BAB I
PENDAHULUAN
Kultur
jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah
budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan
fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan
tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Kultur
jaringan akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan
meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang
terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan
vakuolanya kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue
culture. Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga
diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Teknik
kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan
jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan
dan
dipelihara dalam
medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian
sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami
proliferasi dan
membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan ke dalam
medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap
dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu
irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet
dlama jumlah yang besar.
Pelaksanaan
teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang
dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom,
bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan
setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dilingkungan
yang sesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna. Teknik kultur jaringan
akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi.
Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar
untuk pembentukkan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik
dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada
prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman
yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda,
ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio
bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah
kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi.
Kegunaan
utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah
banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan
morfologi sama persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini
diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih
rinci dan jelas berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur
jaringan terhadap berbagai ilmu pengetahuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Regenerasi
tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan dapat dilakukan melalui jalur
organogenesis dan embriogenesis somatik. Perbanyakan tanaman dengan menggunakan
teknik kultur jaringan melalui jalur embriogenesis somatik lebih menguntungkan
dibandingkan melalui organogenesis karena dapat menghasilkan tanaman baru
dengan jumlah yang lebih banyak. Selain itu, karena embriosomatik berasal dari
sel tunggal maka akan lebih mudah untuk memonitor proses pertumbuhan setiap individu
tanaman. Embriogenesis somatik juga merupakan jalur yang lebih efisien untuk
penelitian yang melibatkan produksi tanaman yang ditransformasikan secara
genetik.
Jaringan
meristematik yang digunakan sebagai sumber eksplan dalam kultur meristem dapat
berupa meristem apikal atau meristem tunas aksiler. Kultur meristem digunakan
untuk mengeliminasi virus, untuk memperoleh pengetahuan tentang peranan nutrisi
dan hormone terhadap diferensiasi serta pertumbuhan embrio somatik maupun
tunas, dan untuk diaplikasikan untuk menyimpan plasma nutfah.
2.1 Pemilihan
dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Sebelum
melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus
dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut
harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari
hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan
dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang
akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan
pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
Lingkungan
tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas
eksplan. Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi : pemangkasan,
pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan
insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan
bersih dari kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk
sumber eksplan kadang – kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter
cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh.
Manipulasi
tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas
dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin
untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan
pada tahap inisiasi kultur.
2.2 Inisiasi Kultur
Tujuan
utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan
yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru. Pada tahap ini
mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari
mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan
bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada
kultur tahap selanjutnya.
Untuk
mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi.
Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang
menempel di permukaan eksplan. beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk
mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2.
Kesesuaian
bagian tanaman untuk dijadikan eksplan, dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanaman
yang memiliki hubungan kekerabatan dekat pun, belum tentu menunjukkan rspon
in-vitro yang sama. Penggunaan eksplan yan tepat merupakan hal penting yang
juga harus diperhatikan pada tahap ini. Umur fisiologis dan ontogenetik tanaman
induk, serta ukuran eksplan bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan,
merupakan faktor penting dalam tahap ini. Bagi kebanyakan tanaman, eksplan yang
sering digunakan adalah tunas pucuk (tunas apikal) atau mata tunas lateral pada
potongan batang berbuku. Namun belakangan ini, eksplan potongan daun yang
dulunya hanya digunakan untuk tanaman-tanaman herba, seperti violces, begonia, petunia
dan tomat, ternyata dapat digunakan juga untuk tanaman-tanaman berkayu seperti Ficus lyrata, Annona squamosa, dan melinjo.
Eksplan
yang dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman Anthurium sendiri diantaranya adalah tunas pucuk, daun, tangkai
daun muda, tangkai bunga, spate, spandik, biji, ruas batang dan anther. Umur
fisiologis dan umur ontogenetik jaringan tanaman yang dijadikan eksplan juga berpengaruh
terhadap potensi morfogenetiknya. Umumnya, eksplan yang berasal dari tanaman
Bougenvile mempunyai daya regenerasi tinggi untuk membentuk tunas lebih cepat
dibandingakan dengan eksplan yang berasal dari tanaman yang sudah dewasa.
Masalah
yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau penghitaman
bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang timbul akibat
stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan
dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat
pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
2.3 Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul
Tahap
ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak
seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga
sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini,
perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas
cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman
secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih
dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus
terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang
dibutuhkan secara tepat.
Hormon
yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari
golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ). Kemampuan
memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro terletak
pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi. Eksplan
yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan
atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat
dilakukan
berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur
yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti
terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak
normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.
2.4 Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
Tujuan
dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat
untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke
lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya
terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan.
Tunas-tunas
yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan
tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau
tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok.
Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu.
Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas
dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah
dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan
memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti
NAA atau IBA.
Keberhasilan
tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap
sebelumnya. Disamping itu, beberapa perlakuan yang disebut hardening in vitro
telah dilaporkan dapat meningkatkan mutu tunas sehingga planlet atau tunas
mikro tersebut dapat diaklimatisasikan dengan persentase yang lebih tinggi.
Beberapa perlakuan yang bisa dilakukan sebagai berikut:
1. Mengondiskan
kultur di tempat yang pencahaannya berintensitas lebih tinggi (contohnya 10000
lux) dan suhunya lebih tinggi.
2. Pemanjangan
dan pemanjangan tnas mikro dilakukan dalam media kultur dengan hara mineral dan
sukrosa lebih rendah dan konsentrasi agar-agar lebih tinggi.
2.5 Aklimatisasi
Dalam
proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan
salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara
masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar
botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga).
Proses ini disebut aklimatisasi.
Aklimatisasi
adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan
secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media
tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang
siap di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan
berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan
keberhasilan yang tinggi. Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim
mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh
berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol.
Kondisi
di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat
intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet
atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam
kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan
sumber energi berkecukupan. Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan
beberapa gejala ketidak normalan, seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula
tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang sempurna, morfologi daun
abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana mestinya. Strutur mesofil
berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan karakteristik seperti
itu, planlet atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika dipindahkan
ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro
tersebut diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan
kata lain planlet atau tunas mikro perlu diaklimatisasikan.
Tahapan yang dilakukan dalam
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah :
1. Pembuatan media
2. Inisiasi
3. Sterilisasi
4. Multiplikasi
5. Pengakaran
6.
Aklimatisasi
BAB
III
ISI
Kultur meristem (meristem culture) adalah kultur jaringan
tanaman dengan menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan meristematik.
Jaringan meristem yang digunakan dapat berupa meristem pucuk terminal atau
meristem tunas aksilar. Dalam kultur meristem, perkembangan diarahkan untuk
mendapatkan tanaman sempurna dari jaringan meristem tersebut dan dapat
sekaligus diperbanyak.
Kultur meristem, sudah secara luas diterapkan untuk
tujuan perbanyakan tanaman, terutama pada tanaman hortikultura. Sel-sel
meristem pada umumnya stabil, karena mitosis pada sel-sel meristem terjadi
bersama mericloneengan pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra
duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan
identik dengan tanaman donornya. Berikut akan dijelaskan alasan kultur meristem
dilakukan pada beberapa jenis tanaman.
1. Kentang (Solanum fuberosunz L.)
Tanaman kentang (Solarium fuberosunz L.) diperbanyak secara
vegetatif melalui
umbi sehingga kemungkinan terjadinya degenerasi akan lebih
besar. Penyakit
virus merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya degenerasi
pada tanaman kentang. Virus menginfeksi umbi kentang kemudian berkembang
dan menular secara turun temurun pada generasi
berikutnya.
Kendala utama dalam peningkatan
produksi kentang adalah pengadaan dan distribusi benih kentang berkualitas yang
belum kontinyu dan memadai. Padahal saat ini, penggunaan benih bebas
pathogen/berkualitas mutlak diperlukan. Bibit bebas patogen, bisa didapatkan melalui kultur jaringan disertai
dengan pengujian patogen secara intensif dan dilanjutkan dengan teknik
perbanyakan cepat khususnya dengan menanam stek secara inviltro atau in vivo,
untuk mendapatkan bibit kentang generasi nol.
Kegiatan memproduksi benih
kentang berkualitas baik dalam bentuk tanaman in vitro atau umbi mini dibagi dalam
4 tahap mulai dari eliminasi penyakit sistemik terutama virus, Penggunaan
teknik in vitro untuk tujuan perbanyakan vegetatif, Aklimatisasi, dan produksi
umbi mini kentang.
Teknik kultur jaringan sangat
membantu dalam usaha mengeliminasi penyakit sistemik terutama penyakit virus.
Metode yang umum digunakan untuk produksi plantlet dan umbi mikro kentang
adalah teknik kultur meristem atau kultur satu mata tunas (single-node
culture). Kultur meristem digunakan untuk produksi bibit kentang bebas virus.
Keberhasilan dalam menggunakan
metoda kultur jaringan sangat bergantung perbanyakan ini dimulai dengan
penumbuhan jaringan meristem hingga pada penempatan kultur di ruang inkubasi
atau incubator dengan suhu 20 – 22oC dengan photoperiode 16 jam terang 8 jam gelap. Pada umumnya jaringan
meristem akan tumbuh menjadi plantlet setelah 3 – 6 bulan setelah tanam.
Kehilangan hasil akibat virus daun
menggulung (PLRV) adalah 25 – 90 %, sedangkan akibat
virus mosaik (PVX, PVY dan PVS) adalah 5 - 80 %Virus
pada tanaman kentang dapat dieliminasi dengan teknik kultur
jaringan yaitu
kultur meristem atau menggunaan antiviral seperti Virazol
(Ribavirin). Ribavirin
adalah suatu senyawa sintetis yang telah dilaporkan mempunyai
aktivitas antiviral
terhadap banyak ragam virus. Ribavirin (=Virazole; 1 - B - D -ribofuranosyl - 1 - 2 - 4 -
triazole - 3 -carboxarnide), merupakan analog suatu anabolit
basa purine, telah terbukti pada lebih dari 20 jenis virus DNA dan RNA
virus yang bersifat patogenik pada hewan dan manusia serta
dapat menghambat beberapa virus tumbuhan. Ribavin
merupakan suatu senyawa nukleosida yang tidak berwarna
serta dapat
larut dan stabil dalam air, mempunyai rumus molekul CaHlzNaOs
dengan berat
molekul (FW) 244,2. Ribavirin mampu menekan replikasi virus dalam
jaringan terinfeksi. Ribavirin menurunkan konsentrasi virus
secara mencolok pada daun yang lebih atas (bagian pucuk). Hal ini mungkin
disebabkan oleh penyebaran virus yang lambat dan terjadmya penghambatan pada
biosintesis virus.
Semakin
tinggi konsentrasi Ribavirin ternyata dapat menghambat proliferasi jaringan
meristem, persentase poliferasi kecil namun semua explant dapat tumbuh dan
berkembang membentuk tunas. Keberhasilan explant mengadakan pembelahan dan
berdiferensiasi disebabkan oleh sel-sel yang terdapat di explant bersifat tidak
totipoten. Dalam kultur jaringan explant baru dapat dikatakan lulus hidup jika
terjadi peningkatan jumlah sel yang ada atau explant menjadi masa yang lebih
besar.
Berikut
cara kultur meristem dari kentang :
Persiapan bahan
tanaman
a. Umbi
kentang yang mempunyai bobot 30 g/ buah atau umbi yang besar yang dipotong
dengan berat 20 g/potong dengan beberapa mata.
b. Umbi
direndam dalam 0,03 μm GA3 selama 1 jam.
c. Umbi
diletakan pada pasir yang lembab.
d. Tunas
yang 3-5 cm dipergunakan sebagai bahan awal.
Isolasi
meristem
Tunas
dicuci bersih menggunakan detergen dan disterilkan dalam larutan clorox 20%
selama 7 menit, direndam lagi dalam larutan clorox 10% selama 10 menit,
selanjutnya dibilas menggunakan aquadest steril. Tunas dipindahkan pada petri-dish
steril. Tunas diambil bagian jaringan meristem dengan cara seperti pada
pengambilan jaringan meristem pada kedelai. Media yang digunakan adalah MS + 1
g/L Bacto-tryptone. Botol kultur disimpan dalam inkubator pada suhu 25 oC,
panjang penyinaran 12 jam /hari, intensitas cahaya 150 lux selama 7 minggu.
plantula yang telah dihasilkan diuji dengan ELISA test. Bila telah bebas virus,
plantula dapat disubkultur dengan memotong-motong 1 buku/ eksplan, dipindahkan
ke madia MS + 0,001 mg/L dan diulangi prosedur tiak 20 hari, untuk mendapatkan
plantula dalam jumlah banyak.
2. Pisang
Barangan (Musa paradisiaca L.)
Pisang barangan telah diperbanyak
melalui teknik kultur jaringan, hingga
memperoleh bibit kultur yang baik (seragam atau bebas patogen) atau sama
seperti induknya dalam jumlah yang lebih banyak dan relatif cepat. Media yang
digunakan yaitu MS (murashige dan skoog) merupakan media dasar yang telah
banyak digunakan dalam kultur jaringan. Tanaman
pisang mempunyai ciri spesifik yang mudah dibedakan dari jenis tanaman lainnya.
Tanamannya terdiri dari daun, batang (bonggol), batang semu, bunga, dan buah.
Pisang termasuk keluarga musaceae, salah satu anggota ordo scitamineae.
Morfologi
tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapis-lapis. Lapisan ini
sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan air
(sukulenta) sehingga lebih tepat disebut batang semu (pseudostem). Daun pisang
Cavendish berwarna hijau tua. Lembaran daun (lamina) pisang lebar dengan urat
daun utama menonjol berukuran besar sebagai pengembangan dari morfologis
lapisan batang semu (gedebog). Batang pisang sesungguhnya terdapat didalam
tanah, yaitu yang sering disebut bonggol. Pada sepertiga bagian bonggol sebelah
atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan.
Bunga pisang
yang disebut tongkol yang disebut jantung. Bunga ini muncul dari primordia yang
terbentuk pada bonggolnya, perkembangan primordia bunga memanjang keatas hingga
menembus inti batang semu dan keluar diujung batang semu tersebut. Panjang
Tandan 60 - 100 cm dengan berat 15 - 30 kg. Setiap tandan terdiri dari 8 - 13
sisiran dan setiap sisiran ada 12 - 22 buah. Daging buah putih kekuningan,
rasanya manis agak asam, dan lunak. Kulit buah agak tebal berwarna hijau
kekuningan sampai kuning muda halus. Umur panen 3 - 3,5 bulan sejak keluar
jantung.
Salah satu
tanaman buah-buahan yang diperbanyak secara komersial dengan teknik kultur
jaringan adalah pisang. Pisang biasanya diperbanyak secara vegetatif
menggunakan anakan atau bonggolnya. Ukuran anakan yang cukup besar menyulitkan
transportasi bibit dari satu tempat ke tempat penanamannya. Anakan yang
diproduksi oleh satu induk pisang ukuran dan umurnya beragam, sehingga sangat
sulit untuk memperoleh anakan berukuran seragam dalam jumlah memadai untuk
perkebunan pisang secara komersial.
Perbanyakan
klonal pisang dengan teknik kultur jaringan dapat mengatasi kendala-kendala
tersebut. Metode dan tahapan perbanyakan yang digunakan untuk perbanyakan klonal
pisang ini serupa dengan metode perbanyakan lainnya. Teknik yang umum digunakan
adalah kultur meristem (meristem culture) atau kultur pucuk (shoot culture),
selain itu telah dicoba juga untuk mengkulturkan tangkai bunga inflorescence
muda pisang. Pisang Cavendish di Indonesia lebih dikenal dengan Pisang Ambon
Putih. Perbanyakan tanaman pisang secara kultur jaringan bertujuan untuk
mendapatkan bibit bermutu dalam jumlah banyak dan cepat selama kurun waktu
tertentu. Ditinjau dari tujuan tersebut maka adanya bibit kultur jaringan akan
mampu mendukung pengembangan kebun agribisnis dalam skala luas. Bibit pisang
kultur jaringan adalah bibit yang dihasilkan melalui biakan jaringan (sel
meristem) pada media buatan dalam laboratorium (in vitro).
3. Pisang Abaca
(Musa textilis Nee.)
Perbanyakan abaca dapat melalui teknik
kultur in-vitro. Salah satu tahapan dalam teknik kultur in-vitro adalah
penggandaan tunas. Tunas yang digandakan dapat berasal dari tunas mikro hasil
induksi meristem apikal sebagai sumber eksplan, sehingga disebut kultur
meristem. Kelebihan kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman
yang identik dengan induknya dan bebas virus. Kultur meristem mampu
meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki mutu bibit
yang dihasilkan, mampu mempertahankan sifat-sifat morfologi yang positif.
Keberhasilan
penggandaan tunas abaca melalui kultur meristem sangat tergantung pada
keseimbangan zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin, terutama
keseimbangan antara 6-Benzil Amino Purin (BAP) dan Asam Naftalen Asetat (NAA).
BAP adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang berperan antara lain dalam pembelahan
sel dan morfogenesis sedangkan NAA adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang
mampu mengatur berbagai proses pertumbuhan dan pemanjangan sel. Pemberian NAA
pada konsentrasi 0,01-0,8 mg/l yang dikombinasikan dengan kinetin mampu
memperbaiki penggandaan tunas jahe.
Kombinasi
konsentrasi 2 mg/l 2.4-D dengan 0,5 mg/l BAP pada medium dasar MS merupakan
kombinasi terbaik untuk penggandaan tunas kacang tanah dan embriogenesis ubi
jalar. Efektifitas BAP dan NAA pada penggandaan tunas abaca melalui kultur
meristem belum diketahui secara pasti sehingga perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut. Kombinasi konsentrasi
BAP dan NAA berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah tunas, panjang tunas dan
jumlah daun.
Selain dari perbanyakan, aplikasi kultur meristem yang
terutama adalah eliminasi virus dari bahan tanaman dan penyimpanan plasma
nutfah yang bebas virus ini dengan teknik Cryopreservation : preservasi dengan
temperatur rendah. Kultur meristem dan eliminasi virus, perbanyakan vegetatif
yang menggunakan eksplan yang telah terinfeksi virus akan menjadi penyebab
tersebarnya virus dalam anakan (progeni) di lapangan. Penularan melalui benih
sering terjadi pada tanaman Fabaceae seperti buncis, ercis, dan kedelai.
Perkembangbiakan virus sangat tergantung pada
metabolisme sel tnaman inang, antara virus dan sel inang terdapat hubungan yang
erat. Proses eliminasi virus melalui cara-cara kemoterapi tidak selalu
berhasil. Cara yang paling efisien adalah menggunakan kultur meristem.
Sel-sel meristem umumnya stabil karena mitosis pada
sel-sel meristem terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan
sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman
yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya.
Selain dari perbanyakan, aplikasi kultur meristem yang
terutama adalah eliminasi virus dari bahan tanaman dan penyimpangan plasma
nutfah yang bebas virus ini , dengan teknik cryopreservation : preservasi
dengan temperatur rendah. Sekelompok tanaman berupa klon yang dihasilkan oleh
kultur meristem yang disebut meriklon.
Masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:
1) Kontaminasi
Kontaminasi
adalah
gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan. Munculnya
gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu yang sangat
wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya. Fenomena kontaminasi
sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminasinya
(bakteri, jamur, virus, dll). Upaya mencegah terjadinya kontaminsai. Biasakan
membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur jaringan. Yakinkan
bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar. Lakukan proses penanaman
bahan pada keadaan anda nyaman dan cari waktu yang longgar.
2) Pencoklatan/browning
Pencoklatan
adalah
suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak
terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan
sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa yang sering terjadi. Pencoklatan
umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan dan
tidak jarang berakhir pada kematian eksplan.
3) Vitrifikasi
Vitrifikasi
adalah
suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan: Munculnya pertumbuhan
dan pertumbuhan yang tidaknormal. Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau
kerdil. Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter. Tanaman
utuhnya menjadi sangat turgescent. Pada daunnya tidak memiliki jaringan
pallisade.
4) Variabilitas Genetik
Bila
kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam
jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upayapemuliaan tanaman
maka variasi
genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in
vitro karena:
Laju multiflikasi
yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang
yang tidak terkontrol. Penggunaan teknik yang tidak sesuai. Variasi genetik yang
paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur suspensi sel,
hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin
akibat teknis kultur, media atau hormon.
Cara
mengatasi problem variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus
memperhatikan
aspek yang dikulturkan.
5) Pertumbuhan dan Perkembangan
Problem
utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang
ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu
tidak mati
tetapi tidak tumbuh. Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif
menghindari bahan tanam yang tidak juvenil atau tidak meristematik.
Karena awal pertumbuhan eksplan akan dimulai dari sel-sel yang
muda yang aktif membelah, atau dari sel-sel tua yang muda kembali.
Media
juga dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena
dari kondisi
medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan
dan pembesaran dirinya. Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict
embriogenesis, tahapan pembentukan kalus harus dilanjutkan dengan
mendorong induksi embriosomatik dari sel-sel kalus. Terjadinya embrio
somatik dapat secara endogen atau eksogen.
6) Praperlakuan
Masalah
pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja, pertumbuahn
dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh
persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan
muncul bila
kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan
umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka
menghilangkan hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik,
biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari
pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif
pengelolaannya.
7) Lingkungan Mikro
Masalah
lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering
menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan
eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan pada eksplan. Kebutuhan antara satu tananaman dengan
tanaman yang lain berbeda, namun demikian solusinya sulit dilakukan mengingat
umumnya ruangan inkubator suatu ruangan laboratorium kultur jaringan
tidak bisa dibuat variasi antara satu ruangan dengan bagian ruangan yang
lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan tidak bisa diharapkan sama antara kultur
yang satu dengan kultur yang lain.
Keuntungan Pemanfaatan Kultur Jaringan
- Pengadaan bibit tidak tergantung musim
- Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
- Bibit yang dihasilkan seragam
- Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
- Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
- Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya
- Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
- Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa
Kekurangan Pemanfaatan Kultur Jaringan :
- Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
- Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan.
- Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
- Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh
Kesimpulan
Dari
pembuatan makalah ini dapat disimpulkan :
-
Kultur meristem adalah kultur jaringan
tanaman dengan menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan meristematik.
-
Jaringan meristem yang digunakan dapat
berupa meristem pucuk terminal atau meristem tunas aksilar.
-
Dalam kultur meristem, perkembangan
diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna dari jaringan meristem tersebut
dan dapat sekaligus diperbanyak.
Daftar Pustaka
Gunawan,
L.W. 1990.
Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan.
Laboratorium Kultur Jaringan.
Pusat Antar Universitas (PAU)
Bioteknologi. IPB. Bogor. P. 304.
Sitompul, S.M.
dan Guritno.B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Salisburry, F.B.
dan Ross, C.W.1992. Plant Physiology. Wadsworth Publishing Company,
California.
Sriyanti,
D.P. dan A.Wijayani.
1994. Teknik Kultur Jaringan.
Yayasan Kansius.Yogyakarta. Hal. 18, 54,
57, 63, 67, 69, 82-83.
Sunarjono,
H. 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
1 komentar:
Get great web traffic using amazing xrumer service available. We are able post your marketing message up to 10K forums around the web, get insane amount of backlinks and incredible web traffic in shortest time. Most affordable and most powerful service for web traffic and backlinks in the world!!!!
Price just from $29 your post will be published up to 100000 forums worldwide your website will get insatnt traffic and massive increase in rankings just after few days or weeks. Order now:
[url=http://xrumerservice.org]xrumer[/url]
Posting Komentar