BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tanaman tingkat tinggi maupun tingkat
rendah, memiliki fase dalam siklus hidupnya yang disebut dengan dormansi.
Dormansi ini menyebabkan tidak adanya pertumbuhan pada atau benih meskipun
lingkungan mendukung dalam perkecambahan. Dormansi ini dapat terjadi baik pada
seluruh tanaman atau organ-organ tertentu yang disebabkan adanya faktor-faktor
internal dan eksternal, yang bertujuan mempertahankan diri pada kondisi yang
kurang menguntungkan.
Tipe dormansi pada biji yang akan
diperkecambahkan perlu diketahui agar perlakuan yang cocok dapat kita berikan
pada biji yang akan disebarkan dilapangan, sehingga biji tersebut dapat segera
berkecambah dan kegagalan atau terhambaynya perkecambahan dapat dihindari.
Kulit
biji yang keras dan zat penghambat yang terdapat pada daging buah dapat
mempengaruhi perkecambahan biji. Hal inilah yang melatarbelakangi percobaan
ini.
1.2 Perumusan
Masalah
Rumusan masalah yang dapat diberikan
pada praktikum ini adalah :
1. Bagaimana
pengaruh kulit biji yang keras terhadap perkecambahan?
2. Bagaimana
pengaruh zat penghambat yang terdapat pada daging buah terhadap perkecambahan
biji?
1.3 Tujuan
Tujuan
dilakukannya praktikum ini adalah melihat pengaruh kulit biji yang keras
terhadap perkecambahan dan melihat pengaruh zat penghambat yang terdapat pada
daging buah terhadap perkecambahan biji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dormansi
Biji
Dormansi merupakan kondisi fisik dan
fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat
atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi
yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan,
dan lain-lain (Wilkins, 1989).
Dormansi dapat dikatakan sebagai
mekanisme biologis dalam menjamin perkecambahan biji yang berlangsung pada
kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi
bisa diakibatkan karena ketidakmampuan embrio dalam mengatasi hambatan
(Dwidjoseputro, 1983).
Dormansi merupakan suatu keadaan
pertumbuhan yang terhambat, dapat disebabkan oleh kondisi yang kurang baik atau
oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Dormansi dapat dikatakan sebagai
suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak dapat terjadi walaupun kondisi
lingkungan mendukung terjadinya perkecambahan (Dartius, 1991).
Dormansi dapat terjadi dalam banyak tipe
dan bentuk. Banyak biji dorman untuk suatu periode tertentu setelah keluar dari
buah. Contoh lain dari dormansi adalah gugurnya daun untuk menghindari
terjadinya bahaya waktu udara berubah menjadi dingin ataupun kemarau. Tanaman
bagian atas banyak yang mati selama periode musim dingin atau kekeringan.
Bagian yang ada di bawah tanah seperti bulbus, kormus, atau umbi masih tetap
hidup di bawah tanah, tetapi dalam keadaan dorman (Filter & Hay, 1991).
Dormansi juga merupakan mekanisme
pertahanan diri dalam suhu yang sangat rendah pada musim dingin atau kering di
musim panas yang merupakan bagian paling penting dalam perjalanan hidup
tanaman. Dormansi harus berjalan pada saat yang tepat dan membebaskan diri
apabila kondisi memungkinkan untuk memulai pertumbuhan (Guritno & Sitompul,
1995).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha
benih untuk menunda perkecambahan, sehingga waktu dan kondisi lingkungan
memungkinkan melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit
biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Teknik skarifikasi,
biasa digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi
digunakan dalam mengatasi dormansi embrio (Heddy, 1990).
Dormansi biji dapat diklasifikasikan
menjadi bermacam-macam kategori yaitu : berdasarkan faktor penyebab, mekanisme
dan bentuknya (Lakitan, 2007):
Berdasarkan
Faktor Penyebab, dormansi dapat dibedakan menjadi :
1. Imposed
dormancy (quiscence), berarti terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan
lingkungan tak menguntungkan.
2. Imnate
dormancy (rest), dimana dormansi disebabkan oleh keadaan atau kondisi dalam
organ biji itu sendiri.
Berdasarkan
mekanisme, dormansi biji dibedakan menjadi:
1. Mekanisme
fisik
Mekanisme
fisik yaitu dormansi yang mekanisme penghambatan disebabkan oleh organ biji itu
sendiri, dan dapat dibagi menjadi :
a. Mekanis
: embrio tidak berkembang karena dibatasi oleh fisik
b. Fisik
: Penyerapan air terganggu karena kulit biji bersifat impermeable
c. Kimia
: bagian biji atau buah mengandung zat kimia penghambat
2. Mekanisme
Fisiologis
Mekanisme
fisiologis merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam
proses fisiologis yang terbagi menjadi :
a. Photoderm
: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh faktor cahaya
b. Immature
Embrio : proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang
tidak/belum matang
c. Termodormansi
: proses fisiologis terhambat yang dipengaruhi oleh suhu.
Berdasarkan
bentuk dormansi, dormansi dibedakan menjadi :
1. Dormansi
akibat kulit biji impermeabel terhadap air (H2O)
2. Dormansi
disebabkan embrio belum masak
3. Biji
membutuhkan pemasakan sempuna, sehingga setelah panen dormansi terjadi dalam
penyimpanan kering
4. Biji
membutuhkan suhu rendah
5. Biji
bersifat sensitif terhadap cahaya
6. Kuantitas
cahaya
7. Kualitas
cahaya
8. Adanya
zat kimia sehingga terjadi dormansi biji
2.2
Perkecambahan
Biji
Perkecambahan adalah suatu proses dimana
radikula/ akar embrionik memanjang keluar menembus kulit biji (Salisbury dan
Ross, 1985).
Gejala morfologi dengan pemunculan
radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis yang kompleks, yang
dikenal dengan perkecambahan fisiologis.
Secara fisiologis, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa
tahapan penting, meliputi (Sitompul & Guritno, 1995):
a.
Absorpsi air
b.
Metabolisme
pemecahan materi cadanagan makanan
c.
Transport materi
hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif bertumbuh.
d.
Proses-proses pembentukan
kembali materi-materi baru.
e.
Respirasi dan
pertumbuhan
Faktor
yang mengontrol proses perkecambahan
biji, dapat dibedakan secara internal dan eksternal. Faktor internal,
perkecambahan biji ditentukan oleh keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan,
terutama giberelin (GA) dan asam absisat (ABA). Faktor eksternal meliputi
faktor ekologi yaitu air, suhu, kelembapan, cahaya dan senyawa-senyawa kimia
yang mendukung perkecambahan (Tjitrosoepomo, 1998).
DAFTAR
PUSTAKA
Dartius. 1991. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan.
USU-Press. Medan.
Dwijoseputro, D. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia.
Jakarta.
Filter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1991.
Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Guritno, B.
dan Sitompul, S. M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.UGM
Press. Yogyakarta.
Heddy, S. 1990. Biologi Pertanian.
Rajawali Press. Jakarta.
Lakitan, B.
2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Salisbury, dan
Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press. Bandung.
Sitompul, S. M. dan Guritno. B.
1995. Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, H.S.
1998. Botani Umum. UGM Press. Yogyakarta.
Wilkins, M. B. 1989. Fisologi
Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
1 komentar:
Tinjauan pustaka ini sebenarnya sudah bagus, namun untuk penulisan daftar pustakanya masih kurang tepat, karena seharusnya itu seperti ini:
Nama penulis. Tahun Terbit. Judul Buku (digarisbawahi atau dimiringkan). Kota Terbit: Nama Penerbit.
Sedikit memberitahu sih.
Posting Komentar