BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Langkah pertama dalam menyiapkan materi segar untuk
pengamatan mikroskopis adalah fiksasi. Fiksasi juga merupakan langkah awal yang
penting dalam membuat sediaan utuh maupun sediaan sayatan. Tujuan fiksasi
adalah untuk menghentikan proses metabolisme secara cepat, mencegah kerusakan
jaringan, mengawetkan komponen-komponen sitologis dan histologist, mengawetkan
keadaan sebenarnya, dan mengeraskan. Fiksasi dapat dilakukan dengan cara
melewatkan preparat diatas api atau merendamnya dalam metanol. Untuk
materi-materi yang lunak akan terjadi koagulasi protoplasma dan maupun
elemen-elemen di dalam protoplasma
Untuk memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan
Biologi, seseorang perlu menggunakan suatu cara atau teknik tertentu. Ada
kalanya teknik yang digunakan tidak hanya yang bersifat makroskopis tetapi
sering kali melalui teknik yang bersifat mikroskopis. Untuk itu analisis dapat
dibedakan atas analisis kimia dan analisis struktur .
Analisis kimia dapat melalui spektroskopi dan
kromatografi. Sedangkan Analisis struktur dapat melalui mikroteknik dan
mikroskrop electron. Teknik ini timbul akibat keterbatasn kemampuan indra
manusia. Panca indra manusia seringkali hanya dapa melihat benda-benda atau
organisme yang bersifat makroskopis saja. Oleh karena itu, diperlukan metode
mikroteknik untuk melihat struktur pada tingkat sel maupun jaringan dan
struktur yang bersifat sub-mikroskopik berupa makromolekul yang biasanya dapat
dilihat melalui miroskop electron.
1.2 Rumusan
masalah
Rumusan masalah yang didapatkan
berdasarkan latar belakang diatas adalah:
- Bagaimana
membuat sediaan olesan dari substansi berupa cairan?
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah
membuat sediaan olesan dari substansi berupa cairan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan
tentang Preparat Apus Darah
Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua
buah kaca sediaan yang sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca
sediaan bertindak sebagai tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan ynag
lain bertindak sebagai alat untuk meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan
tipis darah (kaca perata). Darah dapat diperoleh dari tusukan jarum pada ujung
jari. Sebaiknya tetesan darah pertama dibersihkan agar diperoleh hasil yang
memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan pada daerah ujung kaca sediaan yang
bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata diletakan miring dengan sudut
kira- kira 45o tepat didepan tetes darah menyebar sepanjang sisi pendek kaca
perata, maka dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakan secara cepat
sehingga terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan. Setelah sediaan
darah dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan pewarnaan sesudah difiksasi
menurut metode yang dipilih, yaitu metode Giemsa dan Wright yang merupakan
modifikasi metode Romanosky (Maskoeri, 2008).
Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky
adalah Giemsa yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Sediaan apus
yang telah dikeringkan diudara, difixir dulu dengan methyl alkohol selama 3-5
menit. Semakin lama pewarnaan yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin
tua. Preparat apus yang yang telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel
butir darah baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau yang lain (Maskoeri,
2008).
Fungsi dari larutan-larutan pada pembuatan preparat
apus darah ikan dan manusia adalah metanol untuk proses fiksasi yaitu untuk
membunuh sel-sel pada sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel
yang ada di dalamnya yang dilakukan selama 2 menit, pewarna Giemsa 10% sebagai
pewarna yang umum digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini
sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai
untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi
parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam
bentuk serbuk atau larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap. Di dalam
laboratorium-laboratorium banyak dipakai larutan Giemsa 3% yang dibuat dari
larutan baku Giemsa yang berupa cairan (larutan) (Kurniawan, 2010).
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan
campuran zat warna khusus yang pertama kali ditemukan oleh oleh Dimitri Romanosky
dan diubah oleh penyelidik lainnya. Pada tahun 1891, Romanosky menemukan
campuran methylen blue dan eosin dalam perbandingan tertentu memberi warna ungu
inti leukosit. Pewarnaan ini disebabkan karena oksidasi methylen blue dan
pembentukan senyawa baru dalam campuran yang dinamakan azure. Setelah
pemberiaan campuran jenis Romanosky, diferensiasi sel-sel dapat dilakukan
Berdasarkan 4 sifat pewarnaan yang menyatakan afinitas struktur sel oleh
masing-masing zat warna dari campuran, yaitu:
- Afinitas untuk methylen blue
- Afinitas untuk azure dikenal
sebagai azurefilik ( ungu).
- Afinitas untuk eosin (suatu zat
warna asam ) dikenal sebagai asidofilik atau eosinofilia.(merah muda
kekuningan ).
- Afinitas untuk komplek zat
warna yang terdapat dalam campuran, secara tidak tepat dianggap netral,
dikenal sebagai neutrofilia (salmon-pink smplilac.
2.2 Tinjauan
tentang Darah
Darah dianggap sebagai jaringan khusus yang menjalani
sirkulasi. Aliran darah dalam seluruh tubuh menjamin lingkungan yang tetap,
agar semua sel serta jaringan mampu melaksanakan fungsinya. Darah mempunyai dua
komponen, yaitu komponen cairan dan komponen sel darah yang terdiri dari tiga
macam yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit.
Darah adalah cairan tubuh yang mengalir dalam pembuluh
dan beredar ke seluruh tubuh. Darah pada umumnya terdiri atas unsur-unsur
seluler dan matrik cairan yang disebut plasma. Darah terdiri atas plasma dan
komponen-komponen seluler yaitu sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih
atau leukosit dan trombosit. Plasma merupakan cairan yang mengandung ion-ion
dan molekul organik meliputi protein, elektrolit, nitrien, materi sampah, zat
terlarut dan materi terlarut (Maskoeri, 2008).
Sel darah pada umumnya dikenal ada
tiga tipe yaitu: eritrosit, lekosit dan trombosit. Eritrosit manusia dalam
keadaan normal berbentuk cakram bulat bikonkaf dengan diameter 7,2 µm tanpa
inti, lebih dari separoh komposisi eritrosit terdiri dari air (60%) dan sisanya
berbentuk substansi koloidal padat. Sel ni bersifat elastis dan lunak. Lekosit
(sel darah putih) terdapat pada bagian pinggir sel darah, lekosit ini dibagi
menjadi dua yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit terbagi menjadi tiga yaitu Netrofil
(terbanyak) berbentuk bulat dengan diameter 10-12 µm, Eosinofil yang
strukturnya lebih besar daripada netrofil (10-15 µm) dan Basofil (paling
sedikit) dengan ukuran hampir sama dengan netrofil tetapi basofil sangat sulit
ditemukan. Agranulosit dibagi menjadi dua yaitu Limfosit yang mempunyai ukuran
yang bevariasi, inti bulat sitoplasma mengelilingi inti seperti cincin dan
berperan penting dalam imunitas tubuh, dan Monosit (sel lekosit terbesar),
intinya berbentuk oval kadang terlipat-lipat dapat bergerak dengan membentuk
pseudopodia. Tipe ketiga yaitu Trombosit (disebut juga keping darah), berbentuk
sebagai keping-keping sitoplasma lengkap dengan membran yang mengelilinginya,
Trombosit terdapat khusus pada sel darah mammalia.
Untuk melihat struktur sel-sel darah
dengan mikroskop cahaya pada umumnya dibuat sediaan apus darah. Sediaan apus darah
ini tidak hanya digunakan untuk mrmpelajari sel darah tapi juga digunakan untuk
menghitung perbandingan jumlah masing-masing sel darah. Pembuatan preparat apus
darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles (metode smear)
yangmerupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat selaput (film)
dan substansi yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas benda yang
bersih dan bebas lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan
gelas penutup (Handari, 2003).
Beberapa langkah yang harus
diperhatikan dalam pembuatan preparat dengan metode smear sebagai berikut:
1.
Ketebalan
film
2.
Film
difiksasi agar melekat erat pada gelas benda sehingga yakin bahwa sel-sel di
dalamnya strukturnya tetap normal
3.
Memberi
warna (pewarnaan)
4.
Menutup
dengan gelas penutup
Film darah (sediaan oles) ini dapat
diwarnai dengan berbagai macam metode termasuk larutan-larutan yang sederhana
antara lain: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan
wright, dan lain-lain.
Pewarnaan Giemsa disebut juga
pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari
morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga untuk
mengidentifikasi parasit-parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia
danlain-lain dari golongan protozoa.
Hasil pewarnaan dengan Giemsa pada
darah manusia akan memperlihatkan eritrosit berwarna merah muda, nukleolus
lekosit berwarna ungu kebiru-biruan, sitoplasma lekosit berwarna sangat ungu
muda, granula dari lekosit eosinofil berwarna ungu tua, granula dari lekosit
netrofil dan lekosit basofil berwarna ungu
2.3 Faktor
Kegagalan
Menurut Maskoeri (2008), adapun faktor yang
mempengaruhi ketidakberhasilan dalam pembuatan preparat yaitu:
- Darah yang cepat menggumpal
ataupun cepat mengering saat diteteskan ke kaca benda
- Kurangnya pengalaman praktikan
dan kurangnya kesabaran praktikan
2.4 Faktor
Keberhasilan
Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pembuatan preparat, terutama pada pembuatan preparat apus
diantaranya :
1.
Pengambilan sampel
Sampel yang diambil adalah darah yang masih segar,
karena darah merupakan jaringan hidup yang dapat melakukan proses pembekuan
saat terjadi luka dan pendarahan.
2.
Pemrosesan
Pemrosesan juga sangat mempengaruhi keberhasilan
pembuatan preparat terutama dalam proses perlakuan penggeseran darah pada kaca
benda, karena hal ini berpengaruh terhadap sel-sel darah.
3.
Pewarnaan
Pemberian zat warna yang berlebihan akan mengakibatkan
bagian-bagian sel darah yang amat terlalu tebal, sehingga sulit diamati.
Lamanya pemberian zat warna juga berpengaruh karena adanya daya serap jaringan
juga berbeda. Sehingga dalam hal ini diperlukan keterampilan dan pengamatan
yang cukup (Maskoeri, 2008).
BAB III
METODELOGI
3.1
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah Jarum pentul, pipet, kaca benda, kaca penutup, mikroskop
Bahan-bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah alkohol 70%, larutan pewarna giemza 3%, darah manusia, methanol
dan aquades.
3.2 Cara Kerja
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pengamatan
Metode
: Preparat Apus
Nama
Preparat
: Apus Darah Kadal (Mabouya multifasciata)
Perbesaran
: 400 kali
Pewarnaan
: Giemza
Potret
: Fotostereometri
Tgl
Pembuatan
: 16 Mei 2011
Tgl
Pemotretan
: 07 Juni 2011
Keterangan:
1
= sel darah merah
2
= nukleus
3
= stach of coin
4.2
Pembahasan
Pada
praktikum pembuatan preparat apus yang digunakan adalah darah kadal. Dari hasil
pengamatan preparat darah kadal baik melalui mikroskop secara langsung maupun
dari hasil pengamatan potret preparat dapat diketahui bentuk sel darah
merahnya. Pada kadal bentuk sel darah merahnya berbentuk lonjong/oval dan
berinti. Sel-sel darah merah pada kadal tidak sama dengan sel darah merah pada
manusia. Pada manusia sel darah merahnya tidak berinti danbentuknya bulat.
Untuk
kegiatan praktikum pembuatan preparat apus pengambilan darah kadal dilakukan
dengan cara mengambil darah kadal pada jantung dengan menggunakan spet. Setelah
darah diulas dan dibiarkan mengering agar darah menempel pada kaca benda
kemudian preparat tersebut diamati di bawah mikroskop dengan tujuan untuk
mencari bagian-bagian yang dianggap tepat, bagus dan sesuai dengan apa yang
diinginkan atau yang dicari. Apabila telah mendapatkan bagian yang tepat
langkah selanjutnya adalah pemberian (penetesan) alkohol 100%. Alkohol
berfungsi sebagai dehidrasi yang berperan dalam proses dehidrasi yaitu proses
pengeluaran air dari dalam jaringan. Apabila prosesnya tidak sempurna maka air
akan tetap ada di dalam jaringan dan seiring dengan berjalannya waktu akan
dapat menyebabkan rusaknya preparat yang lebih cepat. Oleh sebab itu dehidran
harus mampu menarik air dari tissu dan menggantikan kedudukan air tersebut.
Dehidran dapat digantikan kedudukannya oleh medium penjernihan. Dehidran yang
digunakan pada praktikum ini adalah alkohol 100%.
Proses
selanjutnya adalah proses pewarnaan dengan menggunakan giemza selama 30 menit.
Tujuan pewarnaan pada pembuatan preparat adalah untuk mempertajam atau
memperjelas berbagai elemen tissu, terutama sel-selnya sehingga dapat dibedakan
dan ditelaah dengan mikroskop. Tanpa pewarnaan tissu akan transparan sehingga
sulit untuk diamati.
Setelah
sel-sel darah terwarnai dilanjutkan dengan proses penjernihan (clearing). Pada
praktikum pembuatan preparat apus darah kadal digunakan xylol sebagai zat
penjernih. Proses pemberian xylol dilakukan sebanyak 2 kali, xylol I dan xylol
II. Pemberian xylol I slama 10 menit atau sampai kering sedangkan pemberian
xylol II tersebut perlu waktu lama, setelah meneteskan xylol II langsung diberi
entellen dan langsung di tutup dengan kaca penutup. Zat entellen ini
berfungsi sebagai perekat. Tujuan dari pemberian xylol I dan xylol II adalah
untuk menyempurnakan proses penjernihan. Sebelum diberi xylol preparat tersebut
dengan aquadest untuk mengurangi giemza yang berlebihan pada preparat.
Dari hasil
gambar preparat apus darah kadal dapat dilihat bahwa bentuk sel darah kadal
berbeda dengan sel darah merah manusia. Dari hasil pemotretan foto preparat
yang dihasilkan juga berbeda, dapat dilihat bahwa hasil preparat apus dari sel
darah merah kadal lebih bagus, lebih jelas, hasil pewarnaannya juga terlihat
jelas sehingga dapat dilihat bagian-bagiannya, serta terlihat stach of coin
yaitu kelainan pada sel darah.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan sediaan apus ini
yaitu kecermatan dan kehati-hatian dalam prosesan penggeseran darah pada kaca
benda karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap sel-sel darah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
- Alkohol 100% berperan dalam
proses dehidrasi yaitu proses pengeluaran air dari dalam jaringan
- Tujuan pewarnaan pada pembuatan
preparat adalah untuk mempertajam atau memperjelas berbagai elemen tissu,
terutama sel-selnya sehingga dapat dibedakan dan ditelaah dengan mikroskop
- Dari hasil pengamatan dengan
menggunakan metode apus pada darah kadal menghasilkan preparat yang sudah
bagus atau bisa juga dikatakan berhasil, hal tersebut dapat dilihat dari
hasil yang didapatkan bahwa terlihat sel darah merah karena hasil
pewarnannya terlihat jelas sehingga dapat diamati bagian-bagiannya
5.2 Saran
Dalam
pembuatan preparat darah dengan metode apus membutuhkan adanya
ketelitian, ketelatenan serta ketepatan waktu dalam tiap tahap pemrosesannya.
Hendaknya batas pengambilan darah diperpendek kontaknya karena darah cepat
sekali mengering atau membeku jika terkena udara.
Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 femtoliter. Sekitar sepertiga darivolume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul hemoglobin, dimana setiapmolekul membawa 4 gugus heme.Orang dewasa memiliki 2-3 x 1013 eritrosit setiap waktu (wanita memiliki 4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta. Sedangkan orang yangtinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen yang rendah maka cenderunguntuk memiliki sel darah merah yang lebih banyak).Eritrosit terkandung di darah dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan partikel darah yang lain, seperti misalnya sel darah putih yang hanya memiliki sekitar 4000-11000 sel darah putih dan platelet yang hanya memiliki 150000-400000 di setiapmikroliter dalam darah manusia.Morfologi sel darah merah yang normal adalah bikonkaf. Cekungan (konkaf) pada eritrosit digunakan untuk memberikan ruang pada hemoglobin yang akanmengikat oksigen
Darah adalah cairan yang terdapat pada hewan tingkat tinggi yang berfungsi sebagai alat transportasi zat seperti oksigen, bahan hasil metabolisme tubuh, pertahanan tubuh dari serangan kuman, dan lain sebagainya. Beda halnya dengan tumbuhan, manusia dan hewan level tinggi punya sistem transportasi dengan darah.
Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah padat). Jumlah darah yang ada pada tubuh kita yaitu sekitar sepertigabelas berat tubuh orang dewasa atau sekitar 4 atau 5 liter.
Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia :
1. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5. Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu
6. Menjaga suhu temperatur tubuh
7. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku
8. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dll.
Darah cair atau plasma darah adalah cairan darah berbentuk butiran-butiran darah. Di dalamnya terkandung benang-benang fibrin / fibrinogen yang berguna untuk menutup luka yang terbuka.
Isi Kandungan Plasma Darah Manusia :
1. Gas oksigen, nitrogen dan karbondioksida
2. Protein seperti fibrinogen, albumin dan globulin
3. Enzin
4. Antibodi
5. Hormon
6. Urea
7. Asam urat
8. Sari makanan dan mineral seperti glukosa, gliserin, asam lemak, asam amino, kolesterol, dsb.
Sel darah merah membawa haemoglobin dalam sirkulasi.
Sel darah merah berbentuk piring atau biconcave, pada mamalia sel
darah merah tidak bernukleus kecuali pada awal dan pada hewan-hewan tertentu.
Sel darah merah pada unggas mempunyai nukleus dan berbentuk elips. Sel
darah merah terdiri dari air (65%), Hb (33%), dan sisanya terdiri dari sel
stroma, lemak, mineral, vitamin, dan bahan organik lainnya dan ion K
(Kusumawati, 2004).
Darah juga mengandung faktor-faktor
penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit juga berperan dalam sistem buffer
seperti bikarbonat dalam air. Darah yang kekurangan kandungan oksigen akan
berwarna kebiru-biruan yang disebut sianosis. Darah dengan jumlah haemoglobin
berkurang jauh dari standar karena pembentukan yang kurang memadai disebut anemia.
Anemia juga dapat disebabkan oleh penyakit kronis, akut, kecelakaan yang
mengeluarkan banyak darah, terserang penyakit cacing tambang, kanker darah,
kekurangan gizi dan lain-lain. Anemia juga disebabkan oleh defisieansi
zat Fe, Cu, vitamin dan asam amino (Frandson, 1992).
Proses pergantian sel darah merah
dari atau oleh sel darah baru terjadi setelah sirkulasi 3 sampai 4 bulan. Sel
darah merah mengalami desintergrasi atau pemecahan sehingga melepas haemoglobin
ke dalam sel dan sel darah pecah. Pembentukan sel darah merah pada orang
dewasa pada sumsum tulang belakang dan pada bayi terjadi di hati, kelenjar
thymus dan nodula lymphatica (Frandson,1992).
Sel darah mengalami hemolisis yang lebih cepat
dibanding dengan pembentukan atau produksi sel darah yang baru. Proses
penggantian sel darah merah dari atau oleh sel darah yang baru terjadi setelah
sirkulasi 3 hingga 4 bulan. Sel darah merah mengalami pemecahan sehingga
melepas haemoglobin kedalam sel darah merah dan pecah. Sel darah merah
yang mengalami degradasi ini kemudian disendirikan dari sirkulasi yang
dilakukan oleh sistem makrofag atau sistem reticuloendotelia.
Sel-sel makrofag mencengkeram fragmen, fragmennya dicerna dan dilepaskan
dalam darah. Globin dari haemoglobin mengalami degradasi kedalam tulang,
disimpan sebagai sel-sel jaringan sebagai homosiderin (Frandson 1992).
Susunan dari sel darah merah adalah air (62%-72%) dan
kira-kira sisanya berupa solid terkandung haemoglobin 95% dan
sisanya berupa protein pada stroma dan membran sel, lipid, enzim,
vitamin dan glukosa serta urin. Umur sel darah merah pada manusia berkisar
antara 90 hingga 140 hari, rata-rata 120 hari dan pada hewan umurnya kira-kira
25 hingga 140 hari (Guyton, 1986).
DAFTAR
PUSTAKA
Budiono, J.D.
1992. Pembuatan Preparat Mikroskopis.
University Press. IKIP. Surabaya.
Campbell, Reece, Mitchell. 2004. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 3. Jakarta. Erlangga.
Eli. 2011. Bahan
Ajar Mikroteknik. Jurusan Biologi FMIPA UNNES. Semarang.
Gunarso, Wisnu. 1989. Bahan Pengajaran
Mikroteknik. Bogor : DEPDIKBUD Institiut Pertanian Bogor.
Juwono dr, dan Achmad dr. 2000. Biologi Sel. Buku kedokteran GGC.
Semarang
Lesson C, et al. 1990. Mempersiapkan Jaringan dalam Buku Ajar Histologi.
Edisi V. EGC. Jakarta. Hal 7-8.
Poedjiadi, Anna.1994.
Dasar dasar biokimia. Indonesia University Press. Jakarta.
Sundoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologis dan Histokimia).
Penerbit Bhrataro Karya Aksara. Jakarta.
Ganong, W. P. 1988.
Review of Medical Physiologis.Long Medical Publishing Los Atos. California.
Guyton. 1986. Anatomi
dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar