BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meristem adalah jaringan yang
sel-selnya tetap bersifat embrional artinya mampu terus menerus membelah diri
tak terbatas untuk menambah jumlah sel tubuh. Sel penyusun meristem biasanya
isodioometrik dan berdinding tipis serta realtif lebih kaya protoplas
dibandingkan dengan sel-sel jaringan dewasa walaupun tidak menemukan kriteria
umum secara morfologis untuk membedakan sel meristem dan sel jaringan dewasa
yang belum mengalami spesialisasi. Kemungkinan sl-sel meristematik yang besar
atau suatu sel inisiasi, atau sel yang dekat dengan sel inisial makin besar
makin banyak vakuolanya (Wilkins, 1989).
Semua
sel membelah terus tetapipada pertemuan dan perkembangan selanjutnya pembelahan
sel dan pertambahan jumlah sel menjadi terbts pada daerah yang sangat sedikit
mengalami diferensiasi yaitu suatu jaringan yang tetap bersifat embrionik di
dalam jaringan dan sel-selnya tetap mempunyai kemampuan membelah. Jaringan embrionik di dalam jaringan
dewasa ini yang kita sebut jaringan meristem (Sitompul, 1995).
Meristem apikal berasal dari organ
lain tidak berasal dari embrio tetapi berasal dari jaringan sekunder yang sudah
dewasa seperti meristem sekunder meskipun struktur dan fungsinya adalah
meristem primer. Meristem apikal dibagi menjadi dua daerah penting yaitu:
promeristem, prokambium dan meristem dasar yang dapat dibedakan. Promeristem
akan menghasilkan sistem epidermal, meristem apikal daerah prokambium
menghasilkan jaringan pengangkut primer dan meristem dasar akan membentuk jaringan
dasar pada tumbuhan seperti parenkima dan sklerenkima dan korteks dan empulur
serta kolenkima korteks (Lakitan, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah:
-
Bagaimana cara mengamati pengaruh auksin pada pembentukan tunas samping?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mengamati pengaruh auksin pada pembentukan
tunas samping.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pembagian meristem
Berdasarkan posisi meristem pada
tumbuhan meristem dibagi sebagai berikut (Guritno, 1995):
1. Meristem apikal, yang terdapat pada pucuk sumbu batang
dan akar pokok serta cabangnya.
2. Meristem interkalar, yang terdapat diantara jaringan
dewasa seperti jaringan pada pangkal ruas rumput-rumputan.
3. Meristem lateral, yang letaknya pararel dengan lingkaran
organ tempat meristem tersebut ditemukan.
2.2 Pertumbuhan Tanaman dan Dominansi
Apikal
Pertumbuhan tanaman adalah suatu
proses yang kompleks yang merupakan proses yang vital menyebabkan suatu
perubahan yang tetap pada setiap tanmana atau bagiannya dipandang dari sudut
ukuran, bentuk, berat dan volumenya. Pertumbuhan tanamna setidaknya menyangkut
beberapa fase atau proses diantaranya (Dwijoseputro, 1983):
1. Fase pembentukan sel.
2. Fase perpanjangan dan pembesaran sel.
3. Fase diferensiasi sel.
Dominansi pertumbuhan terdapat dibagian apeks atau ujung organ,
yang disebut sebagian dominansi apikal. Dominansi apikal diartikan sebagai
persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal pertumbuhan.
Sedangkan menurut dominansi apikal merupakan konsentrasi pertumbuhan pada ujung
tunas tumbuhan, dimana kuncup terminal secara parsial menghambat pertumbuhan
kuncup aksilar (Dartius, 1991).
Dominansi apikal atau dominanis
pucuk biasanya menandai pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu pertumbuhan akar,
batang dan daun. Dominansi apikal setidaknya berpengaruh dalam menghambat
pertumbuhan lateral. Selama masih ada tunas pucuk, pertumbuhan tunas lateral
akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk. Dominasi pucuk dapat dikurangi
dengan memotong bagian pucuk tumbuhan yang akan mendorong pertumbuhan tunas
lateral (Filter, 1991).
2.3 Hormon Auksin Pendukung Dominansi
Apikal
Thimann
dan Skoog menunjukkan bahwa dominanis apikal disebabkan oleh auksin yang
didifusikan tunas pucuk ke bawah (polar) dan ditimbun pada tunas lateral, hal
ini akna menghambat pertumbuhan tunas lateral karena konsentrasinya masih
terlalu tinggi. Konsentrasi
auksin yang tinggi ini akan menghambat pertumbuhan tunas lateral yang dekat
dengan pucuk. Auksin diproduksi secara endogen pada bagian pucuk tanmana yang
akna didistribusikan secara polar yag mampu menghambat pertumbuhan tunas
lateral (Heddy, 1990).
Auksin adalah zat yang ditemukan
pada ujung kara, batang, pembentukan bunga yang berfungsi untuk pengatur
pembesaran sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon
pertumbuhan pada semua jenis tanaman nama lain dari hormon ini adalah IAA atau
Asam Indol Asetat. Hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar,
fungsi dari hormon auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat
pertumbuhan baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat
pematangan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Salah satu
fungsi auksin adalah mematahkan dominanis pucuk atau apikal yaitu suatu kondisi dimana
pucuk tanaman atau akar tidak mau berkembang (Salisbury,
1992).
Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan
jaringan tanaman didga melalui (Tjitrosoepomo, 1998):
- Mengiduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui
dinding sel. Pengasaman dinding sel menyebabkan K+ diambil dan
pengambila ini mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam
sel dan sel membesar.
- Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme
protein mungkin melalui trasnkripsi molekul RNA. Auksin sintetik yang sering
digunakan dalam kultur jaringan tanmana tercantum di dalam tabel di bawah.
- Memacu terjadinya dominansi apikal.
- Dalam jumlah sedikit memacu pertumbuhan akar.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terjadi perbedaan waktu tumbuh antara tanaman yang diberi ZPT IAA dengan ZPT IBA. Tanaman yang diberi perlakuan IAA dengan konsentrasi 0 ppm, 1 ppm dan 2 ppm tidak tumbuh, sedangkan IAA dengan konsentrasi 1,5 ppm mulai tumbuh pada hari ke-6. Tanaman yang diberi perlakuan IBA dengan konsentrasi 0 ppm mulai tumbuh pada hari ke-6, IBA dengan konsentrasi 1 ppm mulai tumbuh pada hari ke-9, IBA dengan konsentrasi 1,5 ppm mulai tumbuh pada hari ke-4, sedangkan IBA dengan konsentrasi 2 ppm tidak tumbuh. Dominasi apikal merupakan fenomena pertumbuhan ujung batang yang mendominasi pertumbuhan bagian lain sehingga pembentukan cabang lateral akan terhambat (Darmanti, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terjadi perbedaan waktu tumbuh antara tanaman yang diberi ZPT IAA dengan ZPT IBA. Tanaman yang diberi perlakuan IAA dengan konsentrasi 0 ppm, 1 ppm dan 2 ppm tidak tumbuh, sedangkan IAA dengan konsentrasi 1,5 ppm mulai tumbuh pada hari ke-6. Tanaman yang diberi perlakuan IBA dengan konsentrasi 0 ppm mulai tumbuh pada hari ke-6, IBA dengan konsentrasi 1 ppm mulai tumbuh pada hari ke-9, IBA dengan konsentrasi 1,5 ppm mulai tumbuh pada hari ke-4, sedangkan IBA dengan konsentrasi 2 ppm tidak tumbuh. Dominasi apikal merupakan fenomena pertumbuhan ujung batang yang mendominasi pertumbuhan bagian lain sehingga pembentukan cabang lateral akan terhambat (Darmanti, 2008).
Sebagian
besar tanaman apabila pertumbuhan batang telah mencukupi maka secara alami
cabang lateral akan tumbuh pada nodus bagian bawah yang cukup jauh dari ujung
batang. Proses ini dapat disebabkan karena semakin jauh dari ujung batang
pengaruh dominansi apikal semakin berkurang. Dominansi apikal dan pembentukan
cabang lateral ini dipengaruhi oleh keseimbangan konsentrasi hormon
(Khrishnamoorthy, 1981; Taiz and Zeiger, 1998 dan Hopkins, 1995). Perlakuan
girdling, sintesis auksin di ujung batang tetap berlangsung tetapi transportnya
melalui floem dihambat sehingga konsentrasi auksin di nodus atau ketiak daun
yang terdapat di bawah girdl semakin rendah. Dengan turunnya auksin di ketiak
daun akan memacu pembentukan hormone sitokinin (Taiz dan Zeiger, 1998).
Prinsip
dari perlakuan untuk mengatur keseimbangan hormon pada ketiak daun di bawah
ujung batang dapat dilakukan dengan girlding (Taiz and Zeiger, 1998 dan
Hopkins, 1995). Girdling adalah peristiwa penghilangan floem secara melingkar
pada batang (Hopkins, 1995). Mekanisme penghilangan floem dapat dilakukan
dengan melilitkan kawat atau tali. Teori “Direct Theory of Auksin” yang
menerangkan tentang fenomena dominansi apikal menerangkan bahwa auksin yang
disintesis pada ujung batang akan ditransport secara basipetal ke bagian batang
yang lebih bawah. Hal ini menyebabakan terakumulasinya auksin pada ketiak daun
dibawahnya yang akan menginisiasi pembentukan tunas lateral pada ketiak daun
terhambat atau terjadi dormansi tunas lateral. Inisiasi pembentukan tunas
lateral mensyaratkan konsentrasi auksin yang lebih rendah dibandingkan
konsentrasi auksin optimal untuk pertumbuhan memanjang batang. Teori ”Nutritive
Diversion Theory “ menerangkan bahwa arah distribusi nutrisi dan metabolit
dikontrol oleh auksin. Sintesis auksin terjadi di apikal batang dan daun-daun
muda yang sedang tumbuh. Auksin tersebut kemudian ditransport secara basipetal
ke bagian bawah. Meskipun demikian, konsentrasi auksin pada bagian apikal tetap
lebih tinggi dibandingkan dengan bagian di bawah apikal batang. Nutrisi atau
metabolit lebih banyak ditransport ke bagian tanaman yang mempunyai konsentrasi
auksin tinggi, sehingga nutrisi dan metabolit akan lebih banyak ditransport ke
apikal batang sehingga pertumbuhan apikal batang akan menekan pertumbuhan
cabang lateral (Khrishnamoorthy, 1981).
Menurut
Sato dan Mori (2001), turunnya konsenrasi auksin akan mensintesis hormone
sitokinin. Tanaman kontrol tidak menunjukkan pertumbuhan tunas lateral. Hal ini
disebabkan karena pada umur tersebut pertumbuhan cabang lateral tertekan oleh
pertumbuhan apikal batang. Yang berarti bahwa dominansi apikal masih
berpengaruh kuat sepanjang batang atau cabang yang tidak diberi perlakukan
girdling dan tanaman control. Jaringan tumbuhan mengandung lebih dari satu
macam hormon, hormon-hormon tersebut mungkin mempunyai efek yang sama atau
tidak sama. Efek hormon tersebut bisa komulatif, sinergis atau antagonis.
Keseimbangan di antara hormon tersebut penting untuk perkembangan tumbuhan yang
normal. Pengaruh fitohormon yang sama dapat berbeda pada tanaman yang berbeda,
pada musim yang berbeda, juga tergantung pada interaksi dengan metabolit yang lain
dan sensitifitas jaringan terhadap fitohormon yang bersangkutan (Lyndon 1990 ;
Devies, 1995).
Peristiwa
dominansi apikal berkaitan dengan peranan berbagai jenis hormon dan interaksi
antara hormon–hormon tersebut. Heddy (1989), berpendapat bahwa auksin,
sitokinin, etilen dan ABA perperan dalam peristiwa dominansi apikal ini.
Khrishnamoorthy, 1981; Taiz dan Zeiger, 1998 dan Hopkins, 1995 menerangkan
fenomena ini dengan teori keseimbangan hormon auksin dengan sitokinin (direct
theory of auksin). Auksin disintesis pada bagian tanaman yang sedang aktif
mengalami pertumbuhan antara lain di bagian apikal batang. Secara basipetal,
auksin tersebut ditransport ke bagian bawah secara terus menerus sehingga
konsentrasi auksin pada bagian nodus (ketiak daun) cukup tinggi. Konsentrasi
auksin yang cukup tinggi ini akan menghambat aktifitas enzim isopentenil
transferase yang merupakan katalisator pembentukan sitokinin, sehingga sintesis
sitokinin dihambat. Keseimbangan konsentrasi sitokinin yang rendah dan auksin
yang tinggi ini akan menghambat diferansiasi sel pada nodus untuk membentuk
primordia cabang. Selain itu, konsentrasi IAA yang tinggi dan terhambatnya
aktifitas enzim isopentenil transferase di nodus secara tidak langsung akan
berakibat memacu sintesis ABA yang akan menghambat pertumbuhan cabang lateral.
Batang
yang diberi perlakuan, dua cabang lateral tidak tumbuh dibawah girdl setelah 2
bulan perlakuan. Hal ini disebabkan karena pada saat itu pengaruh dominansi
apikal pada dua nodus dibawah perlakuan girdl masih ada. Girdl menyebabkan
terhambatnya transport auksin dari meristem apikal ke bawah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hoad (1995), bahwa transport auksin melalui floem, sedang
menurut Salisbury dan Ross (1991) transport auksin melalui sel-sel parenkim yang
mengelilingi floem. Menurut direct theory of auksin, hal ini kemudian akan
menyebabkan konsentrasi auksin di bagian nodus yang berada di bawah apikal
batang makin lama makin berkurang. Rendahnya konsentrasi auksin pada nodus ini
akan memacu aktfiitas enzim isopentenil transferase yang merupakan katalisator
pada sintesis sitokinin, sehingga sintesis sitokinin dipacu (Sato dan Mori,
2001).
Keseimbangan
konsentrasi sitokinin tinggi dan auksin rendah ini akan memacu terjadinya
pembelahan dan diferensiasi sel pada nodus untuk membentuk primordia cabang
lateral. Lebih lanjut Khrishnamoorthy (1981), bahwa pada peristiwa pematahan
dominansi apikal seperti pada perlakuan girdling ini sitokinin berpengaruh
memacu diferensiasi berkas pengangkut pada primordial cabang, sehingga
memfasilitasi transport air dan nutrisi dari batang ke primordium dan memacu
pembentukan cabang lateral. Selanjutnya primordium cabang yang baru terbentuk
ini karena merupakan jaringan meristem, maka kemudian akan mensintesis auksin
sendiri untuk pertumbuhannya menjadi cabang atau untuk pertumbuhan cabang itu
sendiri. Meskipun perlakuan girdling selain menghambat transport auksin juga
menghambat transport fotosintat dari daun yang ada di atas girdl sebagai source
ke bawah girdl, tetapi terjadi pembentukan dan pertumbuhan cabang lateral.
Kondisi ini disebabkan karena pada perlakuan girdling ini ketersediaan hara
tercukupi dengan dilakukannya pemupukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wareing
dan Phillips (1981), yang menyatakan bahwa terhambatnya pertumbuhan cabang
lateral menurut “Nutrtive Diversion Theory “disebabkan nutrisi lebih banyak
ditransport ke apikal batang dibanding ke tunas lateral hanya berlaku pada
kondisi defisiensi hara, sedang pada kondisi hara tercukupi kekurangan nutrisi
pada nodus tidak menghambat pembentukan cabang lateral.
Heddy (1989), menyatakan pengaruh fisiologi auksin pada tumbuhan meliputi:
Heddy (1989), menyatakan pengaruh fisiologi auksin pada tumbuhan meliputi:
1.
Pemanjangan sel
Pada
koleoptil batang, jika terdapat jumlah auksin yang optimal dapat mempengaruhi
pemanjangan sel.
2.
Tunas ketiak
IAA
yang telah dibentuk di meristem apikal ditransport ke bagiab bawah tumbuhan
dapat menghambat pekembangan tunas ketiak. Namun bila meristem apikal dipotong
maka akan meningkatkan perkembangan tunas lateral.
3.
Absisi daun
Daun
dapat terpisah dengan batang bila sel pada absisi daun mengalami perubahan
kimia dan fisik
4. Aktifitas cambium
4. Aktifitas cambium
Auksin
merangsang pembelahan sel cambium
5.
Tumbuh akar
IAA
dapat menghambat pemanjangan akar bila tidak dalam keadaan optimal.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa IBA pada konsentrasi 1,5 ppm lebih efektif dibandingkan dengan IAA.
DAFTAR
PUSTAKA
Dartius. 1991.
Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. USU-Press. Medan.
Dwijoseputro, D.
1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Filter, A. H.
dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Guritno, B. dan
Sitompul, S. M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.UGM Press. Yogyakarta.
Heddy, S. 1990.
Biologi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.
Lakitan, B.
2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Salisbury, dan
Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press. Bandung.
Sitompul, S. M.
dan Guritno. B. 1995. Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Tjitrosoepomo,
H.S. 1998. Botani Umum. UGM Press. Yogyakarta.
Wilkins,
M. B. 1989. Fisologi Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar