BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim adalah protein yang
khusus disintesa oleh sel hidup untuk mengkatalisa reaksi yang langsung
didalamnya. Oleh karena itu reaksi itu banyak sekali, maka biokatalisator yang
membentuk jumlah maupun jenisnya tak terhitung banyaknya (Dartius,
1991).
Enzim tersusun atas protein, oleh
karena itu pengaruh pH berhubungan erat dengan sifat asam-basa yang dipunyai
oleh protein. Pengaruh reaksi sebagian besar naik, dengan kenaikan suhu sampai
batas tertentu. Setiap naik 100C kecepatan reaksinya naik dua kali.
Suhu mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap aktivitas enzim.
Pertambahan suhu akan menaikkan aktivitas enzim, sebaliknya juga akan
mendenaturasi enzim (Dwijoseputro, 1983).
Enzim dapat
ditemukan baik pada hewan maupun pada tumbuhan. Salah satu enzim yang ditemukan
di dalam tumbuhan adalah amilase. Amilase adalah enzim yang dapat menghidrolisis
amilum menjadi glukosa (Filter, 1991).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah
berdasarkan latar belakang diatas adalah:
-
Bagaimana cara mengetahui pengaruh
kadar enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa?
1.3 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah mengamati pengaruh kadar
enzim terhadap kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Enzim dikatakan sebagai suatu
kelompok protein yang berperan dalam aktivitas biologis. Enzim ini berfungsi
sebagai katalisator dalam sel dan sifatnya sangat khas. Dalam jumlah yang
sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga dalam keadaan
normal tidak terjadi penyimpangan hasil reaksinya (Guritno,
1995).
Enzim akan kehilangan aktivitasnya
karena panas, asam dan basa kuat, pelarut organik atau apa saja yang bisa
menyebabkan denaturasi protein. Enzim dinyatakan mempunyai sifat yang sangat
khas karena hanya bekerja pada substrat tertentu (Heddy, 1990).
Fungsi penting dari enzim adalah
sebagai biokatalisator, reaksi kimia secara kolektif membentuk metabolisme
perantara sel, suatu bagian yang sangat kecil dari suatu molekul besar protein
enzim sangat berperan untuk katalis reaksi (Lakitan,
2007).
Enzim mempunyai peranan katalis
dalam menurunkan aktivitas dari reaksi energi. Aktivasi dapat diartikan sebagai
sejumlah energi atau kalori yang diturunkan oleh suatu mol zat pada temperatur
tertentu untuk membawa molekul kedalam aktifnya atau keadaan aktivnya (Salisbury,
1992).
Enzim terdiri atas dua bagian, yaitu
koenzim dan apoenzim. Koenzim dan apoenzim membentuk haloenzim yang merupakan
enzim aktif. Tanpa adanya koenzim, enzim menjadi tidak aktif (Sitompul,
1995).
Fungsi enzim antara lain, yaitu (Tjitrosoepomo,
1998):
a.
menurunkan energi aktivasi
b.mempercepat
reaksi pada suhu dan tekanan tetap tanpa mengubah besarnya tetapan seimbangnya
c.
mengendalikan reaksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kerja enzim (Wilkins, 1989):
a.
Konsentrasi
enzim
Pada
suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi enzim.
b. Konsentrasi substrat
Dengan
konsentrasi enzim yang tetap, perubahan substrat akan menambah kecepatan
reaksi.
c.
Suhu
Kenaikan
suhu dapat menyebabkan denaturasi, sehingga bagian aktifnya terganggu,
akibatnya konsentrasi spesifik enzim berkurang dan kecepatan reaksinya turun.
Enzim tersusun oleh protein, sehingga sangat peka terhadap suhu. Peningkatan
suhu menyebabkan energi kinetik pada molekul substrat dan enzim meningkat,
sehingga kecepatan reaksi juga meningkat. Namun suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan rusaknya enzim yang disebut denaturasi, sedangkan suhu yang terlalu
rendah dapat menghambat kerja enzim. Pada umumnya enzim akan bekerja baik pada
suhu optimum, yaitu antara 300 – 400C.
d. Pengaruh pH
Struktur
ion enzim tergantung pada pH lingkungannya, enzim dapat terbentuk ion(+) atau
(-) atau bermuatan ganda (switter ion). pH dapat menyebabkan proses denaturasi
yang dapat mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. Perubahan pH dapat
mempengaruhi perubahan asam amino kunci pada sisi aktif enzim, sehingga
menghalangi sisi aktif bergabung dengan substratnya. Setiap enzim dapat bekerja
baik pada pH optimum, masing-masing enzim memiliki pH optimum yang berbeda.
e.
Pengaruh
inhibitor
Dapat
berupa hambatan inversibelyang disebabkan oleh terjadinya destruksi atau
modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih, yang terdapat pada molekul enzim.
Hambatan reversibel dapat berupa hambatan bersaing dan tak bersaing.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini tentang enzim sebagai
biokatalisator, menguji enzim dengan menggunakan tauge yang sudah digerus
kemudian dilakukan dengan 5 perlakuan. Lima perlakuan tersebut masing-masing
dibagi dua lagi untuk menguji glukosal dan amilum dengan menggunakan larutan
lugol dan benedict.
Berdasarkan hasil data yang didapat,
untuk sebagai kontrolnya tabung X dan Kemudian dipanaskan dan perubahan warna
menjadi merah bata. Pada tabung A, dibagi menjadi 2 tabung yaitu tabung A1 dan
A2. Tabung A1 larutan 2,5ml larutan amilum ditetesi 5 tetes larutan Lugol,
dapat dilihat perubahan warna menjadi biru tua. Sedangkan tabung A2 larutan 2,5ml
larutan amilum ditetesi 5 tetes larutan benedict, dapat dilihat perubahan warna
menjadi biru. Hal ini menunjukkan bahwa tabung A tersebut hanya mengandung
amilum dan tabung X mengandung glukosa.
Pada tabung B larutan ekstrak (dari
tauge) dipanaskan kemudian ditambahkan 2,5ml amilum. Untuk tabung B1, larutan
tadi ditetesi larutan lugol perubahan warna menunjukkan warna biru keputihan,
hal ini dikarenakan lugol terlalu lama bereaksi terhadap amilum sehingga
warnanya memudar. B2 berwarna coklat, hal ini terjadi penyimpangan seharusnya
menunjukkan warna biru, karena enzim mengalami denaturasi akibat dipanaskan
sehingga mengubah struktur amilum dan warna menjadi berkurang. Tidak ada
glukosa dan banyak gumpalan.
Pada tabung C, ekstrak ditambahkan
larutan HCl 1,5ml dan larutan amilum 2,5ml. Pada tabung C1 ditetesi larutan
lugol perubahan warna yang terjadi adalah biru. Sedangkan tabung C2 ditetesi
benedict kemudian dipanaskan perubahan warna yang terjadi adalah biru. Termasuk
amilum tetapi enzim mengalami denaturasi (kerusakan) hal ini dikarenakan pH HCl
yang terlalu asam (pH hasil pengamatan untuk HCl adalah 1).
Tabung D ekstrak ditambahkan larutan
NaOH 1,5ml dan larutan amilum 2,5ml. Pada tabung D1 ditetesi larutan lugol
perubahan warna yang terjadi adalah bening seharusnya warna biru. Sedangkan
tabung D2 ditetesi benedict kemudian dipanaskan perubahan warna yang terjadi
adalah cokelat yang seharusnya juga warna orange atau merah bata. pH yang didapatkan pada praktikum adalah 13,
karena bersifat basa maka enzim mengalami denaturasi walaupun masih ada enzim.
Akibatnya, enzim tidak dapat mengubah amilum menjadi glukosa. Hal ini
dikarenakan kesalahan praktikan yang kurang teliti dalam menggunakan alat dan
bahan. Kerja enzim dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH) dan suhu. Pada pH
terlalu asam dan basa, enzim menjadi non aktif, sehingga tidak dapat bekerja.
Pada tabung E ekstrak yang disimpan
pada suhu 36 oC kemudian setelah beberapa menit ditambahkan amilum
2,5ml, awalnya menunjukkan warna biru muda tetapi semakin lama semakin pudar
dan akhirnya berubah menjadi warna putih keruh. Jadi, warna biru muda yang
berubah menjadi warna putih keruh akibat adanya aktivitas enzim. Enzim masih
tetap bekerja tetapi tidak maksimal dan tidak rusak. Di luar suhu atau pH
yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan
menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali
Banyak terjadi penyimpangan pada
perubahan warna, hal ini dikarenakan pada saat praktikum, praktikan kurang
teliti dalam menggunakan pipet tetes sehingga tercampur dengan larutan yang
lain. Ada beberapa lugol yang digunakan telah rusak, sehingga perubahan warna
berbeda. Selanjutnya waktu, ada beberapa cara kerja yang menggunakan waktu
sebelum dimasukkan larutan amilum tetapi tidak ditaati cara kerja tersebut.
Jawaban pengarah
1.
Bagaimana
pengaruh asam dan basa terhadap kerja enzim?
Pada
pH terlalu asam dan basa, enzim menjadi non aktif sehingga tidak dapat bekerja.
pH yang tidak sesuai, enzim tidak dapat bekerja
secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan
menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali.
2.
Zat apa yang
menjadi substrat?
ekstrak
3.
Zat apakah yang
dihasilkan dari kerja enzim?
Amilum dn glukosa
4.
Enzim apa yang
bekerja sebagai biokatalisator?
Amilase
5.
Untuk menguji
zat apa larutan lugol dan larutan benedict?
Larutan lugol menguji amilum sedangkan benedict menguji
glukosa.
6.
Apa tujuannya
tabung B dipanaskan?
Melihat pengaruh enzim yang sebelum ditambah larutan
amilum dan struktur amilum apakah rusak atau tidak. Tetapi setelah praktikum
didapatkan hasil bahwa warnanya berkurang dan struktur amilum juga dan enzim
juga rusak akibat dipanaskan.
7.
Mengapa tabung
E disimpan pada air dengan suhu 360C?
Suhu 360C merupakan suhu yang sesuai dengan
enzim. Suhu tersebut adalah suhu normal manusia. Pada umumnya enzim akan bekerja baik
pada suhu optimum, yaitu antara 300 – 400C. Kenaikan suhu
dapat menyebabkan denaturasi, sehingga bagian aktifnya terganggu, akibatnya
konsentrasi spesifik enzim berkurang dan kecepatan reaksinya turun sedangkan
suhu yang terlalu rendah dapat menghambat kerja enzim.
8.
Apa indikator
positif untuk uji lugol dan benedict?
Uji lugol indikator positif jika perubahan warna menjadi
warna biru tua untuk amilum dan uji benedict indikator positif jika perubahan
warna menjadi merah bata atau orange untuk glukosa.
Kesimpulan:
1. Enzim akan kehilangan aktivitasnya
karena panas, asam dan basa kuat, pelarut organik atau apa saja yang bisa
menyebabkan denaturasi protein.
2. Kerja enzim dipengaruhi oleh suhu,
pH, inhibitor dan lain-lain.
3. Kenaikan suhu dapat menyebabkan
denaturasi, sehingga bagian aktifnya terganggu, akibatnya konsentrasi spesifik
enzim berkurang dan kecepatan reaksinya turun sedangkan suhu yang terlalu
rendah dapat menghambat kerja enzim.
4.
Uji lugol
indikator positif jika perubahan warna menjadi warna biru tua untuk amilum dan
uji benedict indikator positif jika perubahan warna menjadi merah bata atau
orange untuk glukosa.
DAFTAR PUSTAKA
Dartius. 1991. Dasar-dasar
Fisiologi Tumbuhan. USU-Press. Medan.
Dwijoseputro, D. 1983. Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Filter,
A. H. dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Guritno, B. dan Sitompul, S. M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.UGM Press. Yogyakarta.
Heddy, S. 1990. Biologi Pertanian.
Rajawali Press. Jakarta.
Lakitan, B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Salisbury, dan Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press. Bandung.
Sitompul, S. M. dan Guritno. B.
1995. Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, H.S. 1998. Botani Umum. UGM Press. Yogyakarta.
Wilkins, M. B. 1989. Fisologi
Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar