BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim
tropis kaya akan beraneka ragam flora, berbagai jenis tanaman yang mempunyai
banyak manfaat dapat tumbuh dengan mudah, salah satu diantaranya adalah tanaman
yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Indonesia memiliki potensi sebagai salah
satu negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak nilam, kenanga, akar
wangi, sereh wangi, cendana, pala, dan daun cengkeh.Beberapa daerah produksi
minyak atsiri antara lain daerah Jawa Barat (sereh wangi, akar wangi, daun
cengkeh, dan pala), Jawa Timur (kenanga dan cengkeh), serta daerah Jawa Tengah,
Bengkulu, Aceh atau Sumatera utara sebagai penghasil minyak nilam.
Minyak atsiri merupakan salah satu
komoditas ekspor non - migas yang memiliki peluang pasar dan sangat dibutuhkan
keberadaannya oleh berbagai bidang industri di dalam maupun di luar negeri.Hal
tersebut disebabkan oleh kegunaan minyak atsiri yang sangat luas dan spesifik.
Kualitas
minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak
tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya. Selain itu, faktor
lain yang menentukan mutu minyak adalah sifat-sifat fisika-kimia minyak, jenis
tanaman, umur panen,perlakuaan bahan sebelum penyulingan, jenis peralatan yang
digunakan dan kondisi prosesnya, perlakuan minyak setelah penyulingan, kemasan,
dan penyimpanan.
Tercatat tidak kurang dari 40 jenis
minyak atsiri yang selama ini telah diperdagangkan di pasar dunia dapat
diproduksi di Indonesia. Jenis tanaman minyak atsiri yang saat ini dapat
dikembangkan sekaligus diproduksi minyaknya sebagai bahan pengharum atau
pewangi antara lain nilam dan kenanga.
1.2.Permasalahan
Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman
penghasil minyak atsiri.Salah satu kendala dalamusaha tani nilam adalah
penyediaan benih tepat waktu, tepatjumlah, seragam, dan bebas penyakit. Tanaman
nilam umumnyadiperbanyak dengan setek atau setek yang ditumbuhkandalam polibeg
sehingga jumlah benih yang dihasilkan terbatas,selain benih dapat menularkan
penyakit. Perbanyakannilam secara Kultur
jaringandiharapkan dapat menghasilkan benihyang banyak, seragam, dan
bebas penyakit.
1.3.Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui jenis
– jenis metode kultur jaringan yang dapat diterapkan untuk perbanyakan Tanaman
Nilam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Nilam
Tanaman
nilam dikenal dengan sebagai Dhilep Wangi atau Pecoli, mempunyai daun berbentuk
bulat dan lonjong, ujungnya runcing, pangkalnya tumpul tetapi bergerigi, dan
permukaannya berbulu. Tinggi tanaman nilam sekitar 30 – 70 cm, lebar daun
sekitar 5 – 7 cm, panjang sekitar 7 – 9 cm, dan tebalnya sekitar 0,5 -1 mm. Ada
tiga jenis tanaman nilam yaitu nilam Aceh (Pogostemon cablin), nilam
Jawa (Pogostemon hortensis), dan nilam tipis (Pogostemon heineanus).
Walaupun tanaman nilam di Indonesia telah lama dibudidayakan, daerah penghasil
utama (Aceh dan Sumatra Utara) sampai sekarang masih diusahakan secara
tradisional. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain oleh faktor
sosial ekonomi petani dan masih terbatasnya teknologi yang tersedia. Mengingat
daun nilam mengandung minyak atsiri yang mempunyai banyak kegunaan, maka perlu
dicari kondisi proses penyulingan minyak nilam yang menghasilkan kadar&
kualitas minyak yang baik juga menguntungkan dari segi ekonomi.
Menurut pengamatan para ahli nilam
jenis Pogostemon cablin terdapat di Filipina, Brazilia, Malaysia,
Madagaskar dan Indonesia. Nilam jenis ini tidak atau jarang berbunga. Kadar
minyak tinggi sekitar 2,5 – 5 % dan komposisi minyaknya bagus. Nilam jenis
Pogostemon Heyneaus sering tumbuh secara liar di pekarangan rumah atau tempat
yang jarang di jamah oleh manusia.Ciri nilam ini adalah berbunga. Kadar
minyaknya sekitar 0,5-1,5 % dari berat daun kering. Nilam jenis Pogostemon
Hortensis, Backer diguna-kan sebagai pengganti sabun, sehingga sering disebut
nilam sabun, kadar minyak rendah sekitar 0,5-1,5 %.Dari ketiga jenis nilam
tersebut jenis nilam Pogostemon cablin adalah yang layak dikembangkan, sebab
kadar dan komposisi minyaknya paling bagus diantara jenis lainnya.
Gambar 1. Tanaman Nilam
2.2. Minyak Nilam
Dalam
dunia perdagangan minyak nilam dikenal dengan nama minyak patchouli. Nilam (Pogostemon
cablin benth) salah satu famili dari Labiatae, merupakan tanaman yang mengandung
minyak atsiri yang cukup penting peranannya, baik sebagai sumber devisa Negara maupun
sebagai sumber pendapatan petani. Ekspor minyak nilam mencapai 700 – 1500 ton
pertahun. Terbukti minyak nilam telah tercatat sebagai penyumbang terbesar
devisa negara dibanding minyak atsiri lainnya. Menurut Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat Bogor, pada saat ini Indonesia merupakan produsen minyak nilam
terbesar dunia dengan kontribusi sekitar 70 - 90 % .
Gambar 2. Minyak Nilam
2.2.1. Manfaat
Minyak Nilam
Minyak nilam merupakan
salah satu minyak atsiri yang mempunyai fungsi dan kegunaan yang luas karena wanginya yang khas
maka sering digunakan sebagai parfum pakaian, karpet dan barang - barang tenun,
industri sabun, dan kosmetik. Minyak nilam terdiri atas campuran senyawa terpen
yang bercampur dengan alkohol, aldehid,
dan ester-ester yang memberikan aroma yang khas dan spesifik. Senyawa-senyawa
tersebut antara lain : sinamaldehid, benzaldehid, patchoulen, eugenol benzoat,
dan patchouli alkohol sebagai komponen utama minyak nilam. Minyak nilam yang
banyak mengandung senyawa terpen akan menurunkan nilai kelarutannya .
Aroma minyak nilam sangat khas,
sehingga kerap dimanfaatkan orang sebagai pengikat (fiksatif) wangi pada parfum
ataupun kosmetika .Minyak ini memiliki daya lekat kuat, sehingga aroma wanginya
tidak mudah hilang atau menguap. Keunggulan lainnya adalah dapat larut dengan
alkohol dan dicampur dengan minyak atsiri lain. Dibandingkan dengan minyak
atsiri yang dihasilkan dari tanaman lain, minyak nilam paling diunggulkan
keharumannya
Berdasarkan penelitian terhadap
bioaktivitasnya, ternyata minyak
nilam
memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antiradang, dan menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri .
Minyak nilam juga memiliki kepekaan
terhadap
bakteri seperti Staphylococcus epidermidis dan Propionibacteriumacnes .
Berdasarkan
akitivitasnya sebagai antibakteri dan antiradang inilah, maka dijadikan dasar
untuk mengembangkan minyak nilam sebagai obat jerawat .Jerawat adalah penyakit
kulit (topikal) akibat peradangan menahun dari folikel polisebasea dan ditandai
dengan meningkatnya jumlah bakteri dalam folikel yaitu Propionibacterium
acnes dan Staphylococcus epidermidis yang berperan dalam proses
inflamasi .
VCO
merupakan minyak alamiah berkualitas tinggi yang diperoleh dari santan kelapa
segar. Kandungan asam lemak terutama asam laurat dan oleat dalam VCO, dapat
berfungsi untuk melembutkan kulit, peningkat penetrasi, moisturizer dan
mempercepat penyembuhan pada kulit. Disamping itu, VCO aman digunakan pada
kulit karena tidak mengiritasi .
Terkait
dengan aktivitasnya, VCO ternyata juga memiliki aktivitas sebagai antibakteri .
Berdasarkan sifat minyak nilam dan VCO seperti tersebut di atas dan ditambah
dengan ketersediaannya yang melimpah di Indonesia, membuatnya berpotensi untuk
dikembangkan sebagai bahan baku pada formulasi sabun transparan yang berbasis
bahan alami.
2.2.2. Standar mutu Minyak Nilam
Standar
mutu minyak nilam belum seragam untuk seluruh dunia, karena setiap negara penghasil
dan pengimpor menentukan standar minyak nilam sendiri. Menurut hasil seminar
dan standarisasi dan pengawasan mutu barang-barang ekspor di Jakarta (1997),
ditetapkan standar mutu minyak nilam sesuai dengan SNI 06-2385-1998 .
Minyak
Nilam Jenis uji
|
Persyaratan
|
Warna
Densitas (20 0C )
Indeks Bias
Bau
Bilangan
asam,%
Bilangan
ester,%
|
Kuning muda
sampai coklat tua
0,943 - 0,983
1,504– 1,514
Segar khas
minyak nilam
Maks. 5,0
Maks. 10,0
|
Tabel
1. Spesifikasi Persyaratan Mutu
2.3. Minyak atsiri
Minyak atsiri umumnya merupakan
komponen pemberi bau yang khas, atau disebut minyak eteris, minyak menguap atau
essential oil yaitu bahan aromatis alam yang berasal dari tumbuhan.Ciri
minyak atsiri antara lain mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami
dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai tanaman penghasilnya dan
bersifat larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri pada suhu kamar berbentuk cairan berwarna kuning-kecoklatan
hingga kuning muda sampai kemerahan dan mempunyai densitas lebih kecil dari
air.Untuk mendapatkan hasil penyulingan minyak atsiri yang bagus perlu
diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perlakuan atau proses
penyulingannya.
Permintaan minyak atsiri cenderung terus meningkat,
karena semakin berkembangnya industri parfum dan kosmetik baik di dalam maupun
di luar negeri. Hal itu dapat menjadi peluang besar bagi para petani untuk
terus meningkatkan kualitas dan kuantitas budidaya nilam, untuk memenuhi
kebutuhan industri minyak nilam.
Minyak atsiri umumnya terdiri dari
berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C),
hidrogen (H) dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung
unsur unsur nitrogen (N) dan belerang (5). Umumnya komponen kimia dalam minyak
atsiri terdiri dari campuran hidrokarbon dan turunannya yang mengandung oksigen
yang disebut dengan terpen atau terpenoid.Terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon
tidak jenuh dan satuan terkecil dalam molekulnya disebut isopren (CsHa).Senyawa
terpen mempunyai rangka karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren.
Klassifikasi dari terpen didasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat
dalam molekulnya yaitu : monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen,
tetraterpen dan politerpen yang masing-masing terdiri dari 2,3.4. 6. 8 dan n
satuan isopren .
BAB III
ISI
3.1. Kultur Jaringan
Indonesia sebagai salah satu negara tropis yang kaya akan plasma
nutfah merupakan pusat keanekaragaman genetik bagi banyak tanaman seperti
buah-buahan, umbi-umbian, palem-paleman, padi-padian, sayur-sayuran dan
berbagai jenis anggrek. Keanekaragaman plasma nutfah yang sangat diperlukan
dalam pemuliaan tanaman ini terus menerus terkikis habis karena beberapa
faktor, diantaranya adalah : perusakan lingkungan hutan, introduksi varietas
unggul, tidak dipopulerkannya jenis tanaman tersebut sehingga lama kelamaan
akan punah, banyaknya hama penyakit dan sebagainya. Untuk itu pelestarian
terhadap pertumbuhan tanaman sangat diperlukan salah satu nya dengan kultur
jaringan .
Kultur
jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti
protoplasma sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman lengkap.
Keberhasilan
kultur jaringan sangat ditentukan oleh media yang digunakan. Media kultur
jaringan harus mengandung bahan-bahan penting, yaitu garam-garam anorganik,
senyawa-senyawa organik, dan persenyawaan organik komplek. Garam-garam
anorganik menyediakan unsur-unsur hara makro (N,P,K,Ca,Mg, dan S) dan unsur
mikro (Fe,Mn,Zn,B,Cu, dan Co). Senyawa organik yang sering ditambahkan adalah
vitamin, zat pengatur tumbuh, dan senyawa organik alami seperti sari buah
tomat, sari buah jeruk, air kelapa dan sari buah pisang .
Menurut
Gamborg dan Shyluk (1981) serta Pierik (1987) keberhasilan kultur jaringan
dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh tanaman, nutrisi, dan sumber eksplan yang
digunakan serta lingkungan fisik kultur jaringan tersebut. Regulasi
organogenesis dan metabolisme sekunder lebih bergantung pada hara mineral.
Dalam kultur jaringan dua golongan zat pengatur
tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini
mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ.
Penggunaan BAP 0.5 ppm yang dikombinasikan dengan NAA 0.1 ppm, menghasilkan
jumlah tunas per kultur tertinggi (15.7 buah) pada eksplan ”shoot tip” Ixora
fulgens Roxb. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang
diberikan dalam medium dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan
arah perkembangan suatu kultur.
Tanaman
Nilam sejauh ini dapat di kultur dengan berbagai cara antara lain yaitu
pemanfaatan air kelapa dengan cara in
vitro ,Perbanyakan tanaman nilam dilakukan dengan stek batang, Keragaman Somaklonal, induksi tunas
secara in vitro .
3.2.
Teknik Pemanfaatan Air
Kelapa Untuk Perbanyakan Nilam secara In Vitro
Kultur
jaringan dapat dilakukan secara in vitro yaitu
dengan caramemperbanyak di dalam botol. Perbanyakan in vitro dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu organogenesis dan embriogenesis.
Organogenesis adalah suatu proses membentuk dan menumbuhkan tunas dari jaringan
meristem (Pardal 2002), sedangkan embryogenesis adalah proses pembentukan
embrio tanpa melalui fusi gamet, tetapi berkembang dari sel somatik .
Dalam makalah ini, proses kultur jaringan melalui
organogenesis langsung atau tanpa melalui kalus sehingga kemungkinan tidak
terjadi mutasi. Keuntungan perbanyakan secara kultur jaringan melalui
organogenesis langsung adalah :
(1) waktu perbanyakan lebih cepat;
(2) jumlah benih yang dihasilkan tidak
terbatas;
(3) jumlah eksplan yang digunakan
kecil (tunas terminal aksilar);
(4) bebas hama dan penyakit;
(5) memerlukan lahan sempit; dan
(6) genotipe sama dengan induknya
(George dan Sherington 1984).
3.2.1. Air Kelapa
Air kelapa
merupakan endosperm atau cadangan makanan cair sumber energi, selain mengandung
zat pengatur tumbuh. Air kelapa yang baik untuk kultur jaringan adalah air
kelapa muda yang daging buahnya berwarna putih, belum keras tetapi masih dapat
diambil dengan sendok .
Air kelapa merupakan hormon alami
kelompok auksin dan sitokinin. Dalam kultur jaringan, auksinberperan memacu
pembentukan kalus, menghambat kerja sitokinin, membentuk klorofil dalam kalus,
mendorong proses morfogenesis kalus, membentuk akar, dan mendorong proses
embriogenesis.
Sitokinin berperan memacu
pembelahan sel, proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar, dan
mendorong pembentukan klorofil pada kalus .
Media
Ditambahkan
air kelapa muda +gula + agar + NaOH dan HCl
Dipanaskan dengan microwavedanDimasukkan ke dalam botol kultur, ditutup aluminum foil
Disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C,tekanan 17,5 Psi
selama 20 menit dan Disimpan selama 3-7 hari
Media siap ditanami
Gambar 3. Diagram alir cara pembuatan media padaPemanfaatan Air Kelapa untuk perbanyakannilam secara in
vitro
Penggunaan media MS ditambah air kelapa 10% pada perbanyakan
nilam secara in vitro menghasilkan persentase tunas hidup rata-rata
100%, jumlah tunas 3, tinggi tunas 1,61 cm, dan jumlah daun 9,10, paling baik
dibanding perlakuan lainnya. Berdasarkan hasil percobaan ini, disarankan untuk
melakukan penelitian pemanfaatan air kelapa sebagai campuran media kultur pada
komoditas lainnya. Lebih tingginya persentase tunas hidup, jumlah tunas, tinggi
tunas, dan jumah daun diduga karena adanya auksin dan sitokinin dalam air
kelapa. Auksin berperan memicu pembentukan kalus, menghambat kerja sitokinin,
membentuk klorofil dalam kalus, mendorong proses morfogenesis kalus, serta
memacu pembentukan akar dan proses embriogenesis. Sitokinin memacu pembelahan
sel dan proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar, dan memacu
pembentukan klorofil pada kalus.
3.3.
Perbanyakan Tanaman Nilam dengan Stek Batang
Perbanyakan tanaman nilam dilakukan dengan stek
batang karena tanaman ini jarang berbunga. Kesuksesan perbanyakan nilam dengan
stek batang, dipengaruhi berbagai faktor antara lain faktor perakaran dan
ketersediaan hormone tanaman, khususnya auksin. Zimmerman and Wilcoxon, 1953 dalam
Candace etc. 2000 menyatakan bahwa berbagai penelitian telah dilakukan dan
berhasil membuktikan bahwa auksin berperan dalam pembentukan akar adventif.
Pemberian
IBA sebagai salah satu jenis auksin sintetis, terbukti dapat meningkatkan
perakaran.Bahkan dari hasil yang diperoleh, diketahui bahwa IBA lebih efektif
daripada IAA atau auksin sintetis lain (Zimmerman and Wilcoxon, 1953 dalam
Candace etc. 2000).Tetapi dibutuhkan konsentrasi yang tepat dalam
penggunaannya, agar diperoleh perakaran optimal.Pemberian IBA pada konsentrasi
59 ppm yang dilakukan oleh Djauhariya dan Rahardjo (2004) dapat
meningkatkanpanjang akar mengkudu. Pada percobaan lain yang dilakukan oleh
Irawati (2005), diketahui bahwa perendaman tanaman daun dewa (Gynura
Pseudochina) dalam IBAkonsentrasi 50 ppm diperoleh hasil terbaik pada perakarannya.
Pemberian IAA danNAA pada
konsentrasi yang semakin meningkat hingga mencapai batas 50 ppm,juga dapat
meningkatkan jumlah dan panjang akar Leguminoceae (Abidin, 1982).
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil stek
batang nilam diambil dari indukan yang sudah cukup umur. Selanjutnya
mempersiapkan larutan IBA dengan cara, IBA dengan berat 100 mg dilarutkan dalam
KOH, kemudian ditambah aquades hingga mencapai 1 liter. Kemudian stek batang
nilam direndam dalam larutan IBA selama 30 menit.Langkah selanjutnya
mempersiapkan media tanam. Media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1 : 1, disiapkan dalam polybag. Stek batang nilam yang
sudah direndam, ditanam dalam polybag yang berisi media tanam.Selanjutnya
pemeliharaan dilakukan selama 30 hari.Pengamatan dilakukan setelah tanaman
berumur 30 hari.
Pada tanaman Nilam kosentrasi yang pas untuk
perbayakan tanaman ini dicapai pada konsentrasi 25 ppm.Dalam hal ini, IBA pada
konsentrasi tersebut mampu mengoptimalkan perakaran, sehingga penyerapan
nutrien dapat dilakukan secara optimal. Nutrien yang diserap tersebut
selanjutnya akan digunakan untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sebelum
cadangan makanan yang dimiliki habis.
3.4. Perbanyakan
Tanaman Nilam Dengan
Induksi Tunas secara In Vitro
Untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas bahan baku nilam dapat dilakukan melalui
teknik kultur jaringan. Teknik kultur jaringan selain dapat digunakan untuk
perbanyakan vegetatif tanaman nilam secara in vitro untuk
menghasilkan klon-klon yang sehat dalam jumlah yang besar dalam waktu yang
relatif singkat, serta dapat digunakan untuk menghasilkan tanaman dengan sifat
baru.
Perbanyakan
vegetatif nilam dengan teknik kultur jaringan dilakukan melalui tahapan:
induksi tunas, pemanjangan tunas dan induksi perakaran serta aklimatisasi
plantlet pada media tanah .
1.
Induksi
tunas nilam in vitro dilakukan dengan menggunakan eksplan daun (Gambar
1A) yang dikultur pada medium MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA dan
BAP.
2.
Tunas
mulai terbentuk dari eksplan setelah 2 minggu kultur (Gambar 1B).
3.
Pemanjangan tunas dilakukan dengan
mengkultur tunas yang terbentuk umur 6 minggu (Gambar 1C) pada media MS dengan
penambahan hormon GA3. Pada media yang mengandung GA3 ini, selain tunas
mengalami pemanjangan, akar juga mulai terbentuk dari tunas-tunas nilam (Gambar
1D).
4.
Setelah
4 minggu dalam media ini, plantlet diaklimatisasi (Gambar 1E dan F).
5.
Dua
minggu setelah aklimatisasi plantlet dipindah ke polibag dan siap dipindah
dalam penanaman dalam bentuk demplot.
3.5. Perbanyakan Tanaman Nilam Dengan Keragaman
Somaklonal
Keragamaan
somaklonal merupakan keragaman genetik yang terjadi secara spontan hasil
regenerasi sel somatik.Perubahan sifat genetik dan sel somatik telah dilaporkan
se-jak tahun 1961.Metode tersebut te-lah diterapkan pada tanaman panili
kombinasi dengan mutagen fisik (radiasi sinar gamma). Nilam merupakan penghasil minyak
atsiri yang potensial dikembangkan dan Indonesia merupakan pemasok utama di
pasar dunia. Peningkatan kadar minyak nilam melalui teknikkonvensional sulit
dilakukan karena tanaman tersebut tidak berbunga. Peningkatan keragaman genetic
dilakukan pada tunas in vitro yang telah mengalami periode kulturin
vitro selama 2 tahun dan subkultur 12 kali.
Kalus yang berasal dari jaringan daun yang
diisolasi dari biakan tersebut kemudian dikaluskan dan dibuat suspensi sel
kemudian massa selnya ditaburkan di atas kertas filter. Sel tersebut diradiasi
dengan sinar gamma 0-3 krad.Sekitar 411 somaklonal yang diperoleh diuji di2
lokasi (Bogor dan Bandung) selama 2 tahun ber-turut-turut. Dari sekitar 411
soma-klonal diperoleh 5 somaklon yang kadar minyaknya tinggi dan di anta-ranya
terdapat 1 somaklon yang kadar minyaknya mencapai 4% dan selalu stabil pada
setiap panen de-ngan musim yang berbeda. Pada tahun ketiga dicoba kembali di
Bogor, kadar minyaknya tetap stabil, demikian pula pada tahun keempat (Mariska, 2002).
3.6.
Zat Pengatur Tumbuh Untuk Perbanyakan Tanaman Nilam di Dalam Kultur Jaringan
Zat
pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah
sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan
(Sriyanti dan Wijayani, 1994). Zat pengatur tumbuh
dapat ditambahkan ke dalam media kultur jaringan yangberfungsi untuk merangsang
pertumbuhan antara lain pertumbuhan tunas dan akar. Zat pengatur tumbuh yang
sering ditambahkan ke dalam medium kultur jaringan adalah sitokinin dan auksin.
Zat pengatur tumbuh ini berfungsi sebagai faktor pemicu yang dapat
mempercepat proses pertumbuhan dan morfogenesis. Zat pengatur tumbuh diperlukan
sebagai komponen media bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat
pengatur tumbuh dalam media, pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin tidak tumbuh
sama sekali (Pierik, 1987).
Sitokinin penting
dalam pengaturan pembelahan sel, morfogenesis dan banyak berperan dalam
mengatur organogenesis, pembentukan tunas, mendorong proliferasi meristem
ujung, menghambat pembentukan akar, mendorong pembentukan klorofil (Evans dan
Sharp, 1981; Tisserat, 1986; Basri dan Muslimin, 2001).
Jenis sitokinin yang digunakandalam
kultur jaringan, yaitu kinetin (6-furfuryl amino purine), zeatine
(4-hydroxyl-3-metyltrans-2-butenyl amino purine), BAP/BA (6-benzyl amino
purine/6-benzyl adenine),Thidiazuron (N-phenyl-N-1,2,3-thiadiazol-5-tl-urea).
Auksin
membantu meningkatkan pertumbuhan akar dikarenakan dapat menginduksisekresi ion
H+ keluar melalui dinding sel, pengasaman dinding sel menyebabkan K+ diambildan
pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke
dalam seljuga mendorong enzim sellulase memotong-motong ikatan selulosa pada
dinding primerhingga dinding elastis dan sel membesar , auksin juga digunakan
untukmerangsang kalus, suspensi sel dan organ, mendorng proses morfogenesis
kalus membentukakar dan tunas, mendorong proses embriogenesis, mempengaruhi
kestabilan genetik tanaman.
Jenis auksin sintetik yang digunakan dalam kultur jaringan, yaitu
IAA (Indole Acetic Acid),2,4-D (2,4-dichlorophenoxy acetic acid), NAA (napthalene
Acetic Acid), IBA (IndoleButyric Acid), Dicamba (3,6-Dichloro Anisic Acid),dan
Picloram (4-Amino-3,5,6,-TrichloroPicolinic Acid) (Santoso dan Nursandi, 2004).
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan ulasan hasil penelitian
tentang kultur jaringan tanaman Nilam
dapat disimpulkan bahwa :
1.
Kultur
in vitro merupakan teknologi yang potensial untuk meningkatkan keragaman
genetik nilam. Dengan adanya keragaman tersebut maka peluang untuk mendapatkan
genotipe baru yang unggul menjadi terbuka.
2.
Perendaman stek batang tanaman nilam (P. cablin)
dalam IBA berpengaruh nyata terhadap panjang akar, berat basah dan berat
kering.
3.
Zat pengatur tumbuh sangat berperan penting terhadap
pertumbuhan tanaman Nilam
DAFTAR PUSTAKA
Surachman , dedi, 2011, Tehnik Pemanfaatan Air
kelapa untuk perbanyakan Nilam secara In
vitro , Buletin tehnik Pertanian ,
vol 16 No 1
Hasanah, Farida , 2007 , Pembentukan Akar pada Stek
Batang Nilam(Pogostemon cablin Benth.) setelah direndam Iba (Indol
Butyric Acid) pada Konsentrasi Berbeda, Buletin Anatomi dan
Fisiologi ,Vol. XV, No.
2,
Sumarni, Nunung Bayu Aji, dan Solekan, 2008
,Pengaruh Volume Air dan Berat Bahan pada Penyulingan Minyak Atsiri Jurnal Teknologi, Vol. 1, No. 1
0 komentar:
Posting Komentar