribuan
sel, masing–masing memiliki kemampuan untuk membentuk embrio, sehingga
kecepatan multiplikasi sangat tinggi.
Kultur
kalus dapat dilakukan pada media cair dan embrio berkembang sebagai individu
terpisah, sehingga penanganan kultur relatif mudah.
2.14Sel-Sel Penyusun Kalus
Sel-sel
penyusun kalus berupa sel parenkim yang mempunyai ikatan yang renggang dengan
sel-sel lain. Dalam kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ
yang telah steril, di dalam media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga
sitokinin. Organ tersebut dapat berupa kambium vaskular, parenkim cadangan
makanan, perisikle, kotiledon, mesofil daun dan jaringan provaskular. Kalus
mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk berkembang menjadi
akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat membentuk plantlet.
Beberapa
kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus tersebut
mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang tumbuh
terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal
dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari
jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-kuningan, putih,
hijau, atau kuning kejingga-jingaan. (karena adanya pigmen antosianin ini
terdapat pada kalus kortek umbi wortel).
Dalam
kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkim jarang dijumpai
kecuali pada kultur sel. Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus
menggunakan eksplan jaringan yang mempunyai sel-sel yang seragam. Dalam
pertumbuhan kalus, citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea,
buluh tapis, sel gabus, sel sekresi dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai
contoh dari proses hitogenesis dari kultur kalus. Anyaman kecil dari pembelahan
sel-sel membentuk meristemoid atau nodul vaskular yang nantinya menjadi pusat
dari pembentukan tunas apikal, primordial akar atau embrioid.
Pada
umumnya untuk eksplan yang mempunyai kambium tidak perlu penambahan ZPT untuk
menginduksi terbentuknya kalus karena secara alamiah pada jaringan berkambium
yang mengalami luka akan tumbuh kalus untuk menutupi luka yang terbuka. Namun
pada kasus lain, keberadaan kambium di dalam eksplan tertentu dapat menghambat
pertumbuhan kalus bila tanpa penambahan zat pengatur tumbuh eksogen. Penambahan
ZPT tersebut dapat satu macam atau lebih tergantung dari jenis eksplan yang
digunakan. Pembelahan sel di dalam eksplan dapat terjadi tergantung dari ZPT
yang digunakan, seperti auksin, sitokinin, auksin dan sitokinin, dan ekstrak
senyawa organik komplek alamiah.
Berdasarkan
kebutuhan akan zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus, jaringan tanaman
digolongkan dalam 4 kelompok:
1)
Jaringan tanaman yang membutuhkan hanya
auksin selain gula dan garam-garam mineral untuk dapat membentuk kalus seperti
umbi artichoke.
2)
Jaringan yang memerlukan auksin dan
sitokinin selain gula dan garam-garam mineral.
3)
Jaringan yang tidak perlu auksin dan
sitokinin, hanya gula dan garam-garam mineral seperti jaringan kambium.
4)
Jaringan yang membentuk hanya sitokinin,
gula dan garam-garam mineral seperti parenkim dan xylem akar turnip.
Pada
umumnya kemampuan pembentukkan kalus dari jaringan tergantung juga dari:
1)
Umur fisiologi dari jaringan waktu
diisolasi.
2)
Musim pada waktu bahan tanaman diisolasi.
3)
Bagian tanaman yang dipakai.
4)
Jenis tanaman.
Kalus
dari eksplan yang berasal dari satu macam tipe sel akan mengandung sel-sel yang
seragam pula, misalnya sel-sel parenkim floem dari wortel. Eksplan batang, akar
dan daun sel-sel penyusunnya sangat heterogen, kalus yang terbentuk dari
eksplan tersebut sel-selnya juga sangat heterogen dan terdiri dari bermacam-macam
tipe sel misalnya sel-sel meristematik (ditengah), sel-sel yang parenchymatous,
sel-sel yang mengandung vakuola, sel-sel raksasa, sel-sel seperti trakeid dan
sebagainya, heterogenitas ini mencerminkan asal dari eksplannya. Sel-sel yang
heterogen dari jaringan yang kompleks menunjukkan pertumbuhan yang berbeda.
Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi sel-sel yang mempunyai sifat
khusus. Media seleksi dapat didasarkan pada unsur-unsur hara atau zat pengatur
tumbuh yang ditambahkan kedalam media. Selain dari eksplannya, sel-sel yang
heterogen pada kalus juga dapat disebabkan karena masa kultur yang terlalu lama
melalui serangkaian subkultur yang berulang-ulang.
2.15 Inisiasi Kalus
Inisiasi
pembentukan kalus dimulai dari hasil pembelahan sel yang terus menerus pada
jaringan induk yang tidak perlu harus berhubungan langsung dengan medium
kultur. Pertumbuhan yang tercepat terjadi didaerah perifer. Hal ini disebabkan
karena pada daerah tersebut ketersediaan hara dan oksigennya lebih baik.
Pertumbuhan kalus merupakan hasil interaksi yang sangat komplek antara eksplan,
komposisi medium dan kondisi lingkungan selama periode inkubasi. Sel-sel
memperlihatkan peningkatan aktivitas sitoplasmik yang ditandai dengan
meningkatnya respirasi dan jaringan kembali kekeadaan meristematik
(dediferensiasi). Selama pertumbuhannya kalus dapat mengalami lignifikasi yang
cukup kuat hingga menyebabkan kalus bertekstur keras dan kompak, ada juga yang
friabel dan lunak sehingga mudah terpecah-pecah menjadi serpihan-serpihan kecil.
Kalus dapat berwarna kekuningan, putih, hijau atau terpigmentasi oleh
antosianin. Pigmentasi dapat seragam pada keseluruhan kalus atau sebagian
daerah tidak terpigmentasi. Sel-sel pembentuk antosianin dan non-antosianin
telah berhasil diisolasi dari kalus wortel.
Kalus
dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, tetapi organ yang berbeda
menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Jenis tanaman yang
menghasilkan kalus, meliputi dikotil berdaun lebar, monokotil, gymnospermae,
pakis dan moss. Bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon dan
batang muda merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi dan menghasilkan
kalus.
Pada
perbanyakan tanaman hortikultura, dianjurkan melalui tunas aksilair, karena
dapat menghasilkan bibit yang true-to-type (sesuai dengan sifat induknya).
Tunas adventif, terutama yang melalui fase kalus, tidak dianjurkan dalam
perbanyakan tanaman hortikultura, kecuali untuk tujuan seleksi dan variasi.
Tunas adventif langsung, juga menunjukkan kemungkinan variasi, hanya dalam
taraf lebih rendah daripada regenerasi melalui fase kalus. Suatu sifat yang
diamati dalam jaringan yang membentuk kalus adalah bahwa pembelahan sel tidak
terjadi pada semua sel dalam jaringan asal, tetapi hanya sel di lapisan
perisfer yang membelah terus menerus sedangkan sel-sel di tengah tetap
quiscent.
Faktor-faktor
yang menyebabkan inisiasi pembelahan sel hanya terbatas di lapisan luar dari
jaringan kalus, adalah:
1)
Ketersediaan oksigen yang lebih tinggi.
2)
Keluarnya gas CO2.
3)
Ketersediaan hara yang lebih banyak.
4)
Penghambat yang bersifat folatik lebih
cepat menguap.
5)
Cahaya.
Eksplan
batang, akar dan daun menghasilkan kalus yang heterogen dengan berbagai macam
sel. Kadang-kadang jaringan yang kelihatannya seragam histologinya, ternyata
menghasilkan kalus dengan sel yang mempunyai DNA yang berbeda yang mencerminkan
level ploidi yang berbeda. Begitupun pada kultur akar kalus yang dihasilkan
dapat berupa campuran sel dengan tingkat ploidi yang berbeda.
Sel-sel
yang heterogen dari jaringan yang komplek menunjukkan pertumbuhan yang berbeda.
Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi sel-sel yang mempunyai sifat
khusus. Hal ini berarti bahwa media tumbuh menentukan komposisi kalus. Sel yang
jumlahnya paling banyak merupakan sel-sel yang paling cepat membelah dan sel
yang paling sedikit adalah sel yang paling lambat pertumbuhannya. Media seleksi
dapat berdasarkan unsur-unsur hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke
dalam media. Sel heterogen berasal dari materi asal yang heterogen pula, atau
dapat terjadi karena massa kultur yang panjang melalui sub kultur yang
berkali-kali.
Perubahan
yang terjadi dapat merupakan:
a)
Aberasi kromosom.
b)
endo-reduplikasi yang menghasilkan
poloploidi.
c)
Amplifikasi gen, jumlah gen untuk suatu
sifat tertentu per genome haploid bertambah.
d)
Hilangnya suatu gen (deletion).
e)
Mutasi gen.
f)
Transposisi urutan DNA (DNA sequences
transposition).
2.16 Fase-Fase Pertumbuhan Pada Kalus
Agar
kalus dapat dijaga pertumbuhannya dan dapat diperbanyak secara
berkesinambungan, maka perlu dipindahkan secara teratur pada media baru dalam
jangka waktu terentu (subkultur). Apabila kalus disubkultur pada media agar
yang dilakukan secara regular, maka akan menunjukkan fase pertumbuhan kurva S
(sigmoid). fase pertumbuhan kalus terbagi menjadi lima fase, yaitu:
1)
Fase lag, dimana sel-sel mulai membelah.
2)
Fase eksponensial, dimana laju pembelahan
sel berada pada puncaknya.
3)
Fase linear, dimana pembelahan sel
mengalami perlambatan tetapi laju ekspansi sel meningkat.
4)
Fase deselerasi, dimana laju pembelahan dan
pemanjangan sel menurun.
5)
Fase stationer, dimana jumlah dan ukuran
sel tetap.
Kecepatan
perubahan-perubahan dalam kromosom ini, tergantung juga dari macam media yang
digunakan, serta jenis tanamannya. Ketidakstabilan kromosom ini menyulitkan
aplikasi kultur kalus untuk perbanyakan maupun untuk produksi
bahan-bahan/persenyawaan sekunder. Sebaliknya ketidak-stabilan tersebut dapat
dipergunakan dalam seleksi dan pemuliaan invitro, untuk memperoleh sifat-sifat
baru yang menguntungkan seperti resistensi terhadap penyakit, hilangnya
morfologi yang memang tidak diinginkan seperti duri atau warna pada bunga.
Kalus
yang tumbuh secara invivo pada batang tanaman biasanya disebut dengan tumor,
ciri-ciri tumor adalah sebagai berikut:
1)
Terjadi penyakit yang infeksinya melalui
luka (Crown gall disease).
2)
Jaringan tumor yang terjadi dapat tumbuh
terus, walaupun penyebabnya yang berupa bakteri Agrobacterium tumefacien telah
dihilangkan.
3)
Tumor ini bila ditumbuhkan pada media
buatan tidak memerlukan auksin maupun sitokinin. Ketidaktergantungan jaringan
tanaman untuk tumbuh dan terus membelah disebut habituation.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelapa sawit dapat dibudidayakan
dengan menggunakan kultur jaringan hasil yang diperoleh dari kultur jaringan
sangat baik. Kultur jaringan kelapa sawit akan memberikan dampak positif dalam
perindustrian kelapa sawit sehingga didapatkan bibit yang unggul untuk
menghasilkan minyak yang baik untuk kehidupan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Duran-Gasselin, T.Y. Duval, L. Baudouin, A.B.
Maheran,K. Konan, and J.M. Noiret. 1993. Description and Degree of the Mantled
Flowering Abnormality in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Clones Produced
Using the Orstom-CIRAD Procedure.p.33 – 4. In. V. Rao, I.E. Henson, and Rajanaidu(Ed.).
Proc. 1993. ISOPB Int. Symp. Recent Dev In Oil Palm Tissue Cuture and
Biothecnology.
Kosmiatin, M, & Mariska, 2005. Kultur
Embrio dan Penggandaan Kromosom Hasil Persilangan Kacang Hijau dan Kacang Hitam.
Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol.
10, No. 1, 2005, pp. 24-34
Nisa, Chatimatun & Rodinah, 2005. Kultur
Jaringan Beberapa Kultivar Buah pisang (Musa Paradisiaca L.) dengan Pemberian
Campuran NAA Dan Kinetin. Jurnal
Bioscientiae. Vol 2. No 2. Hal 23-26
Sukmadjaja, Deden, 2005. Embriogenesis
Somatik Langsung pada Tanaman Cenda, Jurnal
Bioteknologi Pertanian, Vol. 10, No. 1, 2005, pp. 1-6
0 komentar:
Posting Komentar