LAPORAN WHOLE MOUNT TUMBUHAN MIKROTEKNIK


BAB  I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Mikroteknik secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari metode pembuatan preparat mikroskopis, baik preparat hewan maupun tumbuhan, menganalisis preparat mikroskopis dan melakukan mikrometri, serta membahas manfaat preparat bagi perkembangan keilmuan dan dukungan terhadap kehidupan manusia. Sedangkan mikroteknik tumbuhan merupakan teknik dalam pembuatan preparat mikroskopis tumbuhan. Beberapa metode yang dikenal dalam pembuatan preparat tumbuhan, yaitu metode parafin, metode squash, metode asetolisis, metode maserasi dan metode whole mount. Laporan ini melaporkan beberapa hasil pembuatan preparat dengan metode-metode tersebut.
Pembuatan preparat merupakan upaya untuk mempermudah pengamatan suatu bahan. Metode Whole Mount merupakan metode dimana objek yang akan dibuat sebagai preparat berada dalam keadaan utuh, yaitu tanpa sectioning. Sehingga dengan kondisi tersebut dapat diamati struktur utuh dari suatu organisme dan tentu saja objek akan terlihat dengan jelas ketika diamati menggunakan mikroskop. Struktur yang dapat diamati menggunakan metode Whole Mount ini adalah struktur reproduksi maipun struktur vegetatif pada suatu organisme (Biochem, 2008).

1.2 Rumusan masalah
            Rumusan masalah yang didapatkan berdasarkan latar belakang diatas adalah:
-Bagaimana cara membuat sediaan tubuh tumbuhan kecil secara utuh?
1.2    Tujuan
            Tujuan dari praktikum ini adalah membuat sediaan tubuh tumbuhan kecil secara utuh.





BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis Bahan Sediaan

Setiap organisme hidup ataupun hasil pertumbuhannya merupakan suatu sumber yang penting sebagai bahan mikoteknik. Bakteri serta berbagai jenis organisme uniseluler lainnya dapat termasuk di dalamnya, karena mereka sangat sering dijumpai erat hubungannya baik dengan jenis jaringan yang masih hidup maupun yang telah mati.
Untuk klasifikasi praktis, bahan yang berasal dari hewan atau tumbuh-tumbuhan dapat dibedakan sebagai bahan yang lunak dan keras, normal atau yang bersifat patologis. Suau spesimen mungkin saja berisi campuran jaringan lunak dan keras, sedang bagian darinpadanya dapat normal dan bagian lain justru patologis sifatnya seperti halnya tumor pada tulang. Pada umumnya suatu jaringan lunak dapat diproses untuk pembuatan sayatan tanpa perlakuan khusus guna mengeluarkan atau melunakkan bagian-bagian yang keras. Dari sekian banyak jaringan hewan, maka kelanjar, tulang rawan yang tidak berkalsium, kulit, otot, saraf dan saluran darah adalah contoh-contoh jaringan lunak. Sedangkan tulang gigi, tulang rawan berkalsium, kitin dan berbagai struktur pada kulit seperti sisik, tangkai bulu dan lempengan kapur termasuk jaringan keras.

Jaringan tumbuhan berbeda dengan jaringan hewa dalam satu hal penting, yaitu bahwa setiap sel tumbuhan terbungkus dalam membran yang cukup tangguh yang terutama terdiri dari selulosa. Membran tersebut berasal dari sel, sedang membran sitoplasma yag asli, yang sesuai dengan membran luar pada sel hewan, berada sedikit di sebelah dalamnya (Gunarso, 1989).


2.2 Cara Pengambilan Spesimen

Spesimen berasal dari hewan maupun tumbuhan besar biasanya dipotong dalam ukuran yag sesuai untuk dipakai pada penyayatan selanjutnya. Untuk keperluan tertentu seringkali diperlukan spesimen berukuran dalam centimeter, namun spesimen dalam ukuran kecil akan memberikan hasil yang lebih baik.

Pada waktu membedah dan memisahkan spesimen dari jaringan.organ dan organisme,hendaknya dilakukan dengan hati-hati untuk menghindarkan terjadinya luka,kerusakan maupun sobekan.pemotongan sebaiknya menggunakan pisau silet bermata satu.jika skalpel yang dipakai,gunakanlah skalpel yang tajam.bila menggunakan gunting untuk memotong, maka tempat pemotongan biasanya terjadi kerusakan yang memerlukan trimming (perautan) sedikit demi sedikit dengan silet (Gunarso, 1989).

Spesimen tumbuhan yang sedang tumbuh maupun yang sedang dalam proses perkembangannya dapat diperoleh langsung dari rumah kaca,kebun maupun ladang. Botol berisi larutan fiksasi harus dipersiapkan pada waktu pengambilan atau pengumpulan spesimen. Dapat pula tumbuhan atau bahan daripadanya secepatnya disimpan dalam air sebelum dilakukan proses fiksasi. Banyak jenis tumbuhan yang langsung layu begitu dipotong. Untuk hal ini sebaiknya selalu disiapkan cairan fiksatif pada waktu pengumpulan bahan spesimen tersebut (Gunarso, 1989).

2.3 Whole Mounth
Whole mounth merupakan metode pembuatan preparat yang nantinya akan diamati dengan mikroskop tanpa didahului adanya proses pemotongan. Jadi pada metode ini, preparat yang diamati adalah preparat yang utuh baik itu berupa sel, jaringan, organ maupun individu. Gambar yang dihasilkan oleh preparat whole mounth ini terlihat dalam wujud utuhnya seperti ketika organisme tersebut masih hidup sehingga pengamatan yang dapat dilakukan hanya terbatas terhadap morfologi secara umum saja. Metode pembuatan preparat yang digunakan untuk pengamatan secara menyeluruh, artinya mempelajari struktur vegetatif dan reproduktifnya tanpa melakukan penyayatan terhadap tanaman tersebut karena metode ini menggunakan semua bagian tanaman sebagai preparatnya. Tentu saja tanaman yang diamati haruslah berukuran kecil sehingga dapat termuat pada objek glass. Sedangkan pada tanaman yang agak besar bisa dilakukan pemangkasan agar menjadi lebih rapi dan kecil. Metode whole mounth mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan metode ini adalah dapat mengamati seluruh bagian tanaman dengan jelas tiap bagian-bagiannya. Sedangkan kelemahannya adalah metode ini hanya bisa dilakukan pada tanaman dengan ukuran yang kecil saja tidak bisa tanaman yang besar sehingga metode ini perlu terus dikembangkan dengan melakukan bebagai percobaan.( Joyner, 2008)

Whole mount merupakan metode pembuatan preparat yang nantinya akan diamati dengan mikroskop dengan tanpa didahului adanya proses pemotongan. Jadi pada metode ini, preparat yang diamati adalah preparat yang utuh baik itu berupa sel, jaringan, organ maupun individu. Image yang dihasilkan oleh preparat whole mount ini terlihat dalam wujud utuhnya seperti ketika organisme tersebut masih hidup sehingga pengamatan yang dapat dilakukan hanya terbatas terhadap morfologi secara umum saja.
Proses pengamatan terhadap suatu morfologi tanaman dapat dilakuakan dengan beragai cara. Salah satu diantaranya adalah dengan membuat preparat awetan dari tanaman yang akan diamati. Metode pembuatan preparat yang digunakan untuk pengamatan secara menyeluruh, artinya mempelajari struktur vegetatif dan reproduktifnya tanpa melakukan penyayatan terhadap tanaman tersebut karena metode ini menggunakan semua bagian tanaman sebagai preparatnya.


Whole Mount, metode ini sering diistilahkan karena pada pembuatan preparatnya menggunakan semua bagian tanaman yang akan diamati. Tentu saja tanaman yang diamati haruslah berukuran kecil sehingga dapat termuat pada objek glass. Sedangkan pada tanaman yang agak besar bisa dilakukan trimming (pemangkasan) agar menjadi lebih rapi d an kecil. Contoh dari tanaman yang bias dibuat preparat menggunkan preparat whole mount adalah lumut, sori paku, daun dengan trikoma dan daun dengan stomata. Proses pembuatan preparat dengan menggunakan metode ini adalah melalui beberapa tahap seperti fiksasi bertahap, penggunaan seri xylol berseri (10-20-30-40-50-60-70-80-90%) dalam alkohol absolute.


Metode whole mount mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan metode ini adalah dapat mengamati seluruh bagian tanaman dengan jelas tiap bagian-bagiannya. Sedangkan kelemahannya adalah metode ini hanya bias dilakukan pada tanaman dengan ukuran yang kecil saja tidak bias tanaman yang besar sehingga metode ini perlu terus dikembangkan dengan melakukan bebagai percobaan.
BAB III
METODELOGI

 3.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
3.2 Cara Kerja


















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
4.2 Pembahasan




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

                 Spiroggyra: berbentuk benang (filamen) silindris, hidup di kolam, sawah atau perairan yang airnya tidak deras, reproduksi vegetatif dengan fragmentasi, generatif dengan konyugasi yaitu dua Spirogyra yang bertonjolan berdekatan, kemudian dua tonjolan bergabung membentuk pembuluh, protoplasma isi sel yang berlaku sebagai gamet, gamet sel yang satu pindah ke gamet sel yang lain dan terjadilah plasmogami dan diikuti kariogami, hasil persatuan ini berupa zigospora diploid, zigospora mengadakan meiosis dan tumbuh menjadi benang baru yang haploid, dan hanya satu sel yang menjadi individu baru.
                Spirogyra dan Oedogonium adalah sel yang membentuk benang atau untaian memanjang seperti benang dan bersifat mikroskopis.Spirogyra dan Oedogonium banyak hidup di air tawar. Spirogyra mempunyai sel yang mengandung kloroplas berbentuk pita spiral dan dalam satu sel mengandung satu inti, dapat berkembang biak secara fragmentasi dan konjugasi. Oedogonium mempunyai kloroplas berbentuk jala dan dalam satu sel mengandung satu inti serta dapat berkembang biak dengan zoospora dan peleburan spermatozoid (anteridium) dengan ovum (oogonium) yang dihasilkan oleh benang yang berbeda. Hasil peleburan tersebut adalah zigot yang dapat tumbuh menjadi individu baru.
                               Klasifikasi
Domain  : Eukaryote (unranked): Archaeplastida
Kingdom: Protista (unranked): Streptophyta
Divisio   : Chlorophyta
Klas                   : Chlorophyceae
Ordo      : Zygnematales
Famili    : Zygnemataceae
Genus    : Spirogyra
Spesies  : Spirogyra sp.

                              Habitatnya Di air tawar, kloroplas seperti pita spiral dan sebuah inti ditemukan di kolan air tawaryang jernih dalam massa yang sangat besar, biasanya hidup melayang di permukaan air (planktofit). Talus pada spirogyra merupakan filament tidak bercabang.

                                     Ciri-ciri Koloni spirogyra berbentuk benang, panjang sel sampai beberapa kali lebarnya, dinding lateral sel terdiri dari tiga lapis (lapisan terluar dari pektose dan dua lapisan dalam dari selulose. Pada beberapa species, lapisan pektose tipis, tapi kebanyakan tebal, yaitu 10-15 mikron. Dinding transversal tersusun dari 3 lapis: yang tengah lamella dari pektose, dan dua lapisa di kiridan kanan lamella tersusun dari selulose. Tiap sel spirogyra mengandung sebutir kloroplas yang umumnya berukuran besar dan terikat dalan sitoplasmatepat di dalam dinding sel. Plastid ini memiliki bentuk menyerupai pita, berpilin dari pangkal hingga ke ujung sel (spiral).

                  Cara perkembangbiakan Spirogyra dapat bereproduksi baik secara aseksual dan seksual. Perkembangbiakan aseksual dengan fragmentasi membentuk aplanosprora, akinet dan partenospora. Perkembangbiakan seksual secar konjugasi lateral dan konjungasi scalar.

                  Manfaatnya merupakan fitoplankton sebagai makanan ikan, daerah yang kaya plankton merupakan perairan yang kaya ikan. Selain itu Merupakan produsen primer, sebagai penyedia bahan organic dan oksigen bagi hewan-hewan air yang membentuk ekosistem perairan. Selanjutnya  Sebagai penghasil enzin glikosidase
               



















DAFTAR PUSTAKA
Berlyn, G.P. and J.P. Miksche.  1976. Botanical Microtechnique and Cytochemistry. The Iowa State University Press. Ames. Iowa.
Dawes, C.J. 1971. Botanical Techniques in electron Microscopy. Bames and Noble Inc. New York.
Esau,.K.1983. Plant Anatomy. Eiley Eastern Limited. India.
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Gembong, T. 2005. Morfologi Tumbuhan. UGM Press: Yogyakarta
Kartasaputra, A.G. 1998. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan, tentang sel dan
          jaringan. Bina Aksar. Jakarta.
Perwati, Lilih Khotim. 2009. Analisis Derajat Ploidi dan Pengaruhnya Terhadap Variasi Ukuran Stomata dan Spora pada Adiantum raddianum. BIOMA, Vol. 11, No. 2, Hal. 39-44.
Sass, J.E. 1961. Botanical  Microtechnique. The Iowa State University Press. Ames. Iowa.
Setjo, Susetyoadi, 2004, Anatomi Tumbuhan, Universitas Negeri Malang, Malang.
Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001, Mikroteknik Tumbuhan, Universitas Negeri Malang, Malang.
Woelanningsih, S. 1984. Botani Dasar. Penuntun Praktis Sitologi. Fakultas Biologi.
          UGM. Yogyakarta.

0 komentar: