BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protease
adalah enzim yang berperan dalamreaksi pemecahan protein. Enzim ini
akanmengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, yaitu reaksiyang melibatkan unsur
air pada ikatan spesifiksubstrat. Karena itu enzim ini termasuk dalam
kelasutama enzim golongan hidrolase. Protease merupakanenzim yang sangat
kompleks, mempunyai sifat fisikokimiadan sifat-sifat katalitik yang sangat
bervariasi.Enzim ini dihasilkan secara ekstraseluler olemikroorganisme, serta
mempunyai peranan yang penting dalam metabolisme sel dan keteraturan proses dalam
sel (Ward, 1983) Enzim protease dapat dihasilkan oleh tanaman, hewan dan
mikroorganisme.
Enzim
dari mikroorganisme mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah harganya
lebih murah, mutunya lebih seragam, produktivitasnya lebih mudah ditingkatkan, dapat
diproduksi dalam jumlah besar, mikroba penghasil enzim dapat ditumbuhkan dengan
cepat
serta isolasi enzimpun relatif
lebih mudah (Winarno,1986). Aplikasi enzim di dalam bioteknologi menuntut enzim
yang bersifat tahan lingkungan. Enzim enzim yang memiliki stabilitas yang
tinggi dapat diperoleh dari bakteri yang hidup pada kondisi ekstrim seperti
bakteri termofilik yang resisten terhadap panas (Friedman, 1992).
Beberapa bakteri termofilik penghasil protease
yang telah diisolasi dan dikarakterisasi antara lain Bacillus thermoproteolyticus
(Endo, 1962), B. Caldolyticus (Heinen dan Heinen, 1972), B.
Stearothermophilus (Kubo, et al., 1988), B. Caldovelox DSM 411 (mubarik,
2001), B. Subtilis (Paada, 2004). Bakteri yang hidup di daerah-daerah geothermal,
yang dikenal dengan sebutan bakteri termofilik telah banyak mengundang daya
tarik para ilmuwan karena enzim yang dihasilkan bersifat tahan terhadap panas
dan mampu mengkatalisis berbagai reaksi dengan cepat pada suhu tinggi (Madigan
dan Parker, 1991).
Bakteri
termofilik merupakan mikroba yang potensial memproduksi enzim protease yang
stabil terhadap panas dan dari sifat ini sangat diperlukan dalam industri
pangan dan non pangan serta aplikasi bioteknologi karena mengurangi kemungkinan
kontaminan dan ekonomis. Eksplorasi tentang bakteri termofilik dari berbagai
sumber hidrotermal telah banyak dilakukan dan akan terus dilakukan, mengingat
permintaan akan enzim ini terus meningkat.
Berbagai
penelitian tentang bakteri termofilik telah dilakukan diantaranya karakteristik
biokimia termofilik dari perairan pantai likupang (Uria, 1999), pemurnian dan
karakterisasi protease ekstraseluler dari isolat bakteri termofilik GP-04
(Mubarik, 2001), dan penghasil enzim kitinase lainnya, mengingat Indonesia
memiliki sumberdaya alam dan peluang untuk dikembangkan. Penelitian ini untuk
mengeksplorasi enzim protease yang dihasilkan dari bakteri yang hidup di lingkungan
laut, terutama bakteri termofilik dari sumber air laut panas dan mendapatkan
karakteristik protease bakteri termofilik.
Penghancuran
pulp dapat dilakukan dengan depolimerisasi menggunakan enzim-enzim pektolitik
endogenous. Depolimerisasi pektin dapat berlangsung karena adanya aktivitas
enzim-enzim pektolitik yang menghidrolisis substrat pektin, yaitu polisakarida
struktural pada dinding
sel primer dan ruang antar sel.
Aktivitas enzim tersebut dalam menghidrolisis pektin sehingga menyebabkan
jaringan pulp rusak terdisintegrasi, membentuk cairan dan menetes keluar
tumpukan biji (watery sweatings). Pulp biji kakao mengandung pektin,
sekitar 1-1,5% (Case, 2004), sehingga dimungkinkan adanya enzimenzim pektolitik
endogenous dalam pulp biji kakao.
Ganda Putra, dkk. (2007),
telah berhasil mengisolasi dan mengkarakterisasi secara parsial enzim-enzim
pektolitik endogenous pada pulp biji kakao, diantaranya adalah enzim
poligalakturonase (PG). Salah satu karakteristik enzim yang perlu dipelajari
adalah kinetika enzim,
berupa parameter Km dan Vmaks.
Dalam
reaksi enzim dikenal kecepatan reaksi hidrolisis, penguraian atau reaksi
katalisasi lain yang disebut velocity (V). Harga V dari suatu reaksi
enzimatis akan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi Naskah ini diterima
tanggal 16 April 2009 disetujui tanggal 23 Mei 2009 substrat [S], akan
tetapi setelah [S] meningkat lebih lanjut akan sampai pada kecepatan yang
tetap. Pada konsentrasi enzim tetap (tertentu) harga V hampir linier dengan [S].
Pada kondisi dimana V tidak dapat bertambah lagi dengan bertambahnya [S]
disebut kecepatan maksimum (Vmaks). Vmaks merupakan salah satu parameter
kinetika enzim (Wiesman, 1989).
Parameter
kinetika enzim yang lain adalah konstanta Michaelis-Menten, yang lebih
dikenal dengan Km. Km merupakan konsentrasi substrat yang separuh dari lokasi aktifnya
telah terisi, yaitu bila kecepatan reaksi enzim telah mencapai ½ Vmaks
(Wiesman, 1989). Menurut Fox (1991), nilai Km dapat digunakan dalam menentukan
ukuran afinitas enzim-substrat (E-S), yang merupakan suatu indikator kekuatan
ikatan kompleks E-S atau suatu tetapan keseimbangan untuk disosiasi kompleks
E-S menjadi E dan S.
Nilai
Km kecil berarti kompleks E-S mantap, afinitas enzim tinggi terhadap substrat,
sedangkan bila Km besar berlaku kebalikannya Tujuan penelitian ini untuk
menentukan parameter kinetika, Km dan Vmax, enzim poligalaturonase (PG) endogenous
dari pulp biji kakao. Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat digunakan
sebagai acuan dalam menentukan standar prosedur dalam pemanfaatan
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa enzim itu?
2. Apa saja sifat-sifat enzim itu?
3. Apa saja peranan enzim itu?
4. Apa saja ciri-ciri enzim itu?
5. Apa saja cara kerja enzim
1.3 Manfaat
1.Untuk
mengetahui bangaimana cara kerja enzim.
2.Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas enzim.
3.Untuk mengetahui ciri-ciri enzim.
4.Untuk mengetahui senyawa apa yang dapat
menghambat cara kerja enzim.
5.Untuk mengetahui karakteristik enzim.
BAB I1 PEMBAHASAN
2.1 ENZIM
Enzim adalah
satu atau beberapa gugus protein yang berfungsi sebagai katalis ( senyawa yang
mempercepat reaksi kimia tanpa habis. Pada tanaman terjadi berbagai proses
kehidupan yang secara umum dapat kita golongkan menjadi dua yaitu anabolosme
dan katabolisme . Penentuan kinetika enzim
Penentuan
kinetika enzim PME (Vmaks dan Km) didasarkan atas plot grafik hubungan antara
konsentrasi substrat [S] dan aktivitas enzim (V) (Fayyaz et al., 1995;
Dinu, 2001). Larutan substrat citrus pektin (SIGMA) dibuat dengan
konsentrasi antara 0,1 – 1,0% dengan interval 0,1%
dalam larutan buffer Na-asetat
0,05 M; NaCl 0,15 M (pH 4,5), lalu dilakukan pengujian aktivitas enzim sesuai
prosedurnya.
Setelah itu ditentukan aktivitas enzim (µmol
asam galakturonat/menit/ml) pada masing-masing konsentrasi substrat.
Selanjutnya dibuat tabel V dan [S] dan dikonversi menjadi 1/V dan 1/[S] serta
dibuat plot grafik hubungan antara 1/V
dan 1/[S]. Lalu ditentukan nilai Vmaks dan Km yang didasarkan atas persamaan
kurva Lineweaver-Burk
(Whitaker, 1996), dengan cara:
Bahwa dari persamaan: 1/V = 1/Vmaks + Km/ Vmaks.(1/[S]) Bila 1/V = Y dan 1/[S] = X, maka rumusnya
dapat ditulis menjadi: Y = a + bX, sehingga: a = 1/Vmaks dan b = Km/Vmaks Dengan demikian, bila harga 1/Vmaks diketahui
maka nilai Vmaks didapat, begitu pula nilai Km akan juga didapat dari persamaan
b = Km/Vmaks.
Pengujian
aktivitas enzim Prosedur pengujian aktivitas enzim PG dengan metode kombinasi
Munoz and Barcelo, (1996) dan Zhou et al. (2000): larutan substrat
citrus pektin (SIGMA) 0,75 % disiapkan dalam bufer Na-asetat 0,05 M;
NaCl 0,15 M (pH 4,5). Sebanyak 4 ml larutan substrat citrus pektin dan 1 ml
isolat enzim PG dimasukkan dalam tabung reaksi. Campuran diinkubasi pada suhu
35oC dalam water bath selama 60 menit, setelah itu reaksi dihentikan
dengan pemanasan pada suhu 100oC selama 5 menit.
Sementara itu, blanko juga disiapkan dengan
menginkubasi campuran sebanyak 1 ml filtrat enzim yang ditambahkan dengan 4 ml
bufer Na-asetat 0,05 M; NaCl 0,15 M (pH 4,5). Setelah itu, diambil sebanyak 0,1
ml campuran dan ditambahkan 0,9 ml aquadest dengan mikro pipet, selanjutnya
diperlakukan sesuai prosedur penentuan kadar asam galakturonat dengan metode Somogyi-Nelson.
Nilai absorbansi selanjutnya dikonversi menjadi kadar asam galakturonat
berdasarkan kurva
standar asam D-galakturonat. Unit
aktivitas isolat enzim PG = 1 µmol asam galakturonat yang terbentuk per menit
per ml isolat enzim PG atau µmol asam galakturonat/menit/ml.
Aktivitas
enzim PG yang mula-mula meningkat secara signifikan sejalan dengan meningkatnya
konsentrasi substrat, tetapi tidak signifikan setelah konsentrasi substrat
ditingkatkan lagi. Hal ini terjadi karena suatu reaksi enzimatis akan meningkat
dengan bertambahnya konsentrasi substrat [S], akan tetapi setelah [S] meningkat
lebih lanjut akan sampai pada kecepatan yang tetap. Pada kondisi dimana
kecepatan reaksi enzimatis tidak dapat bertambah lagi dengan bertambahnya [S]
disebut kecepatan maksimum (Vmaks) (Wiesman, 1989).
Penentuan Vmaks akan menghasilkan gambaran
tentang sifat-sifat kinetika enzim lain, ½ Vmaks, yaitu suatu substrat yang separuh lokasi aktifnya telah
terisi atau bila kecepatan reaksi enzimatis telah mencapai setengah dari kecepatan
maksimum, yang dikenal dengan Km (tetapan Michaelis-Menten). Nilai Km
digunakan selain sebagai ukuran afinitas E-S juga berhubungan dengan tetapan
keseimbangan disosiasi kompleks E-S menjasi E dan S. Fox (1991), menambahkan
bila nilai Km kecil
berarti kompleks E-S mantap dan
afinitas enzim terhadap substrat tinggi, sedangkan bila nilai Km besar
afinitasnya menjadi rendah. Harga Km enzim sangat bervariasi tergantung dari
jenis substrat, keadaan lingkungan dan kekuatan ion.
Hasil perhitungan penentuan Vmaks dan Km
isolat enzim PG endogenous adalah sebesar 6,69 µmol asam galakturonat/menit/ml
dan 0,37%. Hasil Vmaks enzim PG endogenous tersebut dapat dibandingkan dengan
Vmaks enzim PG exogenous yang diisolasi dari bakteri tanah (Bacillus sp.),
yaitu berkisar antara 9,07 - 11 ,51 µmol asam galakturonat/menit/mg protein
(Wardhani, 2005) dan enzim ekso-PG I Penicillium frequentans sebesar
2571 µmol asam galakturonat/menit/mg protein (Barense et al., 2001).
Begitu pula dengan Vmaks enzim PG yang diisolasi dari Aspergillus niger sebesar
3133,3; 2974,4 dan 1892,9 µmol asam galakturonat/menit/mg protein ,
masing-masing untuk substrat natrium poligalakturonat, pektin termetilasi 6%
dan pektin termetilasi 30% (Dinu, 2001). Sementara itu, Km filtrat enzim PG
endogenous dari pulp biji kakao sebesar 0,37% lebih besar dibandingkan dengan
Km enzim PG exogenous yang diisolasi dari
bakteri tanah (Bacillus sp.) berkisar
antara 0,04 – 0,09 mg/ml (0,004 - 0,009%) (Wardhani, 2005), tetapi
relatif sama dengan Km enzim ekso-PG I Penicillium frequentans sebesar
1,6 g/l (0,16%) (Barense et al., 2001). Data lain yang dilaporkan oleh
Dinu (2001), menunjukkan bahwa Km enzim PG yang diisolasi dari Aspergillus
niger, berturutturut sebesar: 0,94 mg/ml (0,094%) pada substrat natrium poligalakturonat,
1,1 mg/ml (0,11 %) pada substrat pektin termetilasi 6% dan 1,98 mg/ml (0,198%)
pada substrat pektin termetilasi 30%.
Perbedaan nilai Vmaks dan Km seperti di atas berhubungan
dengan tingkat kemurnian enzim. Enzim yang murni memungkinkan sisi-sisi
aktifnya dapat bereaksi secara lebih baik, sehingga meningkatkan aktivitasnya
yang berdampak pada penurunan nilai Km. Selain itu enzim yang diekstraksi dari
sumber berbeda akan memiliki sifat-sifat berbeda, terutama responnya terhadap
kondisi lingkungan, seperti: suhu, pH dan konsentrasi NaCl optimum untuk
aktivitasnya.
Dinu (2001), menambahkan bahwa pada enzim PG,
perbedaan nilai Vmaks dan Km juga dapat terjadi karena perbedaan derajat
metilasi substrat pektin. Pektin dengan derajat metilasi lebih tinggi akan
menghambat kecepatan reaksi enzimatis oleh enzim PG, sehingga akan meningkatkan
nilai Km. Hal ini terlihat dari nilai Km enzim PG endogenous pulp biji kakao
sebesar 0,37% pada subtrat citrus pektin termetilasi 9,4%, yang juga masih
lebih tinggi dibandingkan dengan subtrat pektin termetilasi
2.2 Sifat-Sifat Enzim
Dari
sepuluh isolat yang diperoleh, terdapat 5 isolat ( kode P1-3, P3-1, P4-1, P5-1,
dan P7-2 ) mempunyai aktivitas proteolitik yang ditandai dengan terbentuknya
zona bening (gambar 1). Isolat dengan indeks proteolitik tertinggi selanjutnya
dipilih untuk produksi enzim protease Seleksi bakteri termofilik penghasil protease . Dari hasil
pengukuran indeks proteolitik dapat diketahui bahwa bakteri P7-2 mempunyai
indeks proteolitik tertinggi.
Karakteristik morfologi Berdasarkan pewarnaan gram
diketahui bahwa semua isolat
tergolong dalam Gram negatif dengan bentuk sel diplobasilus Produksi
Enzim Isolat P7-2 dan Penentuan Kadar Protein Pengamatan terhadap aktivitas enzim protease yang diproduksi dari isolat P7-2 dilakukan setiap 4 jam,
menunjukkan bahwa aktivitas tertinggi dicapai setelah inkubasi selama 32 jam
(gambar 3). Dari grafik terlihat bahwa aktivitas enzim terbentuk pada
pertumbuhan bakteri fase stationer , sebesar 0,239 U/ml. Pola ini terjadi
umumnya enzim protease, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri
(2003) terhadap bakteri Bacillus sp Galur BKU- 10 dari saluran
pencernaan Epinephelus tauvinaProtease Ekstraseluler Dari Isolat Bakteri
Asal Ikan Hiu Atas (Carcharhinus limbatus).
Dari
hasil pengukuran kadar protein terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang
menyolok sejak awal inkubasi sampai jam ke-32. Kadar protein terlihat meningkat
menjelang akhir inkubasi, dimana seluruh protein yang terbentuk berasal dari
enzim protease. Untuk mengamati stabilitas pH enzim dilakukan dengan cara
mendiamkan enzim pada taraf pH yang diujikan, yaitu pH 6, 7, dan 8 selama waktu
tertentu.
Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat pada
gambar 5, 6, dan 7 bahwa pada pH 6 enzim lebih stabil setelah didiamkan selama
180 menit dengan aktivitas enzim sebesar 0,136 U/ml, pada pH 7 enzim lebih
stabil setelah didiamkan selama 240 menit dengan besar aktivitas enzim 0,259 U/ml,
dan pada pH 8 enzim cenderung mengalami penurunan secara cepat dengan aktivitas
enzim sebesar 0,137 U/ml. Pada menit ke-60. Aktivitas protease terbesar dan
stabil
pada perlakuan stabilitas pH 7
sebagaimana pH optrimum enzim.
Penentuan Suhu Optimum dan
Ketahanan Panas
Suhu
optimum dicapai pada suhu 60 oC dengan aktivitas sebesar 0,115 U/ml. Aktivitas
enzim mulai menurun setelah suhu 60oC, mungkin karena sebagian protein telah
mengalami kerusakan atau terdenaturasi. Apabila suhu lingkungan di sekitar enzim
meningkat maka akan menyebabkan putusnya ikatan hidrogen sehingga struktur
enzim berubah, akibatnya aktivitasnya menurun. Pada suhu 70 oC menunjukkan
bahwa enzim masih mempunyai aktivitas sebesar 0,084 U/ml dan pada suhu 80 oC enzim
telah kehilangan aktivitasnya.
Pada suhu yang melebihi suhu optimum
pertumbuhan bakteri, dapat terjadi kerusakan struktur protein dan DNA yang memegang
peranan kunci dalam metabolisme dan pertumbuhan sel (Suhartono, 1989). dapat
dilihat bahwa enzim lebih stabil pada suhu 50oC bila dibandingkan dengan suhu
optimumnya. Enzim memiliki daya tahan tertentu terhadap panas. Dengan
bertambahnya waktu inkubasi jumlah panas yang diterima enzim semakin bertambah,
sehingga struktur tersiernya mengalami perubahan, akibatnya stabilitas enzim
berubah (Winarno, 1986). Pada suhu 60 oC menunjukkan aktivitas enzim
berangsur-angsur turun sejak awal inkubasi, dan pada jam ke-5 enzim telah
kehilangan aktivitasnya. Sedangkan pada suhu 50 oC enzim masih memiliki
aktivitas sebesar 0,024 U/ml setelah inkubasi selama 6 jam dan kehilangan
aktivitas
2.3 Peranan
Enzim
Dapat
dilihat bahwa enzim lebih stabil pada suhu 50oC bila dibandingkan dengan suhu
optimumnya. Enzim memiliki daya tahan tertentu terhadap panas. Dengan
bertambahnya waktu inkubasi jumlah panas yang diterima enzim semakin bertambah,
sehingga struktur tersiernya mengalami perubahan, akibatnya stabilitas enzim
berubah (Winarno, 1986). Pada suhu 60 oC menunjukkan aktivitas enzim
berangsur-angsur turun sejak awal inkubasi, dan pada jam ke-5 enzim telah
kehilangan aktivitasnya. Sedangkan pada suhu 50 oC enzim masih memiliki
aktivitas sebesar 0,024 U/ml setelah inkubasi selama 6 jam dan kehilangan
aktivitas setelah inkubasi selama 7 jam.
Telah
di isolasi jamur penghasil inulinase dari berbagai tempat di Pulau
Sumatra menghasilkan 23 isolat. Enam
isolat berasal dari Brastagi (Sumatra Utara), empat isolat berasal dari Pekanbaru
(Riau), empat isolat dari Payakumbuh (Sumatra Barat), empat isolat berasal dari
Bukittinggi (Sumatra Barat) dan lima isolat dari Padang isolat jamur penghasil
inulinase yang didapat, terdiri atas 15 spesies, 13 di antaranya merupakan
spesies yang untuk pertama kali dilaporkan Populasi jamur pada tanah yang subur
± 119 x 103 sel/g tanah (Subba
Rao 1994). Melalui penelitian ini
ditemukan antara tiga sampai enam isolat untuk setiap lokasi. Hal ini
disebabkan karena jamur yang diisolasi hanya kapang (multi sel) saja, sedangkan
jamur unisel (khamir) tidak diisolasi. Selain itu pengkayaan kultur dilakukan
dengan membiarkan umbi dahlia busuk pada suhu kamar. Jamur yang dapat
menghasilkan inulinase akan mampu mendekom
2.4 Ciri-Ciri Enzim
Keragaman pola pita peroksidase Penelitian terhadap M. jalapa,
memperlihatkan adanya 21 kombinasi pola pita enzim (genotipe)
yang berasal dari 8 pita isozim peroksidase (PER) dengan nilai Rf 0,04;
0,08; 0,20; 0,28; 0,36; 0,48; 0,60 dan 0,64. Pada M. Jalapa bunga
warna putih berbintik-bintik merah (BIN) terdapat 4 pola pita enzim (a,
b, c, d) dari 4 pita isozim peroksidase (PER) pada nilai Rf 0,08;
0,20; 0,36 dan 0,48 (Gambar 1). Pita enzim pertama (Rf 0,08)
tampak pada BIN 2, BIN 3, BIN 6, BIN 8 IRIANTO dkk. – Keanekaragaman Mirabilis jalapa
3 dan BIN 9. Pita enzim kedua dan
ketiga (Rf 0,20 dan 0.36) tampak pada semua individu M. Jalapa
bunga warna putih berbintik-bintik merah (BIN 1-BIN 10) sedangkan pita enzim
keempat (Rf 0,48) tampak pada BIN 1, BIN 3, BIN 4, BIN 6, BIN 8, BIN 9
dan BIN 10.
. jalapa bunga warna putih bergaris merah
(GAR) terdapat 2 pola pita enzim (a, e) dari 4 pita isozim
peroksidase (PER) pada nilai Rf 0,04; 0,20; 0,36 dan 0,48. Pita
enzim pertama (Rf 0,04) tampak pada GAR 3, GAR 5, GAR 6, GAR 7 dan GAR
8.
Pita enzim kedua, ketiga dan keempat (Rf 0,20;
0.36 dan 0,48) tampak pada semua individu M. jalapa. bunga warna putih
bergaris merah (GAR 01-GAR 10). jalapa bunga warna kuning (KUN) terdapat
6 pola pita enzim (e, f, g, h, i, j) dari 6 pita isozim peroksidase
(PER) pada nilai Rf 0,04; 0,20; 0,36; 0,48; 0,60 dan 0,64. Pita
enzim pertama (Rf 0,04) dan enzim keempat (Rf 0,48) tampak
pada semua individu M. jalapa bunga warna kuning (KUN 1- KUN
10). Pita enzim kedua (Rf 0,20) tampak pada KUN 2, KUN 3, KUN 5,
KUN 6, KUN 8 dan KUN 9. Pita enzim ketiga (Rf 0,36) tampak pada
KUN 1, KUN 2, KUN 3, KUN 4, KUN 6, KUN 8 dan KUN 9.
Pita
enzim kelima (Rf 0,60) tampak pada KUN 5, KUN 6, KUN 7 dan KUN 10
sedangkan pita enzim kelima (Rf 0,64) tampak pada KUN 4. jalapa
bunga warna merah (MER) terdapat 4 pola pita enzim (a, k, l, m) dari 6 pita
isozim peroksidase (PER) pada nilai Rf 0,04; 0,20; 0,28; 0,36, 0,48 dan
0,60. Pita enzim pertama (Rf 0,04) tampak pada MER 4. Pita enzim kedua (Rf
0,20) tampak pada MER 1, MER 2, MER 4, MER 5, MER 6 dan MER 8. Pita enzim
ketiga (Rf 0,28) tampak pada MER 4. Pita enzim keempat dan kelima (Rf
0,36 dan 0,48) tampak pada semua individu M. jalapa bunga warna
merah (MER 1- MER 10). Pita enzim keenam (Rf 0,60) tampak jalapa bunga
warna orange (ORA) terdapat 7 pola pita enzim (n, o, p, q, r, s, t) dari 6 pita
isozim peroksidase (PER) pada nilai Rf 0,04; 0,20; 0,28; 0,36; 0,48 dan
0,64.
Pita
enzim pertama (Rf 0,04) tampak pada ORA 2, ORA 7, ORA 8, ORA 9 dan ORA
10. Pita enzim kedua (Rf 0,20) tampak pada ORA 2. Pita enzim ketiga (Rf
0,28) tampak pada ORA 1, ORA 2 dan ORA 3. Pita enzim keempat (Rf 0,36)
tampak pada ORA 8, ORA 9 dan ORA 10. Pita enzim kelima (Rf 0,48) tampak
pada semua individu M. jalapa dengan bunga warna orange (ORA 1-ORA 10). Pita
enzim keenam (Rf 0,64) tampak pada ORA 6, ORA 9 dan ORA 10. jalapa bunga
warna putih (PUT) terdapat 6 pola pita enzim (a, b, c, d, k, u) dari 4 pita
isozim peroksidase (PER) pada nilai Rf 0,08; 0,20; 0,36 dan 0,48. Pita
enzim pertama (Rf 0,08) tampak pada PUT 2, PUT 6 dan PUT 9. Pita enzim
kedua (Rf 0,20) tampak pada PUT 1, PUT 2, PUT 3, PUT
4, PUT 6, PUT 8 dan PUT 9. Pita
enzim ketiga (Rf 0,36) tampak pada semua individu M. Jalapa bunga
warna putih (PUT 1-PUT 10). Pita enzim keempat (Rf 0,48) tampak
pada PUT 2, PUT 5 dan PUT 8. Hasil analisis isozim pada M.
Jalapa memperlihatkan adanya keanekaragaman pola
pita isozim peroksidase (PER)
baik di dalam maupun di luar populasi M. jalapa yang didasarkan pada
perbedaan warna bunga. Dengan demikian isozim dapat digunakan sebagai penanda
atau ciri genetik untuk mempelajari keanekaragaman individu dalam suatu
populasi.
Penelitian
ini juga dilakukan dengan enzim esterase tetapi memberikan hasil negatif, tidak
memunculkan adanya pita-pita enzim. Hal ini kemungkinan karena pada setiap
jaringan pada tumbuhan serta pada setiap umur tanaman memiliki aktivitas enzim
yang berbeda. Hubungan kekerabatan Hubungan kekerabatan filogenetik M.
Jalapa ditentukan dengan koefisien Gower, sedangkan tingkatan persamaan harga
koefisien asosiasinya ditentukan dengan analisis klaster (UPGMA).
Dalam
penelitian terhadap M. jalapa didapatkan 21 pola pita enzim (genotipee)
dari 8 pita isozim (nilai Rf) peroksidase (PER). M. jalapa yang
memiliki hubungan kekerabatan paling dekat adalah putih berbintik-bintik merah
(BIN) dan putih bergaris merah (GAR) dengan indeks similaritas 0,76 (76%).
Gabungan M. Jalapa bunga warna putih berbintik-bintik merah (BIN)
dan putih bergaris merah (GAR)
bertemu dengan bunga warna merah (MER) pada indeks
similaritas 0,73 (73%), yang
diikuti dengan putih (PUT) pada indeks similaritas 0,64 (64%) dan
kuning (KUN) pada indeks
similaritas 0,49 (49%), sedangkan yang berbunga orange (ORA)
bergabung dalam rumpun M.
jalapa pada indeks similaritas 0,41 (41%).
Dendrogram
filogeni di atas menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara warna bunga
(fenotipe) dengan pola pita isozim (genotipe) peroksidase (PER). Pada tingkat 3
kelompok (indeks similaritas 0,55) terlihat bahwa M. Jalapa bunga warna
putih berbintik-bintik merah (BIN) ,putih bergaris merah (GAR), merah (MER) dan
putih (PUT) masuk dalam satu kelompok sedangkan M. jalapa bunga warna
orange (ORA) dan kuning (KUN) terpisah dari kelompok. M. jalapa bunga
warna putih berbintik-bintik merah (BIN) dan putih bergaris merah (GAR)
memiliki hubungan terdekat, kemudian bertemu dengan M. jalapa bunga
warna merah (MER), hal ini tidaklah mengherankan jikalau dilihat dari fenotipe
bunganya yang memiliki dua warna sama hanya berbeda dalam pola warna. M.
Jalapa bunga warna putih berbintik-bintik merah (BIN) dan putih bergaris
merah (GAR) merupakan hasil persilangan antara M. jalapa bunga warna
merah (MER) dan putih (PUT), hal ini di dukung
dengan ditemukannya M. jalapa bunga
warna putih (PUT) yang juga memiliki bunga warna putih berbintik-bintik merah
(BIN) atau putih bergaris merah (GAR) dalam satu individu, bahkan ada satu
individu M. jalapa yang merah dan putih berbintik-bintik merah.
Di lingkungan juga ditemukan adanya bunga
putih berbintik-bintik merah yang memiliki garis merah juga. Dari penjelasan di
atas tampak bahwa genotipe yang mengekspresikan warna merah paling dominan
karena variasi warna hanya dijumpai pada
M. jalapa bunga warna putih (PUT), hal tersebut di atas menjelaskan juga
mengapa secara genotipe M. jalapa bunga warna merah (MER) lebih dekat
hubungan kekerabatannya dengan M. jalapa bunga warna putih
berbintik-bintik merah (BIN) dan putih bergaris merah (GAR) daripada M.
jalapa bunga warna putih (PUT). M. jalapa bunga warna orange (ORA)
dan kuning (KUN) kemungkinan merupakan varietas asli dari M. jalapa, hal
ini ditunjukkan dengan jauhnya hubungan kekerabatan keduanya dengan M.
jalapa bunga warna putih (PUT), putih bergaris merah (GAR), merah (MER) dan
putih berbintik-bintik merah jalapa yang didasarkan pada perbedaan warna
bunga. M. jalapa bunga warna merah (MER), putih (PUT), orange (ORA) dan
kuning (KUN) merupakan varietas asli dari M. jalapa, sedangkan M.
jalapa bunga warna putih berbintik-bintik merah (BIN) dan putih
bergaris merah (GAR) merupakan hasil persilangan antara M. jalapa bunga
warna merah (MER) dan
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tanaman M. jalapa memiliki
21 pola pita enzim (genotipe) dari 8 pita isozim peroksidase (PER) dengan nilai
Rf 0,04; 0,08; 0,20; 0,28; 0,36; 0,48; 0,60; 0,64. Hasil analisis isozim secara
kualitatif pada M. jalapa memperlihatkan adanya keanekaragaman pola pita
isozim peroksidase
(PER) baik di dalam maupun di luar populasi M. jamur yang dapat
menghasilkan inulinase.
Sebanyak 13 isolat di antaranya merupakan isolat jamur yang untukpertama kali
dilaporkan sebagai jamur penghasil inulinase yaitu Cunninghamella elegan, Rhizopus stolonifer, Aspergillus clavatus,
Fusarium culmorum, Fusarium solani, Cylindrocephalum aureum, Cunninghamella elegan, Penicillium melinii Thom, Humicola grisea, Oidiodendron griseum, Geotricum candidum, Geotricum sp., dan Penicillium citreoningrum. Jamur
A. clavatus (BG5) memiliki
aktivitas inulinase tertinggi
dengan nisbah zona halo 4,2 dan 2,94 mg gula pereduksi/ml. A. Clavatus
(BG5) memproduksi inulinase ekstrasellular secara induktif dengan inulin
merupakan induser terbaik.
Daftar pustaka
Bhattacharyya, B. dan B.M. Johri.
1998. Flowering Plants Taxonomy and Philogeny. New Delhi:
Narosa Publishing House.
Bridge P.D. 1993. A Practical
Approach: Biological Data Analisys: Classification. New York: Oxford
University Press.
Hames, B.D. 1990. A Practical Approach: Gel
Electrophoresis of Protein. Oxford: Oxford University Press.
Jones, S.B. dan A.E. Luchsinger. 1986. Plant
Systematics. 2nd edition. New York: Mc Graw-Hill Book Company
Inc.
Lawrence, G.H.M. 1951. Taxonomy of Vascular Plant. New
York: John Wiles and Sons.
Rothe, G.M.1994. Laboratory Methods:
Electrophoresis of Enzymes.
Berlin: Springer Verlag. Suranto. 2000.
Electrophoresis studies of Ranunculus triplodontus populations.
Biodiversitas I (1): 1-7.
Suranto. 2002. Cluster analysis of Ranunculus species.
Biodiversitas 3 (1): 201-206. Syamsuhidayat, S.S. dan J.R. Hutapea.
1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan–Departemen Kesehatan RI.
Widjajakusuma, H. 1990. Hidup
Sehat Cara Hembing. Jakarta: Pustaka
Kartini.
0 komentar:
Posting Komentar