BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jaringan dalam bahasa Perancis
adalah "tissue" yang pertama kali digunakan oleh Bichat seorang ahli
anatomi dan fisiologi dari Perancis yang terkesan oleh ragam anyaman yang
dijumpainya sewaktu mendeteksi tubuh. Observasi mikroskop pada jaringan yang
berbeda memastikan bahwa satuan terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel
inilah merupakan struktur terkecil yang membentuk tubuh manusia,hewan dan
tumbuhan (Lianury, 2000).
Tubuh tumbuhan secara morfologi
terdiri atas unit sel yang dilindungi oleh dinding, dan masing-masing sel
dengan mengadakan kesatuan dengan adanya substansi antar sel. Di dalam tubuh
tumbuhan sel-sel ini terdapat dalam kelompok yang secara struktural dan
fungsional berbeda dengan kelompok sel yang lain. Kelompok-kelompok sel-sel
tersebut dikenal dengan jaringan (Amanda, 2007).
Preparat awetan jaringan tumbuhan
adalah salah satu media pembelajaran Biologi yang sangat efektif. Dengan latar
belakang seperti di atas, maka diharapkan kita dapat mengamati dan melihat
preparat dengan menggunakan metode paraffin dengan pewarnaan tunggal (Amanda,
2007).
Sel tumbuhan mempunyai bentuk,
ukuran dan struktur yang bervariasi. Struktur sel rumit, namun demikian semua
sel mempunyai persamaan dalam beberapa segi dasar. Jaringan yang menyusun
tumbuh-tumbuhan terdiri dari jaringan muda dan dewasa. Jaringan-jaringan ini
dapat ditemukan pada bagian akar, batang dan daun tumbuhan. Jaringan ini dapat
dilihat dengan membuat suatu preparat penampang dari bagian-bagian tumbuhan (Amanda,
2007).
1.2 Rumusan masalah
Rumusan
masalah yang didapatkan berdasarkan latar belakang diatas adalah:
-Bagaimana cara membuat sediaan sayatan organ tumbuhan
dengan menggunakan parafin?
1.2 Tujuan
Tujuan
dari praktikum ini adalah membuat sediaan sayatan organ tumbuhan dengan
menggunakan parafin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode parafin
Metode parafin
termasuk metode sayatan yang banyak digunakan, karena hampir semua jaringan
dapat dipotong dengan metode ini. Pengamatan secara mikroskopis dari suatu
jaringan dalam berbagai kondisi dan berbagai elemen jaringan dapat diamati atau
diteliti melalui preparat permanen yang dibuat dengan metode paraffin.
Pembuatan preparat dengan metode paraffin adalah metode yang paling umum digunakan
untuk pembuatan preparat permanent, baik pada tumbuhan ataupun pada hewan.
2.2 Tahapan metode parafin
Pembuaatan preparat
jaringan tumbuhan yang dilakukan dengan metode parafin melalui beberapa
tahapan, yaitu:
A. Pengambilan jaringan (Diseksi/Collecting)
Diseksi merupakan
proses pengambilan jaringan atau bagian jaringan dari sumber alami baik berupa
tumbuhan ataupun hewan yang akan digunakan sebagai bahan dasar dalam
mikroteknik. Pada jaringan hewan setelah dilakukan pengambilan diperlukan
proses pencucian (washing).
Pencucian (washing) adalah suatu tahap yang membedakan metode paraffin hewan dengan tumbuhan. Percobaan ini perlu dilakukan karena jaringan yang diambil pada hewan dengan tumbuhan.pencucian ini perlu dilakukan karena jaringan yang diambil pada hewan sering kali dalam keaadaan kotor oleh darah atau kotoran seperti pada organ pencernaan. Selain itu jaringan hewan lebih cepat mengalami dehidrasi yang merusak jaringan, sehingga perlu secepat mungkin dimasukan ke dalam larutan fisiologis sebagai fiksasi sementara. Pencucian pada pembuatan preparat hewan menggunakan larutan garam fisiologis.
Pencucian (washing) adalah suatu tahap yang membedakan metode paraffin hewan dengan tumbuhan. Percobaan ini perlu dilakukan karena jaringan yang diambil pada hewan dengan tumbuhan.pencucian ini perlu dilakukan karena jaringan yang diambil pada hewan sering kali dalam keaadaan kotor oleh darah atau kotoran seperti pada organ pencernaan. Selain itu jaringan hewan lebih cepat mengalami dehidrasi yang merusak jaringan, sehingga perlu secepat mungkin dimasukan ke dalam larutan fisiologis sebagai fiksasi sementara. Pencucian pada pembuatan preparat hewan menggunakan larutan garam fisiologis.
B. Fiksasi (Fixation)
Fiksasi adalah usaha
yang dapat mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan agar tetap berada
pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran.. media yang
digunakan untuk fiksasi disebut dengan fiksatif. Fiksatif terdiri dari
unsur-unsur kimia yang dibuat dalam bentuk larutan atau gas yang berfungsi agar
Jaringan tidak membusuk, dan dapat mempertahankan struktur jaringan.
Tujuan dilakukan
fiksasi dalam pembuatan preparat dengan menggunakan metode paraffin adalah:
1. mematikan (menghentikan proses-proses metabolisme)jaringan dengan cepat, sedangkan keadaan sedikit banyaknya mendekati keadaan semula.
1. mematikan (menghentikan proses-proses metabolisme)jaringan dengan cepat, sedangkan keadaan sedikit banyaknya mendekati keadaan semula.
2. mencegah terjadinya kerusakan
jaringan yang disebabkan oleh mikroorganisme ataupun kerusakan oleh jenis enzim
yang terkandung oleh jaringan itu sendiri, yang dikenal dengan autoloisis.
3. Meningkatkan daya pewarnaan karena adanya bahan-bahan keras (mordant) yang merupakan komponen jaringna fiksatif.
3. Meningkatkan daya pewarnaan karena adanya bahan-bahan keras (mordant) yang merupakan komponen jaringna fiksatif.
C. Dehidrasi (dehydration)
Dehidrasi adalah
proses penarikan air dari dalam jaringan dengan menggunakan bahan-bahan kimia
tertentu. Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air dari dalam jaringan yang
telah difiksasi. Proses dehidrasi merupakan serangkaian proses dengan cara
memasukan sample ke dalam larutan dehidrasi secara berseri dari konsentrasi
rendah sampai konsentrasi tinggi dengan mengurai konsentrasi air.
Dehidran yang paling
umum digunakan pada mikroteknik dengan metode paraffin adalah alkohol. Jenis
dehidran lain adalah dioksan, N-butyl alcohol, aniline oil dan bergamot oil.
Alcohol merupakan dehidran yang umum digunakan, karena relatife lebih murah dan mudah diperoleh, tapi mampu menghasilkan hasil yang baik, bahkan untuk jenis-jenis jaringan-jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang belakang, dan embrio. Dalam penggunaan alcohol dipakai serial dengan konsentrasi yang berbeda, dimulai dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi (35%-50%-70%-80%-95%-100%). Lama perendaman tergantung untuk masing-masing konsetrasi berkisar 1-6 jam. Alcohol 70% sebagai stoping point, jaringan di malamkan.
Alcohol merupakan dehidran yang umum digunakan, karena relatife lebih murah dan mudah diperoleh, tapi mampu menghasilkan hasil yang baik, bahkan untuk jenis-jenis jaringan-jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang belakang, dan embrio. Dalam penggunaan alcohol dipakai serial dengan konsentrasi yang berbeda, dimulai dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi (35%-50%-70%-80%-95%-100%). Lama perendaman tergantung untuk masing-masing konsetrasi berkisar 1-6 jam. Alcohol 70% sebagai stoping point, jaringan di malamkan.
Proses dehidrasi
dalam berbagai konsentrasi alcohol dilakukan setingkat demi setingkat.
Tujuannya adalah untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan secara tiba-tiba
dalam terhadap sel jaringan, sehingga perubahan struktur sel yang terjadi
sekecil mungkin. Apabila proses dehidrasi ini tidak sempurna berarti masih ada
molekul air dari dalam jaringan. Ketidaksempurnaan proses dehidrasi ini dapat
diketahui dengan jelas setelah jaringan dimasukan ke dalam zat penjernih,
dimana jaringan tidak menjadi transparan walaupun jaringan telah lama dalam
larutan penjernih. Jika terjadi hal yang demikian, maka jaringan harus
dikembalikan ke dehidran.
D. Penjernihan (Clearing)
Clearing merupakan
proses harus segera dilakukan setelah dehidrasi. Tujuan dari penjernihan ini
adalah menggantikan tempat alcohol sementara dalam jaringan yang telah
mengalami proses dehidrasi dengan suatu solven atau medium penjernih sebelum
proses penanaman dalam paraffin. Medium penjernih ini akan menjernihkan atau
mentranparankan jaringan agar kemudian dapat terwarnai dengan baik dan
memperlihatkan warna sesuai dengan warna pewarnanya.
E. Infiltrasi (Infiltration)
Infiltrasi adalah
suatu usaha menyusupkan media penanaman (embedding media) ke dalam jaringan
dengan jalan menggantikan kedudukan dehidran dan bahan penjernih (clearing
agents). Media penanaman yang digunakan dalam infiltrasi ini adalah paraffin.
Proses infiltrasi ini umumnya dilakukan di dalam oven yang suhunya dapat diatur
sesuai titik leleh jenis paraffin yang digunakan. Pada jaringan hewan bisa
langsung digunakan paraffin keras dengan titik leleh 56-58C.
Dalam proses infiltrasi sebaiknya jaringan jangsn langsung dimasukan ke dalam paraffin murni, tetapi sebelum paraffin murni jaringan dimasukkan terlebih dahulu ke dalam campuran bahan penjernih dan paraffin murni dengan perbandingkan yang sama. Waktu yang diperlukan jaringan campuran ini terlalu lama cukup berkisar antara 10-30 menit saja tergantung besar kecilnya jaringan. Tujuan dari semua ini adalah untuk menghindari jaringan dsri prubshsn lingkungsn yang sangat mendadak. Perubahan-perubahan yang mendadak ini dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan itu sendiri, seperti jaringan menjadi sangat mengkerut,dll.
Dalam proses infiltrasi sebaiknya jaringan jangsn langsung dimasukan ke dalam paraffin murni, tetapi sebelum paraffin murni jaringan dimasukkan terlebih dahulu ke dalam campuran bahan penjernih dan paraffin murni dengan perbandingkan yang sama. Waktu yang diperlukan jaringan campuran ini terlalu lama cukup berkisar antara 10-30 menit saja tergantung besar kecilnya jaringan. Tujuan dari semua ini adalah untuk menghindari jaringan dsri prubshsn lingkungsn yang sangat mendadak. Perubahan-perubahan yang mendadak ini dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan itu sendiri, seperti jaringan menjadi sangat mengkerut,dll.
Setelah dalam
campuran paraffin dan bahan penjernih, jaringan baru dipindahkan ke paraffin
murni sebanyak tiga kali ganti yang masing-masingnya berkisar antara 30-60
menit. Usahakan jaringan jangan terlalu lama ditinggalkan dalam oven.
Tujuan dari tahap infiltrasi ini adalah untuk mengisi jaringan dengan paraffin sebagi pengikat jaringan agar tetap memiliki bentuk dan struktur yang sama seperti hidup.
Tujuan dari tahap infiltrasi ini adalah untuk mengisi jaringan dengan paraffin sebagi pengikat jaringan agar tetap memiliki bentuk dan struktur yang sama seperti hidup.
F. Penanaman (Embedding)
Embedding atau
penanaman merupakan proses memasukan atau penanaman jaringan ke dalam
balok-balik paraffin (cetakan) sehingga memudahkan proses penyayatan dengan
bantuan mikrotom. Tujuan dari tahap ini adalah untuk membuat balok paraffin
yang berisi jaringan yang akan dibuat preparat permanen.
Paraffin yang
digunakan untuk menanam jaringan harus memiliki titik leleh yang sama dengan
paraffin yang digunakn waktu infiltrasi. Paraffin ketiga yang dipakai pada
infiltrasi dapat digunakan langsung untuk penanaman dengan syarat memang sudah
bersih dari bahan penjernih.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanaman adalah:
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penanaman adalah:
- Paraffin yang digunakan benar-benar
bersih dan murni
- Peralatan yang digunakan benar-benar
khusu untuk prose situ saja
- Pembuatan balok sebaiknya dilakukan
dekat oven atau lampu Bunsen agar lebih cepat, susunjaringan sesuai dengan
orientasi yang direncanakan.
- Jaringan sebaiknya diberi label untuk
menghindari kesalahan atau bertukar.
- Untuk jenis-jenis jaringan yang halus perlu dikerjakan di bawah lup
- Untuk jenis-jenis jaringan yang halus perlu dikerjakan di bawah lup
- Jangan sampai ada gelembung udara pada
balok paraffin yang dibuat terutama dekat jaringan.
G. Penyayatan (Sectioning)
Proses penyayatan
adalah pembuatan sayatan atau pita dari balok parafin yang telah terbentuk
dengan menggunakan mikrotom, yang bertujuan untuk membuat sayatan jaringan dan
dapat dilihat jelas dari dalam mikroskop. Pembuatan irisan dengan metode
parafin memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah yaitu proses embedding
lebih cepat dan lebih simpel, material embedding dapat disimpan dalam waktu
yang lama pada kondisi kering, serta dapat membuat irisan yang tipis. Embedding
menggunakan paraffin sangat baik digunakan untuk studi embriologi, anatomi dan
sitologi (Khasim, 2002).
H. Penempelan dan Afiksasi (Afixing)
Affixing adalah
proses pelekatan atau penempatan sayatan jaringan pada kaca objek dengan
bantuan media pelekat tertentu. Tujuan penempelan ini adalah untuk menempelkan
pita paraffin yang sudah berisi sayatan jaringan pada kaca objek.
I. Deparafinasi dan Pewarnaan (Staining)
Deparafinasi adalah
suatu tahap menjelang proses pewarnaan dengan menggunakan xilol untuk
membersihkan paraffin dari jaringan dan kaca objek. Pengerjaan deparafinasi
aserial atau berkelanjutan dengan pengerjaan pewarnaan. Tujuan dari tahap ini
untuk membersihkan jaringan dan kaca objek dari paraffin. Pewarnaan merupakan
suatu tahap dalam mikroteknik untuk mempertajam atau memperjelas berbagai
elemen jaringan, terutama sel-seknya, sehingga dapat dibedakan dan ditelaah
dengan mikroskop.tanpa pewarnaan, jaringan akan transparan sehingga sulit untuk
diamati. Pewarnaan akan memperjelas rinci suatu jaringan sehinnga mudah untuk
dipelajari.
METODELOGI
3.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah
Bahan-bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah
3.2 Cara Kerja
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.2 Pembahasan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Karakteristik tumbuhan yang
akan diambil spesimennya juga menentukan waktu pada tahap-tahap pemrosesan.
Misalnya waktu yang berlebih pada suatu tahap pengecatan akan mengakibatkan
suatu warna menjadi terlalu gelap dan mungkin warna lainnya menjadi kurang atau
bahkan hilang. Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada
lima tahap yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan
pengeblokan parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan
parafin yang bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan
preparat irisan (Setjo, 2004).
Bagian akar yang secara langsung terhubung dengan batang
disebut leher akar. Sementara bagian yang berada di antara leher dan ujung akar
dinamakan batang akar. Selanjutnya, akar juga memiliki bagian menonjol pada
batang yang membentuk cabang akar. Selain itu, ada juga akar halus
bercabang-cabang yang disebut serabut akar. Lalu, akar juga memiliki bagian
yang mengalami diferensiasi pada jaringan epidermisnya. Bagian ini dinamakan
rambut akar. Sementara, bagian ujung akar yang berfungsi sebagai pelindung
mesistem saat akar memanjang menembus tanah disebut tudung akar.
Akar berkembang dari meristem apikal di ujung akar yang
dilindungi kaliptra (tudung akar). Meristem apikal selalu membelah diri
menghasilkan sel-sel baru. Sel-sel baru terbentuk pada bagian tudung akar atau
bagian dalam meristem apikal. Pembelahan meristem apikal membentuk daerah
pemanjangan, disebut zona perpanjangan sel. Di belakangnya terdapat zona diferensiasi
sel dan zona pendewasaan sel. Pada zona diferensiasi sel, sel-sel akar
berkembang menjadi beberapa sel permanen. Misalnya beberapa sel terdiferensiasi
menjadi xilem, floem, parenkim, dan sklerenkim.
Akar tumbuhan Dikotil tersusun oleh bermacam-macam jaringan dengan fungsi tertentu. Macam jaringan pada akar Dikotil, letak, dan fungsinya adalah sebagai berikut :
1. Epidermis atau eksodermis akar tumbuhan dikotil
letak epidermis akar ini di bagian terluar akar.
Fungsi Epidermis atau eksodermis akar tumbuhan dikotil = Jalan masuk air dan garam mineral.
2. Korteks akar tumbuhan dikotil
letak korteks akar akar ini didaerah di sebelah dalam epidermis.
Fungsi korteks akar tumbuhan dikotil = tempat menyimpan cadangan makanan.
3. Endodermis akar tumbuhan dikotil
letak Endodermis akar ini dilapisan sebelah dalam korteks dan di luar perisikel.
Fungsi Endodermis akar tumbuhan dikotil = Mengatur masuknya air tanah ke dalam pembuluh. Menyimpan zat makanan.
4 . Perisikel akar tumbuhan dikotil
letak Perisikel akar ini disebelah dalam lapisan endodermis.
Fungsi Perisikel akar tumbuhan dikotil = Membentuk cabang akar dan kambium gabus.
5. Xilem akar tumbuhan dikotil
letak Perisikel akar ini dibagian tengah akar.
Fungsi Xilem akar tumbuhan dikotil = Mengangkut air dan garam mineral dari tanah menuju daun.
6. Floem akar tumbuhan dikotil
letak Perisikel akar ini di antara jari-jari yang dibentuk oleh xilem.
Fungsi Perisikel akar tumbuhan dikotil = Mengangkut zat makanan yang dibuat daun menuju ke seluruh bagian tumbuhan.
7. Empulur akar tumbuhan dikotil
letak Perisikel akar ini dibagian tengah. Di antara bangunan bentuk bintang di dalam xilem.
Fungsi Perisikel akar tumbuhan dikotil = Menyimpan makanan cadangan.
Batang dikotil terdapat
lapisan-lapisan dari luar ke dalam :
a. Epidermis
Terdiri atas selaput sel yang tersusun rapat, tidak mempunyai ruang antar sel. Fungsi epidermis untuk melindungi jaringan di bawahnya. Pada batang yang mengalami pertumbuhan sekunder, lapisan epidermis digantikan oleh lapisan gabus yang dibentuk dari kambium gabus.
b. Korteks
Korteks batang disebut juga kulit pertama, terdiri dari beberapa lapis sel, yang dekat dengan lapisan epidermis tersusun atas jaringan kolenkim, makin ke dalam tersusun atas jaringan parenkim.
c. Endodermis
Endodermis batang disebut juga kulit dalam, tersusun atas selapis sel, merupakan lapisan pemisah antara korteks dengan stele. Endodermis tumbuhan Anguiospermae mengandung zat tepung, tetapi tidak terdapat pada endodermis tumbuhan Gymnospermae.
d. Stele/ Silinder Pusat
Merupakan lapisan terdalam dari batang. Lapis terluar dari stele disebut perisikel atau perikambium. lkatan pembuluh pada stele disebut tipe kolateral yang artinya xilem dan floem. Letak saling bersisian, xilem di sebelah dalam dan floem sebelah luar.
Xilem dan floem terdapat kambium intravasikuler, pada perkembangan selanjutnya jaringan parenkim yang terdapat di antara berkas pembuluh angkut juga berubah menjadi kambium, yang disebut kambium intervasikuler. Keduanya dapat mengadakan pertumbuhan sekunder yang mengakibatkan bertambah besarnya diameter batang.
Tumbuhan Dikotil memiliki kayu keras dan hidupnya menahun, pertumbuhan menebal sekunder tidak berlangsung terus-menerus, tetapi hanya pada saat air dan zat hara tersedia cukup, sedang pada musim kering tidak terjadi pertumbuhan sehingga pertumbuhan menebalnya pada batang tampak berlapis-lapis, setiap lapis menunjukkan aktivitas pertumbuhan selama satu tahun, lapis-lapis lingkaran tersebut dinamakan Lingkaran Tahun.
a. Epidermis
Terdiri atas selaput sel yang tersusun rapat, tidak mempunyai ruang antar sel. Fungsi epidermis untuk melindungi jaringan di bawahnya. Pada batang yang mengalami pertumbuhan sekunder, lapisan epidermis digantikan oleh lapisan gabus yang dibentuk dari kambium gabus.
b. Korteks
Korteks batang disebut juga kulit pertama, terdiri dari beberapa lapis sel, yang dekat dengan lapisan epidermis tersusun atas jaringan kolenkim, makin ke dalam tersusun atas jaringan parenkim.
c. Endodermis
Endodermis batang disebut juga kulit dalam, tersusun atas selapis sel, merupakan lapisan pemisah antara korteks dengan stele. Endodermis tumbuhan Anguiospermae mengandung zat tepung, tetapi tidak terdapat pada endodermis tumbuhan Gymnospermae.
d. Stele/ Silinder Pusat
Merupakan lapisan terdalam dari batang. Lapis terluar dari stele disebut perisikel atau perikambium. lkatan pembuluh pada stele disebut tipe kolateral yang artinya xilem dan floem. Letak saling bersisian, xilem di sebelah dalam dan floem sebelah luar.
Xilem dan floem terdapat kambium intravasikuler, pada perkembangan selanjutnya jaringan parenkim yang terdapat di antara berkas pembuluh angkut juga berubah menjadi kambium, yang disebut kambium intervasikuler. Keduanya dapat mengadakan pertumbuhan sekunder yang mengakibatkan bertambah besarnya diameter batang.
Tumbuhan Dikotil memiliki kayu keras dan hidupnya menahun, pertumbuhan menebal sekunder tidak berlangsung terus-menerus, tetapi hanya pada saat air dan zat hara tersedia cukup, sedang pada musim kering tidak terjadi pertumbuhan sehingga pertumbuhan menebalnya pada batang tampak berlapis-lapis, setiap lapis menunjukkan aktivitas pertumbuhan selama satu tahun, lapis-lapis lingkaran tersebut dinamakan Lingkaran Tahun.
Setiap berkas pengangkut terdiri dari xylem dan floem, dan
pada batang dikotil, memiliki zona cambium, yaitu daerah meristematik yang
terdiri dari 2 – 4 lapisan sel –sel kecil, berdinding tipis yang ada diantara
xylem dan floem. Kambium (satu lapis) membentuk sel – sel baru yang akan pada
saat dewasa menjadi xylem dan floem (Gambar hal 15).
Batang monokotil berbeda dengan
dikotil dimana berkas pengangkut umumnya tersebat pada batang dan tidak memiliki
kambium. Inilah sebabnya kenapa monokotil tidak dapat diperbanyak dengan tunas
atau sambungan. Penebalan
sekunder pada batang dikotil biasanya tidak terjadi pada batang monokotil dan
tidak akan pernah menghasilkan silinder berkayu yang besar yang sangat khas
pada dikotil.
Daun pada banyak dikotil (dan sebagian monokotil) bersifat
dorsiventral, yaitu memiliki permukaan atas (adaxial) dan bawah (abaxial) yang
berbeda secara morphologis.
- Epidermis atas terdiri dari
satu lapis sel, berbentuk persegi, dinding terluarnya ditutupi oleh
kutikula, dan tidak mengandung kloroplas. Beberapa stomata, jika ada,
dapat ditemui pada epidermis atas.
- Mesofil Palisade. Terletak
persis di bawah epidermis atas dan terdiri dari satu atau lebih lapisan
yang agak sempit, sel – sel berdinding tipis yang sangat berdekatan, sel –
sel persegi memanjang ke arah epidermis. Masing – masing sel terdiri dari
banyak kloroplas. Ada system yang telah terbentuk dari ruang antar sel
melalui jaringan ini.
- Mesofil bunga karang (spongy
mesophyll). Terdiri dari sel berdinding tipis, longgar, bentuk tidak
teratur, dimana banyak ruang antar sel. Kloroplas ada di sel – sel ini,
tapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan sel palisade.
- Epidermis bawah, serupa dalam
struktur permukaan atas, tapi memiliki banyak stomata. Tiap pori stomata
terbuka ke arah ruang antar sel besar yang disebut ruang substomata atau
cavity.
- Sistem vaskular. Potongan ke
arah daerah midrib menunjukkan bentuk xylem seperti bulan sabit ke arah
permukaan atas daun dan floem ke arah permukaan bawah. Di atas dan di
bawah benang vaskuler,m di sebelah epidermis atas dan bawah, jaringan
mesofil digantikan oleh sel – sel kolenkim yang meningkatkan kekuatan
mekanis daun.
DAFTAR PUSTAKA
Berlyn, G.P.
and J.P. Miksche. 1976. Botanical
Microtechnique and Cytochemistry. The Iowa State University Press. Ames. Iowa.
Dawes, C.J.
1971. Botanical Techniques in electron Microscopy. Bames and Noble Inc. New
York.
Esau,.K.1983. Plant Anatomy. Eiley Eastern Limited. India.
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Gembong, T. 2005. Morfologi Tumbuhan. UGM Press: Yogyakarta
Kartasaputra, A.G. 1998. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan,
tentang sel dan
jaringan. Bina Aksar. Jakarta.
Perwati, Lilih Khotim. 2009. Analisis Derajat Ploidi dan Pengaruhnya
Terhadap Variasi Ukuran Stomata dan Spora pada Adiantum raddianum.
BIOMA, Vol. 11, No. 2, Hal. 39-44.
Sass, J.E. 1961. Botanical
Microtechnique. The Iowa State University Press. Ames. Iowa.
Setjo, Susetyoadi, 2004, Anatomi Tumbuhan, Universitas Negeri
Malang, Malang.
Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001, Mikroteknik Tumbuhan, Universitas Negeri
Malang, Malang.
Woelanningsih, S. 1984. Botani Dasar. Penuntun Praktis Sitologi.
Fakultas Biologi.
UGM. Yogyakarta.
2 komentar:
bear grylls messer
Also see my site - bear grylls messer
Hi there, I enjoy reading all of your post. I like to write a little comment to support you.
Visit my site :: seo analysen
Posting Komentar