LAPORAN TERMOREGULASI




I.                   Latar Belakang
            Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis. Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan (Wulangi, 1993).
            Ektoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan ektoterm cenderung berfluktuasi, tergantung pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia. Sedangkan endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari hasil metabolisme. Suhu tubuh hewan ini lebih konstan. Endoterm umum dijumpai pada kelompok burung (Aves), dan mamalia. Pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm (Ville, 1988).
            Poikiloterm suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan berdarah dingin. Dan hewan homoiterm sering disebut hewan berdarah panas (Trueb & Duellman, 1986).

II.                 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah mengamati pengaruh temperatur lingkungan pada katak.

III.               Dasar Teori
3.1 Pengertian secara umum
            Hewan berdarah panas adalah hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas hilang melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan berdarah panas adalah bangsa burung dan mamalia, hewan yang berdarah dingin adalah hewan yang suhu tubuhnya kira-kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya (Storer & Barnes, 1970).
            Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi atau diabsorbsi dengan panas yang hilang. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan lansung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang suhunya tinggi kebagian yang memiliki suhu yang lebih rendah. Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu. Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi kehilangan panas karena evaporasi . Hewan mempunyai kemampuan adaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan. Sebagai contoh, pada suhu dingin, mamalia dan burung akan meningkatkan laju metabolisme dengan perubahan hormon-hormon yang terlibat di dalamnya, sehingga meningkatkan produksi panas. Pada ektoterm (misal pada lebah madu), adaptasi terhadap suhu dingin dengan cara berkelompok dalam sarangnya. Hasil metabolisme lebah secara kelompok mampu menghasilkan panas di dalam sarangnya (Start & Belmont, 1991).
            Beberapa adaptasi hewan untuk mengurangi kehilangan panas, misalnya adanya bulu dan rambut pada burung dan mamalia, otot, dan modifikasi sistim sirkulasi di bagian kulit. Kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas tubuh. Perilaku adalah hal yang penting dalam hubungannya dengan termoregulasi. Migrasi, relokasi, dan sembunyi ditemukan pada beberapa hewan untuk menurunkan atau menaikkan suhu tubuh. Gajah di daerah tropis untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara mandi atau mengipaskan daun telinga ke tubuh. Manusia menggunakan pakaian adalah salah satu perilaku unik dalam termoregulasi (Pickering, 2000).
3.2 Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Adaptasi
1. Adaptasi Morfologi
            Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan kebutuhan organisme hidup. Misalnya seperti gigi singa, harimau, citah, macan, dan sebagainya yang runcing dan tajam untuk makan daging. Sedangkan pada gigi sapi, kambing, kerbau, biri-biri, domba dan lain sebagainya tidak runcing dan tajam karena giginya lebih banyak dipakai untuk memotong rumput atau daun dan mengunyah makanan (Kimball, 1988).
2. Adaptasi Fisiologi
            Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup dengan baik. Contoh adapatasi fisiologis adalah seperti pada binatang / hewan onta yang punya kantung air di punuknya untuk menyimpan air agar tahan tidak minum di padang pasir dalam jangka waktu yang lama serta pada anjing laut yang memiliki lapisan lemak yang tebal untuk bertahan di daerah dingin (Johnson, 1984).
3. Adaptasi Tingkah Laku
            Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku / perilaku terhadap lingkungannya seperti pada binatang bunglon yang dapat berubah warna kulit sesuai dengan warna yang ada di lingkungan sekitarnya dengan tujuan untuk menyembunyikan diri.
Suhu tubuh ideal yang paling disukai Suhu Ekritik berkisar antara 35-40oC. Kisaran Toleransi Termal Kisaran suhu yang lebih luas dan dapat diterima hewan titik terendah dari kisaran toleransi termal adalah suhu kritis minimum, dibawah suhu tersebut tidak cocok. Sedangkan titik tertinggi dari kisaran toleransi termal adalah suhu kritis maksimum
(Gordon, 1979).
            Suhu tubuh konstan sangat dibutuhkan karena perubahan suhu berpengaruh pada konformasi protein dan ativitas enzim sehingga aktivitas enzim terganggu, maka Reaksi dalam sel juga terganggu, selain itu juga berpengaruh pada energi kinetik molekul zat di mana partikel zat saling bertumbukan sehingga laju reaksi dalam sel terganggu. Kenaikan suhu lingkungan mengakibatkan peningkatan laju reaksi yang berpengaruh aktivitas metabolisme sel tubuh (Fahn, 1991).
3.3 Jeni hewan berdasarkan kemampuan mempertahankan suhu
            Berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh hewan dapat digolongkan menjadi (Campbell, 2000):
- HEWAN POIKILOTERM adalah hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan atau disebut juga Hewan Ektoterm di maan suhu tubuh ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternal
- HEWAN HOMEOTERM atau Hewan Endoterm adalah hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan sekalipun suhu lingkungannya berubah. Suhu tubuh diatur oleh produksi panas yang terjadi dalam tubuh. kecuali beberapa insekta menghasilkan tambahan panas dengan melakukan kontraksi otot bersifat endotermik sebagian Interaksi panas hewan dengan lingkungan menguntungkan untuk mengatur suhu tubuh meningkatkan/menurunkan pelepasan panas dari tubuh dan memperoleh panas melaui Konduksi -Konveksi -Radiasi –Evaporasi.
3.4 Hewan Ektoterm Akuatik:
            Suhu lingkungan akuatik relatif stabil Hewan tidak mengalami permasalahan suhu lingkungan yang rumit. Suhu tubuh stabil dan relatif sama dengan suhu air. Ikan Tuna mempunyai laju reaksi metabolik yang tinggi. Perbedaan suhu antara bagian tubuh otot lebih panas daripada bagian lainnya yang digunakan untuk berenang. Heat Exchanger (penukar panas) bekerja dengan prinsip counter current (arus bolak-balik)
Hewan Ektoterm Terestrial suhu selalu berubah dengan variasi yang cukup besar. perbedaan signifikan antara suhu udara siang dengan malam. hewan harus berusaha mengatur suhu tubuhnya dengan cara mengatur perolehan dan pelepasan panas melalui mekanisme TERMOREGULASI.
Hewan ektoterm terestrial memperoleh panas dengan cara menyerap radiasi matahari baik pada vertebrata maupun invertebrate misalnya: Mengubah warna permukaan tubuh (ubah penyerapan melanin, contoh: belalang rumput dan kumbang mengubah warna tubuhnya menjadi lebih gelap, Menghadapkan tubuh ke arah matahari, contoh: belalang Locust tegak lurus ke arah matahari
Sedangakan cara pelepasan panas:
1. Mengubah orientasi tubuh menjauhi sinar matahari
2. Memanjat pohon
3. Vasokonstriksi
4. Vasodilatasi
Sedangkan untuk adaptasi terhadap suhu sangat dingin dilakukan dengan:
1. Meningkatkan konsentrasi osmotic, titik beku cairan tubuh dapat diturunkan hingga dibawah 0oC. Zat terlarut: gula, seperti fruktosa atau derivatnya, dan gliserol (bermanfaat untuk melindungi membran dan enzim dari denaturasi akibat suhu yang sangat dingin. contoh: lalat dari Alaska, Rhabdophaga strobiloides, yang dapat bertahan hingga suhu -60oC.
2. Menghambat pembentukan kristal es di dalam sel untuk mencegah kerusakan membrane. Dilakukan dengan cara menambahkan glikoprotein antibeku ke dalam cairan tubuh (misal: ikan es dari antartika (Trematomus borchgrevink). Glikoprotein ialah molekul polimer dari sejumlah monomer yang tersusun atas tripeptida, yang terikat pada derivat galaktosamin (alanin-alanin-treonin- galaktosa derivat)
(Pickering, 2000).
3.5 Hewan Endoterm
            Hewan Endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari dalam tubuh sebagai hasil dari proses metabolisme sel tubuh. Suhu tubuh dipertahankan agar tetap konstan, walaupun suhu lingkungannya selalu berubah (contoh: burung dan mamalia) dengan cara menyeimbangkan perolehan dan pelepasan panas.
Bila suhu tubuh terlalu tinggi dilepaskan dengan cara:
1. Vasodilatasi daerah perifer tubuh
2. Berkeringat dan terengah-engah
3. Menurunkan laju metabolisme (misal: menekan sekresi tiroksin)
4. Respons perilaku (misal: berendam di air)
Sebaliknya bila suhu tubuh terlalu rendah:
a. Vasokonstriksi
b. Menegakkan rambut (merinding)
c. Menggigil (shivering)
d. Meningkatkan laju metabolisme (dengan meningkatkan sekresi tiroksin)
e. Respons perilaku (menghangatkan diri)
Mekanisme Produksi Panas pada Hewan Endoterm
Pertama, meningkatkan produksi panas metabolik dalam otot rangka (kontraksi otot):
1. Terjadi secara sadar dengan cara menggerakkan anggota tubuh
2. Tanpa sadar dengan cara menggigil (gerakan yang tidak teratur dan tidak mempunyai tujuan pergerakan tertentu, misalnya saat dingin)
Kedua,
1. Memetabolisme jaringan lemak cokelat:
• jaringan lemak coklet berbeda dengan jaringan lemak putih
• jaringan lemak coklet dibungkus oleh selaput yang dipersarafi dengan baik oleh sistem saraf simpatis
• jika dirangsang, lemak akan dimetabolisme dalam mitokondria sel lemak, dan panas akan dihasilkan
• membutuhkan banyak oksigen sehingga hewan harus meningkatkan pasokan oksigen
(Ville, 1988).









VIII. Daftar Pustaka
Campbell, N.A. Jane B. Reece and Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. edisi 5. jilid 3. Alih Bahasa: Wasman manalu. Erlangga. Jakarta.
Fahn, A. 1991. Anatomi Hewan Edisi Ketiga. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta.
Gordon, M. S. 1979. Animal Physiology. Mc Millan Publishing Co. Ltd, New York.
Johnson, D. R. 1984. Biology an Introduction. The Benjamin Cummings Publishing Co.Inc, New York.
Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
Pickering, W.R.2000. Complete Biology. Oxford University Press. UK.
Richard, W.H dan Gordan. 1989. Animal Physiology. Harper-Collins Publisher. New York.
Start, C dan Belmont. 1991. Biology Concept and Aplication. California Publishing. California.
Storer, T. I, W.F. Walker dan R.D. Barnes. 1970. Zoologi Umum. Erlangga. Jakarta.
Trueb, L. A dan Duellman. 1986. Biology of Amphibians. Mc Graw Hill Company. New York.
Villee, Claude A., Warren F. Walker, Jr., Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Edisi Keenam. Jilid 1. Alih Bahasa: Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
Wulangi, K.S. 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. DepDikBud. Jakarta.










PEMBAHASAN POIKILOTERM
Dhaphnia sp adalah sejenis zozoplangton yang hidup di air tawar mendiami kolam-kolam atau danau-danau. Daphniaa sp dapat hidup di air tawar dan hidup didaerah tropis dan sub tropis kehidupan daphnia dipengaruhi oeh beberapa faktor ekologi perairan antara lain: suhu dan oksigen. Daphnia hidup pada kisaran ph cukup besar tetapi nilai yang optimal untuk kehidupannya sukar ditentukan, lingkungan ph yang netral dan relative basah yaitu pada ph 1-8 baik untuk daphnia sp dapat di klasifikasikan dalam:
Philum :Arthropoda
Kelas :Crustacea
Sub kelas :Branchiopoda
Divisi :oigobranhiopoda
Ordo :Cladocera
Pamili : Daphnidae
Genus :daphnia
Spesies :Daphnia sp
Daphnia merupakan udang-udangan yang telah beradaptasi pada kehidupan badan perairan yang secara periodik mengalami kekeringan. Oleh karena itu, dalam perkembangbiakannya (seperti halnya Artemia) dapat dihasilkan telur berupa kista maupun anak yang "dilahirkan". Telur berupa kista ini dapat bertahan sedemikian rupa terhadap kekeringan dan dapat tertiup angin kemana-mana, sehingga tidak mengherankan kalau tiba-tiba dalam genangan air disekitar rumah kita ditemukan Daphnia.
Waterman (1960) mengemukakan bahwa hewan kecil memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih cepat dari pada hewan dewasa baik itu pada suhu atau temperatur panas, sedang, dingin, maupun alkoholik. Hal ini disebabkan adanya kecepatan metabolik yang dimiliki hewan kecil tersebut. Menurut Pennak (1853) mekanisme kerja jantung Daphnia sp. berbanding langsung dengan kebutuhan oksigen per unit berat badannya pada hewan-hewan Daphnia sp. sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada suhu 22 – 31°C dan pH 6,5 – 7,4 yang mana organisme ini perkembangan larva menjadi dewasa dalam waktu empat hari. Menurut Waterman (1960) pada lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp.
Waterman (1966) mengatakan bahwa senyawa toksik menyebabkan seluruh sistem jaringan tubuh dalam Daphnia sp. mengalami gangguan dan alkohol merupakan senyawa toksik bagi Daphnia sp. berdasarkan hal inilah maka diusahakan perlakuan medium serta variasi lingkungan yang diberikan bebas senyawa-senyawa toksik sehingga dapat menghambat metabolisme tubuh Daphniasp. Faktor yang mempengaruhi kerja denyut jantung Daphnia sp. adalah sebagai berikut :
• Aktivitas dan faktor yang mempengaruhi denyut jantung Daphnia sp. bertambah lambat setelah dalam keadaan tenang.
• Ukuran dan umur, dimana spesies yang lebih besar cenderung mempunyai denyut jantung yang lebih lambat.
• Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung Daphnia sp. mengalami penurunan sedangkan pada keadaan terang denyut jantung Daphnia sp. mengalami peningkatan.
• Temperatur, denyut jantung Daphnia sp. akan bertambah tinggi apabila suhu meningkat.
• Obat-obat (senyawa kimia), zat kimia menyebabkan aktivitas denyut jantung Daphnia sp. menjadi tinggi atau meningkat


VIII. PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Jelaskan profil Daphnia sp (taksonomi, morfologi (gambar), habitat, perilaku, daur hidup, kisaran toleransi suhu, respirasi, reproduksi)
Jawab:
1. Morfologi Daphnia sp

Pembagian segmen tubuh Daphnia hampir tidak terlihat. Kepala menyatu, dengan bentuk membungkuk ke arah tubuh bagian bawah terlihat dengan jelas melalui lekukan yang jelas. Pada beberapa spesies sebagian besar anggota tubuh tertutup oleh carapace, dengan enam pasang kaki semu yang berada pada rongga perut. Bagian tubuh yang paling terlihat adalah mata, antenna dan sepasang seta. Pada beberapa jenis Daphnia, bagian carapace nya tembus cahaya dan tampak dengan jelas melalui mikroskop bagian dalam tubuhnya.
Beberapa Daphnia memakan crustacean dan rotifer kecil, tapi sebagian besar adalah filter feeder, memakan algae uniselular dan berbagai macam detritus organik termasuk protista dan bakteri. Daphnia juga memakan beberapa jenis ragi, tetapi hanya di lingkungan terkontrol seperti laboratorium. Pertumbuhannya dapat dikontrol dengan mudah dengan pemberian ragi. Partikel makanan yang tersaring kemudian dibentuk menjadi bolus yang akan turun melalui rongga pencernaan sampai penuh dan melalui anus ditempatkan di bagian ujung rongga pencernaan. Sepasang kaki pertama dan kedua digunakan untuk membentuk arus kecil saat mengeluarkan partikel makanan yang tidak mampu terserap. Organ Daphnia untuk berenang didukung oleh antenna kedua yang ukurannya lebih besar. Gerakan antenna ini sangat berpengaruh untuk gerakan melawan arus (Waterman, 1960).

2. Reproduksi Daphnia sp
Mekanisme reproduksi Daphnia adalah dengan cara parthenogenesis. Satu atau lebih individu muda dirawat dengan menempel pada tubuh induk. Daphnia yang baru menetas harus melakukan pergantian kulit (molting) beberapa kali sebelum tumbuh jadi dewasa sekitar satu pekan setelah menetas. Siklus hidup Daphnia sp. yaitu telur, anak, remaja dan dewasa. Pertambahan ukuran terjadi sesaat setelah telur menetas di dalam ruang pengeraman. Daphnia sp. dewasa berukuran 2,5 mm, anak pertama sebesar 0,8 mm dihasilkan secara parthenogenesis.
Daphnia sp. mulai menghasilkan anak pertama kali pada umur 4-6 hari. Adapun umur yang dapat dicapainya 12 hari. Setiap satu atau dua hari sekali, Daphnia sp. akan beranak 29 ekor, individu yang baru menetas sudah sama secara anatomi dengan individu dewasa. Proses reproduksi ini akan berlanjut jika kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan. Jika kondisi tidak ideal baru akan dihasilkan individu jantan agar terjadi reproduksi seksual. Daphnia jantan lebih kecil ukurannya dibandingkan yang betina. Pada individu jantan terdapat organ tambahan pada bagian abdominal untuk memeluk betina dari belakang dan membuka carapacae betina, kemudian spermateka masuk dan membuahi sel telur. Telur yang telah dibuahi kemudian akan dilindungi lapisan yang bernama ephipium untuk mencegah dari ancaman lingkungan sampai kondisi ideal untuk menetas.
3. Kisaran Toleransi Suhu
Daphnia magna lebih optimal. Daphnia hidup pada selang suhu 18-24°C. Daphnia membutuhkan pH yang sedikit alkalin, yaitu 6,7-8,2. Selain pH, faktor lain yang berpengaruh terhadap kehidupan Daphnia magna adalah suhu. Suhu air sangat mempengaruhi seluruh aktivitas dan proses reproduksi organisme akuatik termasuk daphnia (OECD, 2006). Dan menurut OECD juga, Konsentrasi oksigen terlarut optimum bagi kehidupan Daphnia adalah minimal 5 mg/L, dengan adanya lumut dalam medium dapat menghasilkan oksigen terlarut karena lumut melakukan fotosintesis untuk mendukung kehidupan hidup Daphnia magna. Pada keadaan lingkungan yang kurang mendukung seperti adanya pencemaran air dan kurangnya ketersediaan makanan akan dihasilkan neonate Daphnia magna yang sedikit jumlahnya. Hal ini karena Daphnia sp. merupakan hewan akuatik yang sensitif terhadap pencemaran air (EPS, 1990), tetapi pada perlakuan 1 ini tidak ada penambahan pakan ragi pada medium, hanya makanan (nutrien) yang mungkin tersimpan dalam campuran dari ketiga komposisi (air sumur, lumpur dan lumut) Menurut Stuart et al., (1931) dalam Chumaedi dan R. Djadjadireja (1982), di bawah kondisi percobaan, makanan lebih berpengaruh terhadap proses perkembangbiakan Daphnia sp, sehingga hal ini akan mempengaruhi jumlah neonate yang dihasilkan.
4. Habitat
Daphnia yang dikenal sebagai pakan ikan banyak ditemukan hampir seluruh pelosok tanah, hidup secara bergerombol di perairan yang banyak mengandung bahan organik, atau sisa-sisa pembusukan tananam, seperti sawah, rawa, solokan dan perairan yang berair tenang atau tidak deras. Selain di Indonesia, Daphnia juga ditemukan di negara lain, seperti Malaysia, Thailand dan Kamboja. Daphnia termasuk hewan air yang tergolong kedalam jenis udang-udangan tingkat rendah. Adapun hidupnya mengambang di air dan berkelompok hingga jutaan ekor sehingga permukaan air tampak berwarna kemerahan.
5. Pernyataan hokum Van’t Hoff
Dari setiap peningkatan suhu sebesar 10°C akan meningkatkan laju konsumsi oksigen atau dalam hal ini adalah denyut jantung sebesar 2 sampai 3 kali kenaikan.
Perhitungan Q10= [R2/R1]10/T2-T1 Ketika melakukan praktikum yang dilakukan pada suhu 25-35 tidak sesuai dengan hokum Van’t Hoff, karena mungkin dalam melakukan penelitian terjadi salah pengukuran atau daphnia saat itu dalam keadaan stress. Dan seharusnya pada suhu 15-25 lebih kecil dari suhu selanjutnya.

2. Buatlah grafik suhu (x) terhadap frekuensi denyut jantung/menit
Jawab:
3. Buatlah grafik kenaikan suhu (x) terhadap nilai Q10 (y)
Jawab:
4. Bandingkan hasil perhitungan Q10 hasil percobaan dengan pernyataan Hk. Van’t Hoff, jika tidak sesuai berikan asumsi ilmiah berdasarkan sumber literature
Jawab:
Pernyataan hokum Van’t Hoff
Dari setiap peningkatan suhu sebesar 10oC akan meningkatkan laju konsumsi oksigen atau dalam hal ini adalah denyut jantung sebesar 2 sampai 3 kali kenaikan. Perhitungan Q10= [R2/R1]10/T2-T1 Ketika melakukan praktikum yang dilakukan pada suhu 25-35 tidak sesuai dengan hokum Van’t Hoff, karena mungkin dalam melakukan penelitian terjadi salah pengukuran atau daphnia saat itu dalam keadaan stress. Dan seharusnya pada suhu 15-25 lebih kecil dari suhu selanjutnya.


0 komentar: