BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) adalah satu dari 27 species
Amorphophallus di Indonesia dan dari 170 spesies yang dikenal dunia. Amorphophallus muelleri Blume merupakan
tanaman sumber karbohidrat alternatif mengandung glukomanan tertinggi diantara
species Amorphophallus lainnya di
Indonesia.
Sebagian besar iles-iles Indonesia
diekspor ke jepang , yang membutuhkaniles-iles sedikitnya 3000 ton/tahun.
Kebutuhan tersebut belum terpenuhi sehingga prospek pengembangan dan peluang
ekspor iles-iles ini masih cukup tinggi. Amorphophallus
muelleri Blume secara alami
merupakan tanaman tahunan dan memiliki kemampuan beregenaralisasi melalui organ
vegetatif, yaitu umbi atau potongan umbi, bulbi, dan secara generatif yaitu
dengan biji. Tanaman ini merupakan tanaman triploid (2n=3x=39) dengan kromosom
dasar x=13. Walaupun tanaman ini dapat bereproduksi melalui biji, tetapi biji
yang dihasilkan adalah apomiksis, sehingga tanaman ini tidak mengalami
rekombinasi genetik. Selain itu tepung sari
(pollen-nya) sedikit dan kadang-kadang fertil. Dengan demikian perbaikan
genetik tanaman ini tidak efektif dilakukan dengan tekhnik hibridisasi. Salah
satu alternatif dalam perbaikan genetik tanaman ini yaitu dengan induksi mutasi
pada kultur in vitro iles-iles.
Kultur
jaringan merupakan salah satu perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur
jaringan merupakan tekhnik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari
tekhnik kutur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian
vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
1.2 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi mutagen EMS pada pertumbuhan Amorphophalus
muelleri Blume
2.
Untuk mengetahui konsentrasi BAP dan ZPT yang tepat bagi pertumbuhan Amorphophalus muelleri Blume
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kultur Jaringan
Kultur adalah budidaya
dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang
sama. jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman
menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya.Kultur jaringan
akan lebih besar presentase keberhasilannya bila menggunakan jaringan meristem.
Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan yang terdiri dari
sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya penuh dan vakuolanya
kecil-kecil. Kebanyakan orang menggunakan jaringan ini untuk tissue culture.
Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan
mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan
bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan
zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di
tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman,
khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit
yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara
lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam
jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan
mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh
bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Media
merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi
media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak.
Media kultur yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun
mikro, sumber vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh,
senyawa organik sebagai tambahan seperti air kelapa, ekstrak buah dll, bahan
pemadat, agar-agar den gelrite dan juga menyediakan arang aktif untuk kasus
tertentu untuk tanaman.
Unsur
hara makro dan mikro diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Pada umumnya
biasa diberikan dalam komposisi tertentu seperti komposisi media MS, WPM, B5,
White, dan lain-lain tergantung dari jenis tanaman yang akan dikulturkan.
Vitamin yang banyak digunakan adalah vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid,
vitamin B6 (pyridoxine), dan vitamin E atau C yang digunakan sebagai
antioksidan. Asam amino dipakai sebagai sumber N organik, yang biasa digunakan
adalah glycine, asparagin, glutanin, alanin, dan threonin.
Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembuatan media kultur jaringan. Zat
pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah sedikit(1
mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan
perkembanagan tanaman. Dalam kultur jaringan ZPT penting: sitokinin (Kinetin,
BA, Zeatin, 2 Ip, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA,IBA, 2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba,
Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda, sitokinin
mempengaruhi pembelahan sel serta pembentukan organ seperti pucuk dan
pembentukan embrio somatik. Auksin dipakai untuk menginduksi pembentukan sel
dan akar. Kombinasi antara auksin dan sitokinin berfungsi untuk menginduksi
pertumbuhan kalus. Selain auksin dan sitokinin digunakan juga giberelin
(menginduksi pemanjangan tunas dan perkecambahan embrio dan menghambat
pengakaran) dan retardan (untuk
menghambat pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
Senyawa
organik sering ditambahkan ke dalam media sebgai sumber pembentukan asam amino
dan vitamin. Senyawa organik yang sering ditambahkan adalah air kelapa, ekstrak
ragi, ekstrak buah, dan casein hydrolisat. Sebagai sumber energi ditambahkan
dari senyawa-senyawa yang merupakan sumber karbohidrat, seperti sukrosa (paling
baik pada tanaman umumnya), glukosa, fruktosa, dan maltosa. Penambahan arang
aktif berfungsi untuk mengabsorbsi senyawa-senyawa fenolik dan untuk merangsang
pertumbuhan akar.
Selain
ditambahkan oleh senyawa-senyawa tersebut, media yang baik harus selalu berada
dalam ph yang optimal yaitu 5,5-5,8 selain itu, harus dibuat didalam tempat
yang steril. Autoclave sering dipakai untuk sterilisasi dalam pembuatan media
kultur jaringan.
Media kultur jaringan yang baik,
selain dapat menyediakan semua keperluan tanaman juga harus steril dari
kontaminasi. Hal ini bertujuan agar dapat diperoleh tanaman yang steril dari
berbagai macam mikroorganisme penganggu.
Proses sterilisasi, baik yang
dilakukan terhadap peralatan pembuatan media maupun terhadap media itu sendiri
dilakukan dengan menggunakan autoclave. Didalam autoklaf tersebut peralatan dan
media dipanaskan pada suhu 121 derajat celcius dan diberi tekanan sebesar 17.5
psi dalam beberapa waktu tertentu. Perlakuan tersebut mengakibatkan berbagai
mikroorganisme seperti bakteri ataupun cendawan tidak tahan dan akhirnya mati.
Peralatan den media pun menjadi steril.
Salahsatu indikator keberhasilan dalam
pembuatan media kultur jaringan tanaman yang baik adalah tingkat kontaminasi
media yang kita buat. Semakin sedikit media yang terkontaminasi maka semakin
baik tingkat keberhasilan kita. Autoklaf dapat dipakai untuk membunuh
mikroorganisme seperti bakteri dan cendawan .sehingga media yang kita buat
dapat steril dari mikroorganisme tersebut.
Keuntungan Pemanfaatan Tekhnik Kultur Jaringan
- Pengadaan bibit tidak tergantung musim
- Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
- Bibit yang dihasilkan seragam
- Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
- Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
- Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya
- Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
- Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa
Kekurangan Pemanfaatan Tekhnik Kultur Jaringan
- Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
- Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan.
- Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
- Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh
2.2 Klasifikasi
Kerajaan : Plantae
Ordo : Alismatales
Famili : Araceae
Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus muelleri Blume
Ordo : Alismatales
Famili : Araceae
Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus muelleri Blume
2.3 Amorphophallus muelleri Blume
Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume )dari suku Araceae, merupakan tanaman
tahunan yang sangat berpotensi untuk dijadikan makanan diet mengingat kandungan
glukomananya sangat tinggi (40%). Manan merupakan senyawa polisakarida yang
bila dicampur dengan air dingin dapat membentuk massa kental yang lekat
sedangkan dengan senyawa tertentu seperti soda dapat membentuk lapisan kering
yang sangat tipis.
Tahap
vegetatif tampak sebagai daun bercabang-cabang dengan "batang" lunak. Batang sejati tidak ada tetapi berupa umbi yang selalu berada di bawah permukaan
tanah. Umbi
tunggal, tidak membentuk anakan umbi, mengandung pati yang komposisinya didominasi oleh mannan; warna umbi kuning cerah, menjadi
penciri yang membedakannya dari suweg yang warna umbinya putih.
Tangkai
daun tunggal utama seringkali dianggap "batang" oleh awam, tumbuh
tegak, lunak, halus permukaannya bila diraba dan berwarna hijau atau hitam berbelang-belang putih. Tangkai daun tunggal pada ketinggian
tertentu (dapat mencapai 1,5 m) menjadi tiga cabang sekunder dan akan mencabang
lagi sekaligus menjadi tangkai helai daun. Pada setiap pertemuan batang akan
tampak tonjolan berwarna cokelat kehitam-hitaman dan berfungsi sebagai alat
perkembangbiakan vegetatif (disebut bulbil). Adanya bintil ini menjadi pembeda
penting iles-iles dari suweg.
Bunga
muncul apabila simpanan energi berupa tepung di umbi sudah mencukupi untuk
pembungaan. Sebelum bunga muncul, seluruh daun termasuk tangkainya akan layu.
Bunga tersusun majemuk berupa struktur khas talas-talasan, yaitu bunga-bunga tumbuh pada tongkol yang dilindungi oleh seludang
bunga. Kuntum bunga
tidak sempurna, berumah satu, berkumpul di sisi tongkol, dengan bunga jantan
terletak di bagian distal (lebih tinggi) daripada bunga betina. Struktur
generatif ini pada saat mekar mengeluarkan bau bangkai yang memikat lalat untuk membantu
penyerbukannya, pemekaran berlangsung sekitar tiga hari.
Iles-iles
ditemukan mulai dari Kepulauan Andaman, India, menyebar ke arah timur melalui Myanmar masuk
ke Thailand dan ke
Indonesia.
Tanaman ini tumbuh di mana saja seperti di pinggir hutan jati, di bawah rumpun bambu, di tepi-tepi sungai, di semak belukar dan di
tempat-tempat di bawah naungan yang beranekaragam.
Untuk
mencapai produksi umbi yang tinggi diperlukan naungan 50-60% Tanaman ini tumbuh dari dataran rendah
sampai 1000 m di atas permukaan laut,
dengan suhu antara
25-35°C, sedangkan curah hujannya antara 300-500 mm per bulan selama periode pertumbuhan. Pada suhu
di atas 35oC daun tanaman akan terbakar, sedangkan suhu rendah
menyebabkan suweg mengalami dormansi.
Tumbuhnya bersifat tersebar di hutan-hutan atau di pekarangan-pekarangan,
dan belum banyak dibudidayakan. Seperti suweg, iles-iles dapat tumbuh baik pada
tanah
bertekstur ringan yaitu pada kondisi liat berpasir, strukturnya gembur, dan
kaya unsur hara, di
samping itu juga memiliki pengairan baik, kandungan humus yang tinggi, dan
memiliki pH tanah 6 -
7,5. Tanaman obat ini mudah
ditemukan di pulau Jawa dengan habitat semak-semak yang tumbuh dalam siklus tahunan dan dapat
tumbuh hingga mencapai satu meter.
Manfaat iles-iles terutama di bidang industri dan kesehatan,
karena kandungan glukomannan pada tepung umbinya. Iles-iles
merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan prospek untuk dikembangkan di Indonesia.
Selain mudah didapatkan, tanaman ini juga mampu menghasilkan karbohidrat dan
tingkatan panen tinggi. Umbinya besar, dapat mencapai 5 kg, cita rasanya netral
sehingga mudah dipadupadankan dengan beragam bahan sebagai bahan baku kue tradisional dan
modern. Tepung
iles-iles dapat digunakan sebagai bahan lem, agar-agar, mi, tahu, kosmetik dan roti. Tepung suweg dapat dipakai sebagai
pangan fungsional yang bermanfaat untuk menekan peningkatkan kadar glukosa darah
sekaligus mengurangi kadar kolesterol
serum darah yaitu
makanan yang memiliki indeks glikemik rendah dan memiliki sifat fungsional hipoglikemik dan hipokolesterolemik. Suweg sebagai serat pangan dalam
jumlah tinggi akan memberi pertahanan pada manusia
terhadap timbulnya berbagai penyakit
seperti kanker usus besar,
divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol
tinggi dalam darah dan kencing manis.
Di Filipina umbi
suweg sering ditepungkan mengganti kedudukan terigu dan biasanya dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan roti. Di Jepang, umbi-umbian sekerabat suweg telah
banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, misalnya bahan pembuatan mi instan.
Umbi iles-iles berserat banyak dan tidak
mengandung kolesterol. Dinegara Jepang tepung umbi iles-iles dimanfaatkan
sebagai bahan pembuat konyaku (sejenis tahu)dan shirataki (sejenis mi) atau
sebagai pengganti agar-agar dan gelatin. Umbi iles-iles banyak digunakan dalam
industri kertas, tekstil, cat, bahan negatif film, bahan isolasi pita seluloid
dan bahan komestika
BAB III
PEMBAHASAN
Iles-iles
(Amorphophallus muelleri Blume)
adalah satu dari 27 species Amorphophallus di Indonesia dan dari 170 spesies
yang dikenal dunia. Amorphophallus
muelleri Blume merupakan tanaman sumber karbohidrat alternatif mengandung
glukomanan tertinggi diantara species Amorphophallus
lainnya di Indonesia.
Iles-iles
(Amorphophallus muelleri Blume) dari suku Araceae, adalah tanaman tahunan yang
sangat berpotensi untuk dijadikan makanan diet mengingat kandungan
glukomanannya sangat tinggi. Umbi iles-iles banyak digunakan dalam industri
kertas, tekstil,cat,bahan negatif film, bahan isolasi, pita seluloid dan bahan
komestika. Sebagian besar iles-iles Indonesia diekspor ke Jepang, namun belum
bisa memenuhi permintaan, sehingga prospek pengembangan dan peluang ekspornya
masih tinggi. Untuk mengisi peluang ekspor iles-iles ini perlu dilakukan
pembudidayaannya secara luas, intensif dan berkelanjutan. Guna merealisasikan
tujuan tersebut dibutuhkan teknik perbanyakan yang efektif dan efisien yang
dapat diperoleh melalui penerapan
tekhnik kultur jaringan yang telah diketahui sebagai teknik yang mampu
menyediakan bibit berbagai tanaman secara cepat dan seragam dalam jumlah tidak
terbatas serta berkesinambungan.
Perbanyakan tanaman iles-iles
umumnya dilakukan secara vegetatif melalui umbi, bulbil dan setek daun.
Sebenarnya perbanyakan iles-iles juga dapat dilakukan melalui biji, namun
iles-iles merupakan tanaman triploid apomiksis yang bukan merupakan hasil
rekombinasi kedua tentunya, karena itu keragaman genetiknya sangat terbatas.
Pengembangan tekhnik kultur jaringan atau tekhnik in vitro bagi perbanyakan
tanaman iles-iles telah berhasil dilakukan melalui kultur tunas pucuk.
Penguasaan tekhnik tersebut, selain bermanfaat bagi penyediaan bibit unggul
diharapkan dapat dijadikan langkah awal bagi perbaikan mutu genetik iles-iles
baik melalui poliploidisasi, induksi mutasi maupun hibridisasi somatik
Penggunaan tangkai daun (petiole)
sebagai sumber eksplan sudah banyak diterapkan pada kultur jaringan tanaman
hias, antara lain Begonia gracilis,
Pelargonium x hortorum, Pelargonium x domesticum, pada helai daun Anthurium andrawanum serta Caladium hibrida .
Tangkai daun (petiole) merupakan
eksplan alternatif yang menguntungkan karena pengambilan tangkai daun ini tidak
merusak umbi, sehingga tidak mengganggu tanaman induk. Selain itu, tangkai daun
juga lebih mudah diperoleh dalam jumlah banyak.
Sitokinin dan auksin merupakan zat
pengatur tumbuh yang banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman. Sitokinin
seperti benzylaminopurine (BAP) sangat berperan dalam pembentukan dan
penggandaan tunas in vitro, sedangkan auksin seperti naptaleneacetidacid (NAA)
berperan dalam pembentukan akar dan perpanjangan sel.
Hasil dari pengamatan menunjukkan
bahwa sekitar satu minggu setelah dikultrkan, potongan tangkai daun mulai
membengkak pada salahsatu ujungnya, atau kadang-kadang pada kedua ujungnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, dari bagian yang membengkak tersebut terbentuk
tonjolan-tonjolan kecil yang kemudia
tumbuh menjadi bakal tunas melalui proses organogenesis dalam waktu 8-9 minggu.
Pada media yang mengandung 2-4 mg/L BAP DAN O,1-0.5 mg/L NAA terbentuk sedikit
kalus. Dalam waktu 12 minggu jumlah bakal tunas adventif yang terbentuk
berkisar antara 5-19, tergantung pada komposisi media yang digunakan.
Pada semua media yang diuji, hanya
70% eksplan potongan tangkai daun iles-iles yang mampu meregenerasikan tunas.
Pada kultur pelepah daun Caladium hibrida
makin dekat jaraknya dengan pangkal pelepah atau ujung pelepah daun makin
tinggi kemampuannya untuk membentuk tunas adventif. Keberhasilan
morfogenesis in vitro tergantung pada
berbagai faktor, meliputi status fisiologi dari tanaman induk, macam dan umur
eksplan, komposisi media serta jenis, konsentrasi dan kesimbangan zat pegatur
tumbuh (ZPT) yang ditambahkan.
BAP merupakan zat pengatur tumbuh
yang sangat efektif dalam menginduksi proliferasi tunas in vitro banyak jenis
tanaman dibandingkan dengan sitokinin lain yang umum digunakan dalam kultur
jaringan tanaman. BAP sudah terbukti efektif dalam merangsang proliferasi tunas
in vitro berbagai macam tanaman buah-buahan seperti pepaya (Carica papaya), jeruk (Citrus sp.), manggis (Garcinia mangostana) dan pisang (Musa acuminata x balbisiana).
Pengamatan pada umur 3 bulan
menunjukkan bahwa jumlah tunas rata-rata iles-iles terbanyak diperoleh pada
media B2 yang mengandung BAP 2 mg/L yaitu 19. Peningkatan konsentrasi BAP
menjadi 4 mg/L tidak meningkatkan jumlah tunas yang terbentuk karena setelah
mencpai kadar optimal. Peningkatan kadar BAP menghambat pertumbuhan
/perpanjangan tunas. Hal serupa juga dilaporkan oleh Al-Bahrany(2002) pada
jeruk nipis (Citrus aurantifolla).
Menrut Agarwal dan Ranu(2000) pada geranium (Pelagonium x hortorum), kadar zat pengatur tumbuh yang optimal bagi
pembentukan tunas adventif berbeda antar kultivar. Pengaruh ZPT terhadap
kemampuan regenerasi sangat kompleks dan berkaitan dengan kondisi fisiologi
dari tanaman in vivo. Keseimbangan antara auksin dan sitokinin sangat
diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal bagi pembentukan tunas dan akar.
Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang optimal pada kultur tangkai daun
iles-iles ini, perlu dicari kondisi terbaik bagi pertumbuhannya, antara lain
penggunaan jenis, konsentrasi serta keseimbangan ZPT yang tepat.
Pemberian BAP yang dikombinasikan
dengan NAA ternyata menghasilkan tunas yang lebih cepat perpanjangannya,
walaupun jumlah tunasnya lebih sedikit dibandingkan dengan yang diberikan BAP
saja tanpa NAA. Kombinasi terbaik bagi pembentukan dan perpanjangan tunas
adalah BAP 2 mg/L dan NAA 0.2 mg/L. Pada kadar NAA yang lebih tinggi (0.5 mg/L)
atau lebih rendah (0.1 mg/L), jumlah tunas yang terbentuk menurun. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan antara
sitokinin (BAP) dan auksin (NAA) sangat diperlukan untuk memperoleh hasil yang
optimal bagi penggandaan dan perpanjangan tunas. Pada tahap selanjutnya, tunas
terbanyak yang diperoleh pada media yang hanya diberi BAP 2 mg/L, perlu
disubkultur ke media dengan kadar BAP yang lebih rendah, agar perpanjangan
tunasnya lebih cepat.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tangkai daun iles-iles merupakan sumber eksplan yang baik dan efisien
dalam menghasilkan tunas advebtif
walaupun jumlah tunas yang dihasilkan masih lebih rendah dari pada yang dikultur
dari tunas pucuk . Selain itu, tangkai daun juga lebih mudah disediakan dan
pengambilannya tidak merusak umbi / tanaman induknya. Pengamatan secara visual
terhadap tunas in vitro dan planlet iles-iles asal tangkai daun tersebut
menunjukkan adanya tunas adventif dengan morfologi yang berbeda (varian) yaitu
daunnya menjadi belang hijau putih , walaupun jumlahnya sangat sedikit (kurang
dari 5%).
Pada iles-iles, perubahan warna daun
tersebut tampaknya hanya bersifat sementara karena setelah disubkultur daun
yang belang-belang putih hijau kembali menjadi hijau normal. Menurut Mujib
(2004), perubahan morfologi serupa itu merupakan variasi temporer atau variasi
fisiologi yang antara lain dapat ditimbulkan oleh penambahan berbagai zat
pengatur tumbuh/fithohormon selama proses pengkulturan in vitro
Kombinasi
pemuliaan mutasi dan kultur in vitro telah terbukti membuat induksi dan seleksi
mutasi somaklonal lebih efektif dan efisien. Metoda ini memberikan beberapa
keuntungan. (a) bahan tanaman dapat diperbanyak secara cepat untuk mendapatkan
populasi yang cukup besar sebelum perlakuan; (b) meningkatnya frekuensi variasi
somaklonal ; (c) meningkatnya recovery sel-sel yang bermutasi dengan
berkurangnya kompetisi somatik akibat dari modifikasi kondisi kultur, khususnya
penggunaan zat pengatur sitokinin dalam media ; (d) meningkatnya efisiensi
karena mempercepat produksi mutant sebagai akibat dari meningkatnya kecepatan
perbanyakan dan jumlah generasi yang lebih besar perunit waktu dan tempat.
Salah satu faktor penentu
keberhasilan mutagenesis secara in vitro adalah keberhasilan tekhnik
perbanyakan tanaman secara in vitro. Keberhasilan perbanyakan iles-iles secara
in vitro baik melalui proliferasi tunas yang berasal dari mata tunas bulbil
maupun dari petiola, dengan daya multiplikasi yang tinggi (satu eksplan dapat
menghasilkan >20 tunas), sehingga dengan demikian aplikasi mutagen secara in
vitro pada iles-iles sangat mungkin untuk dilakukan. Karena induksi mutasi
merupakan kejadian pada individu sel, sifat acak dari induksi mutasi dapat
berakibat munculnya kimera pada tanaman hasil mutasi. Oleh karenanya,
penggunaan bahan berupa tunas sebagai jaringan target masih memungkinkan
terjadinya kimera yang perlu diatasi dengan 4-5 subkultur. Penelitian ini
bertujuan untuk menetapkan lethal-dose 50%(LD-50%) dan LD-75% pada A.muelleri dan mempelajari respon
pertumbuhan kultur in vitro A.muelleri terhadap Ethyl Methan
Sulfonate (EMS) pada subkultur pertama setelah perlakuan mutagen.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Semakin tinggi konsentrasi EMS yang igunakan maka
presentasi hidup semakin kecil, bahkan pada konsentrasi 2% dan 4% tidak ada
satu eksplan pun yang hidup.
2. Pemberian BAP yang dikombinasikan dengan NAA ternyata
menghasilkan tunas yang lebih cepat perpanjangannya, walaupun jumlah tunasnya
lebih sedikit dibandingkan dengan yang diberikan BAP saja tanpa NAA. Kombinasi
terbaik bagi pembentukan dan perpanjangan tunas adalah BAP 2 mg/L dan NAA 0.2
mg/L.
DAFTAR PUSTAKA
Ermiati dan M.P.Laksmanahardja. 1996. Manfaat iles-iles (Amorphophallus sp.) sebagai bahan baku
makanan dan industri. Jurnal Litbang Pertanian 15 (3):74-80
Imelda.M.1991. Penerapan Tekhnologi Iin Vitro dalam
Penyediaan Bibit Pisang. Prosiding Seminar Biotekhnologi Perkebunan dan
Lokakarya Biopolimer Untuk Industri . PAU Biotekhnologi IPB. Bogor.
Imelda. M., A.Wulansari, Y.S.Poerba.2007. Mikropropagasi
tanaman iles-iles (Amorphophallus
muelleri Blume) . Berita Biologi 8(4):271-277.
Imelda M.A.Wulansari dan Yuyu S. Poerba .2008. Regenerasi
tunas dari kultur tangkai daun iles-iles (Amorphophallus Muelleri Blume)
Biodiversitas 9. 174-177
Irawati.2005. Pembentukan Kalus dan Embriogenesis Kultur
Pelepah Daun dan Daun Caladium Hibrida.
Berita Biologi 7(5):257-261.
Mujib. A.2004. In Vitro Variability in Tissue Culture a
Freshlook. In:Mujib, A, M-J Cho, S. Predieri, and S. Banerjee (eds). In vitro
Application in Crop Improvement New Delhi : Oxford & IBH Publishing
Co.Pvt.Ttd
Priyono dan A.W Susilo. 2002. Respons Regenerasi In Vitro
Eksplan Sisik Mikro Kerk liliy (Lilium
Longflorum) terhadap Ethyl Methane Sulfonate (EMS). Jurnal Ilmu Dasar
3(2):74-79
Sunarwoto.2004. Beberapa Aspek Agronomi Iles-iles (Amophophalus Muelleri Blume) Disertasi
Doktor. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
0 komentar:
Posting Komentar