I.
Latar Belakang
Pada dasarnya, system-sistem organisme bekerja secara
selaras dan teratur dalam menyelenggarakan aktivitas metabolisme tubuh secara
keseluruhan. Untuk mengontrol dan mengatur kerja system organ tubuh kita
memiliki suatu system yang dikenal sebagai system koordinasi atau system
syaraf.
Pada umumnya system syaraf mengatur aktivitas alat-alat
tubuh yang mengalami perubahan cepat seperti pergerakan otot rangka, pergerakan
otot polos, dan sekresi kelenjar. Organisasi system syaraf akan menimbulkan tanggapan
terhadap rangsangan yang diterima. Salah satu tanggapan yang akan dipelajari
dalam percobaan ini yaitu gerak refleks.
Dimana gerakan ini terjadi tanpa
disadari terhadap stimulus. Pada percobaan ini yang ingin diketahui yaitu
gerakan refleks terhadap stimulus yang berupa tekanan dan zat kimia tertentu.
II.
Tujuan
Percobaan bertujuan untuk mengetahui
terjadinya refleks spinal pada katak terhadap stimulus yang diberikan.
III.
Tinjauan Pustaka
Sistem syaraf merupakan sistem
koordinasi yang berfungsi sebagai penerima dan penghantar rangsangan ke semua
bagian tubuh dan selanjutnya memberikan tanggapan terhadap rangsangan tersebut.
Jadi, jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi dalam tubuh. Sistem saraf
merupakan jaringan khusus yang berhubungan dengan seluruh bagian tubuh
(Campbell, 2004).
Integrasi adalah proses penerjemahan
informasi yang berasal dari stimulasi reseptor sensoris oleh lingkungan,
kemudian dihubungkan dengan respon tubuhyang sesuai. Sebagian besar integrasi
dilakukan dalam sistem sraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang belakang (pada
vertebrata). Output motoris adalah penghantaran sinyal dari pusat integrasi ke
sel-sel efektor. Sinyal tersebut dihantarkan oleh saraf (nerve), berkas mirip
tali yang berasal dari penjuluran neuron yang terbungkus dengan ketat dalam
jaringan ikat. Saraf yang menghubungkan sinyal motoris dan sensoris antara
sistem saraf pusat dan bagian tubuh lain secara bersamaan disebut sistem saraf
tepi (Kimball, 1998).
Pada tiap segmen tubuh vertebrata
terdapat satu pasang saraf perifer. Pada sebagian besar saraf spinal, neuron
aferen dan eferen terletak berdekatan, tetapi sum-sum tulang belakang saraf
terbagi menjadi akar dorsal dan akar ventral dan neuronnya terpisah. Dalam akar
dorsal terdapat neuron aferen dan mempunyai suatu pembesaran yaitu ganglion
akar dorsal, yang mengandung badan sel-selnya sendiri. Badan sel neuron aferen
hampir selamanya terletak dalam ganglion pada saraf kranial dan saraf spinal
spinal. Neuron aferen masuk ke dalam sum-sum tulang belakang dan berakhir pada
sinapsis dengan dendrit atau badan sel dari interneuron. Saraf spinal semua
vertebrata pada dasarnya sama, meskipun pada vertebrata yang paling primitif
akar-akar itu di perifer tidak bargabung dan beberapa neuron aferen keluar dari
sum-sum maelalui akar dorsal (Villee, 1988).
Gerak refleks adalah gerak spontan
yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini dilakukan tanpa kesadaran. Gerak
ini berguna untuk mengatasi kejadian yang tiba-tiba. Mekanisme kerjanya
(Wulangi, 1994):
-Rangsang diterima reseptor lalu
diteruskan ke sum-sum tulang belakang melalui saraf sensorik.
-Dari sum-sum tulang belakang,
rangsang diteruskan ke efektor tanpa melalui saraf motorik ke otak, tetapi
langsung ke otot melalui jalan terpendek yang disebut lengkung refleks.
Refleks sebenarnya merupakan gerakan
respon dalam usaha mengelak dari suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau
mencelakakan. Gerak refleks berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari
oleh pelaku yang bersangkutan. Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks
kompleks dan refleks tunggal. Refleks kompleks adalah refleks yang diikuti oleh
respon yang lain, misalnya memegang bagian yang kena rangsang dan berteriak
yang dilakukan pada waktu yang sama. Refleks tunggal adalah refleks yang hanya
melibatkan efektor tunggal. Berdasarkan tempat konektornya refleks dibedakan
menjadi dua yaitu refleks tulang belakang (refleks spinalis) dan refleks otak
(Franson, 1992).
IV.
Metode Kerja
`````` 4.1
ALAT DAN
BAHAN
Alat-alat yang digunakan pada
percobaan ini diantaranya yaitu jarum preparat, gunting, pinset, dan bak bedah.
Bahan-bahan yang digunakan pada
percobaan ini diantaranya yaitu Bufo sp, larutan asam sulfat 1%, dan
akuades.
4.2
CARA KERJA
Otot katak dirusak dengan
menggunakan jarum preparat: caranya katak dipegang dengan kepala ditundukkan ke
arah ventral. Pada batas kepala dan punggung, jarum preparat dimasukkan ± 1 cm,
kemudian dikorek-korekkan. Diamati bagaimana responnnya. Sikap katak
diperhatikan jika diletakkan di dalam bak bedah jika katak ditelentangkan.
Katak dipegang, bagaimana respon
katak jika kakinya dipijat dengan pinset dengan tekanan biasa dan
bagaimana jika diperkuat ? Kaki katak dimasukkan ke dalam larutan asam sulfat
1%, diamati gerakan yang dilakukan katak! Kemudian kaki katak dicuci dengan air
mengalir atau dimasukkan ke dalam akuades.
Sumsum tulang belakang daerah dada
dirusak dengan dimasukkan jarum sedalam ¾ cm ke dalam saluran tulang punggung
(columna vertebralis), percobaan diulangi pada poin 3 dan 4. Seluruh susunan
tulang punggung dirusak. Percobaan diulangi pada poin 3 dan 4.
V.
HASIL
Tabel Hasil Percobaan Refleks Spinal Pada Bufo
sp
Perlakuan
|
Posisi Telentang
|
Ditekan Lembut
|
Ditekan Kuat
|
Diberi H2SO4 1%
|
Dirusak di antara kepala dan punggung
|
Dapat balik
|
Ditarik cepat
|
Ditarik cepat
|
Ditarik cepat
|
Dirusak di punggung
|
Dapat balik
|
Ditarik
|
Ditarik
|
Ditarik cepat
|
Dirusak sampai tulang punggung
|
Dapat balik tapi lama
|
Ditarik
|
Ditarik
|
Ditarik cepat
|
VI. PEMBAHASAN
Percobaan menggunakan kodok Bufo
sp yang sudah dewasa atau bertubuh besar karena jika masih kecil dikhawatirkan
akan lebih cepat mati. Antara daerah kepala dan dada ditusuk dengan jarum
preparat, hal ini bertujuan untuk merusak saraf spinal pada kodok. Kita ketahui
bahwa pada daerah tersebut merupakan ujung atau pangkal saraf spinal kodok.
Perlakuan ini dimaksudkan agar saraf spinal kodok sebagian akan rusak sehingga
kita dapat mengetahui apa respon yang dilakukannya dari rangsangan yang kita
buat setelah saraf spinalnya rusak sebagian.
Setelah dilakukan penusukan
keseimbangan gerakan kodok menjadi kacau. Saat kita membalikkan tubuhnya
ternyata responnya masih dapat membalikkan tubuhnya ke keadaan semula.
Selanjutnya dilakukan pemberian rangsang melalui tekanan. Pada tekanan yang
lembut dan kuat terhadap kaki kodok ternyata gerakan kakinya menarik dengan
cepat. Kedua perlakuan tersebut membuktikan bahwa rangsangan masih dapat
ditanggapi oleh sistem saraf. Sum-sum tulang belakang masih dapat menanggapi
rangsang dan mengkoordinasikannya untuk diteruskan ke efektor dan menimbulkan
gerakan refleks, meskipun saraf spinal rusak. Hampir sama dengan kedua
perlakuan tersebut perlakuan selanjutnya yaitu dengan memasukkannya ke dalam
larutan H2SO4 1% responnya masih dapat berfungsi dengan
baik yaitu menarik kakinya dengan cepat. H2SO4 1%
merupakan asam kuat dan dijadikan sebagi rangsangan kimia. Hal tersebut terjadi
karena reseptor-reseptor dalam kulit dirangsang dan menimbulkan impuls dalam
neuron aferen. Neuron ini merupakan bagian dari suatu saraf spinal dan menjulur
ke dalam sum-sum tulang belakang, tempat neuron bersinapsis dengan interneuron.
Selanjutnya interneuron meneruskan impuls neuron eferen dan membawanya kembali
melalui saraf spinal ke sekelompok otot ekstensor dalam kaki. Kontraksi
otot-otot ini yang akan menarik kaki dari rangsangan berupa tekanan atau asam H2SO4
1%.
Jalur perjalanan gerak refleks:
Rangsang
neuron sensorik
Sum-sum tulang belakang
neuron motorik
efektor
gerakan
Setelah dirusak daerah antara kepala
dan punggungnya kemudian dirusak bagian punggung dan dirusak sampai tulang
punggungnya. Keseimbangan tubuh katak terlihat semakin kacau, gerakannya tidak
terarah dan tidak dapat lagi melompat. Saat diposisikan telentang, ditekan
dengan lembut, ditekan kuat, dan diberi larutan H2SO4 1%
ternyata responnya hampir sama dengan perlakuan yang sebelumnya. Meskipun
hampir seluruh saraf spinalnya sudah mengalami kerusakan ternyata gerakan
refleks masih dapat terjadi. Hal ini dikarenakan sistem koordinasi dari sistem
saraf masih dapat berjalan, terutama sumsum tulang belakang sebagai sistem
utama gerak refleks selain otak.
Sejumlah gerakan refleks yang
terjadi melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam sumsum tulang
belakang. Sum-sum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam menyalurkan
impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan dalam memadukan gerak refleks.
Respon-respon yang dilakukan kodok
dalam percobaan ini merupakan respon yang melibatkan sejumlah otot yang bekerja
secara terpadu. Seekor kodok yang mempunyai otak yang akan melakukan respon
tersebut dua atau tiga kali bahkan berulang kali. Hal ini membuktikan bahwa
koordinasi sel-sel saraf saling berhubungan dan berkesinambungan satu dengan
lainnya yang membentuk suatu organisasi fungsional sistem saraf. Dibuktikan
juga bahwa sum-sum tulang belakang sangat berperan penting dalam gerakan
refleks suatu vertebrata.
VII. KESIMPULAN
Setelah percobaan ini dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
- Gerakan
refleks merupakan gerakan spontan tanpa disadari akibat rangsangan yang
dikoordinasi oleh sistem saraf menjadi suatu gerakan.
- Sel-sel
saraf bekerja dalam suatu organisasi fungsional sistem saraf yang terpadu.
- Dalam
gerak refleks sum-sum tulang belakang memiliki peran penting yang
menghubungkan banyak interneuron.
- Saraf
spinal merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang berhubungan
langsung dengan sum-sum tulang belakang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Pembahasan
Sistem saraf adalah suatu sistem organ yang terdiri dari sel-sel saraf atau neuron. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat yang meliputi otak dan batang spinal, dan sistem saraf perifer yang meliputi saraf kranial, saraf spinal, dan trunkus simpatikus. Kedua sistem ini bekerja saling menunjang. Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi untuk aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan sistem saraf perifer berfungsi memberikan informasi kepada sistem saraf pusat tentang adanya stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon (Johnson, 1984).
Hasil percobaan refleks spinal pada katak setelah dilakukan perusakan otak menunjukan bahwa kaki katak dapat membalikan tubuhnya, kemudian jika kaki belakang dan kaki depan katak tersebut dipijat dengan pinset maka kakinya akan ditarik atau penanggapi respon, gerakan menarik kaki tersebut disebut reflek melarikan diri. Pemijatan lebih kuat pada kaki akan menyebabkan reflek menjalar ke kaki sebelah dan mungkin juga kaki depan. Gerak reflek juga terjadi ketika kaki katak tersebut dimasukan ke dalam larutan asam sulfat, gerak tersebut juga disebut reflek melarikan diri, kemudian terlihat pula gerakan menghapuskan asamnya yang disebut dengan reflek menghapuskan. Perusakkan ¼ dan ½ tulang belakang juga menghasilkan hasil yang positif, yaitu menunjukan kaki katak dapat membalikan tubuhnya, kemudian jika kaki belakang dan kaki depan katak tersebut dipijat dengan pinset maka kakinya akan ditarik kembali.pemijatan lebih kuat pada kaki katak juga akan menyebabakan refleks menjalar ke kaki sebelahnya dan mungkin juga kaki depan. Gerakan refleks terjadi ketika kaki katak tersebut dimasukan ke dalam larutan asam sulfat, gerak tersebut disebut gerak melarikan diri, kemudian terlihat gerakan menghapus asamnya.
Ketika kaki katak dicelupkan ke dalam larutan H2SO4, katak langsung menarik kakinya dan terlihat seperti melakukan gerakan menghapus larutan yang menempel di kaki, hal ini terjadi karena larutan H2SO4 memberikan rangsangan panas yang membakar kulit. Refleks yang diberikan katak saat perlakuan tersebut sesuai dengan pernyataan Ville et al. (1988), yaitu respon menarik kaki setelah dicelupkan ke dalam larutan H2SO4 melibatkan sejumlah otot yang bekerja secara terpadu dan merupakan suatu refleks murni. Menurut Frandson (1992), katak akan menarik kakinya apabila diberi stimulus seperti masuknya rangsangan asam, misalnya H2SO4.
Perusakan ¾ bagian tulang belakang menunjukkan respon negatif pada gerakan membalikan tubuh, penarikan kaki belakang juga menunjukan hasil yang negatif sedangkan pada penarikan kaki depan dan pencelupan H2SO4 menunjukan respon positif. Pada perusakan seluruh tulang belakang menunjukan respon penarikan kaki belakang, sedangkan untuk gerakan membalikan tubuh, penarikan kaki depan dan pencelupan H2SO4 menunjukan respon yang negatif. Hal ini menunjukan bahwa saraf-saraf yang berhubungan dengan saraf spinalis rusak semuanya sehingga tidak ada stimulus yang dapat direspon oleh katak. Menurut Pearce (1989), perusakan pada sumsum tulang belakang ternyata juga merusak tali-tali spinal sebagai jalur-jalur saraf. Tali-tali spinal terdiri dari saraf sensori dan motori, oleh karena itu bila saraf tersebut rusak maka respon terhadap stimulus tidak akan terjadi. Menurut Trueb dan Duellman (1986), menyatakan bahwa perusakan ¼ dari sumsum tulang belakang tidak merusak semua sistem saraf yang menyebabkan reflek spinal, jadi masih ada respon positifnya, demikian juga untuk perusakan ½ dan ¾ sumsum tulang belakang. Semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang, responnya akan semakin melemah.
Refleks merupakan respon organ efektor atau kelenjar yang bersifat spontan atau otomatis. Menurut Walter dan Stayles (1990) yaitu refleks penarikan disebut juga respon, untuk melaksanakan hal tersebut terjadi reaksi-reaksi sebagai berikut, stimulus dideteksi oleh reseptor kulit, hal ini mengawali implus-implus saraf pada neuron sensori yang berasal dari reseptor kulit menuju ke tali spinal melalui afektor. Implus ini memasuki tali spinal dan mengawali implus pada neuron motor yang sesuai dan bila impuls ini mencapai antara neuron motor dan otot maka dirangsang untuk kontraksi. Menurut Start dan Belmot (1991), refleks merupakan respon halus otomatis yang baku terhadap suatu rangsangan dan hanya tergantung pada hubungan anatomi dari hewan yang terlibat. Refleks yang divariasi telah ada sejak lahir, sedangkan refleks bersyarat diperoleh kemudian sebagai hasil dari pengalaman. Refleks merupakan sebagian kecil dari perilaku hewan tingkat tinggi, tetapi memegang peranan penting dalam perilaku hewan tingkat tinggi. Refleks biasanya menghasilkan respon jika bagian distal sumsum tulang belakang memiliki bagian yang lengkap dan mengisolasi ke bagian pusat yang lebih tinggi. Tetapi kekuatan dan jangka waktu menunjukan keadaan sifat involuntari yang meningkat bersama dengan waktu (Madhusoodanan, 2007).
Menurut Kimball (1988), rusaknya otak menyebabkan hubungan antara alat-alat vastibuler dengan sumsum tulang belakang hilang, sehingga katak tersebut tidak dapat membalikan tubuhnya ketika ditelentangkan, sedangkan refleks dari kaki depan dan belakang menunjukkan sistem saraf perifer yang mempengaruhi ekstrimitas masih bekerja. Reseptor menerima rangsang yang berupa rangsang mekanis (pijatan) lalu diubah menjadi potensial aksi, sehingga timbul respon. Demikian juga refleks kaki ketika dimasukan ke dalam H2SO4. Refleks pada eksterimitas dipengaruhi oleh sumsum tulang belakang dan bukan dari otak.
Menurut Ville et al. (1988), sejumlah refleks melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam sum-sum tulang belakang. Sumsum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam menyalurkan impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan penting dalam memadukan gerak refleks. Mekanisme gerak refleks yaitu:
Stimulus reseptor neuro afferen
Respon efektor neuro medulla
efferent spinalis
Mekanisme gerak refleks pada katak menurut Storer (1970), yaitu:
1. Adanya reseptor rangsangan dari luar.
2. Induksi nervous impuls atau badan sel saraf ke tulang belakang.
3. Adanya sinapsis.
4. Terjadi penerimaan rangsangan oleh neuron motorik, terjadilah reflek oleh efektor sebagai respon.
Sistem saraf sangat penting pada hewan tingkat tinggi yaitu sebagai sistem komunikasi yang kompleks dan cepat. Komunikasi intrasel ditengahi oleh impuls saraf, impuls tersebut dapat berupa gelembung-gelembung berjalan yang berbentuk arus ion. Transmisi sinyal antara neuron-neuron dan antara neuron otot seringkali di mediasi secara kimiawi oleh neurotransmitter (Romer, 1986). Menurut Gordon (1979), menyatakan bahwa sistem saraf vertebrata memiliki peranan vital, yaitu :
1. Menerima stimulus dari lingkungan luar dan mengkoordinir respon.
2. Mengatur agar kerja semua sistem dalam tubuh dapat bekeja sesuai fungsinya
3. Tempat ingatan dan kecerdasan, pada vertebrata tingkat tinggi.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi refleks spinal antara lain :
1. Ada tidaknya rangsangan atau stimulus
Rangsangan dari luar contohnya adalah derivat dari temperatur, kelembaban, sinar, tekanan, zat-zat dan sebagainya. Rangsangan dari dalam yaitu dari makanan, oksigen, air dan lainnya. Beberapa rangsangan langsung bereaksi pada sel atau jaringan tetapi kebanyakan hewan-hewan mempunyai kepekaan yang spesial. Somato sensori pada reflek spinal dimasukkan dalam urat spinal sampai bagian dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor yang berbeda memberikan pengaruh hubungan pada urat spinal sehingga terjadi reflek spinal (Richard dan Gordan, 1989).
2. Berfungsinya sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi penting yaitu untuk mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat reflek, dengan adanya sumsum tulang belakang pasangan syaraf spinal dan kranial menghubungkan tiap reseptor dan effektor dalam tubuh sampai terjadi respon. Apabila sumsum tulang belakang telah rusak total maka tidak ada lagi efektor yang menunjukkan respon terhadap stimulus atau rangsang (Ville et al., 1988).
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Reflek spinal pada katak terjadi jika ada rangsangan baik berupa rangsangan mekanis maupun kimia.
2. Perusakan otak tidak mempengaruhi reflek spinal pada katak.
3. Kerja reflek spinal diatur oleh sumsum tulang belakang.
B. Saran
Untuk praktikum refleks spinal pada katak selanjutnya menyediakan larutan H2SO4 pada masing-masing kelompok.
VIII. Daftar Pustaka
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gordon, M. S. 1979. Animal Physiology. Mc Millan Publishing Co. Ltd, New York.
Johnson, D. R. 1984. Biology an Introduction. The Benjamin Cummings Publishing Co.Inc, New York.
Kimbal, J. W. 1988. Biologi II. Erlangga, Jakarta.
Madhusoodanan, M. G. P. 2007. Continence Issues in the Patient with Neurotrauma. Senior Consultant Surgery, Armed Forces Medical Services ‘M’ Block, Ministry of Defence, DHQ, New Delhi. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT) 2007, Vol. 4, No. 2, pp. 75-78.
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta.
Richard, W.H dan Gordan. 1989. Animal Physiology. Harper-Collins Publisher. New York.
Romer. 1986. The Vertebrate Body. Saunders College Publishing, USA.
Start, C dan Belmont. 1991. Biology Concept and Aplication. California Publishing, California.
Storer, T. I, W.F. Walker dan R.D. Barnes. 1970. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Trueb, L. A dan Duellman. 1986. Biology of Amphibians. Mc Graw Hill Company, New York.
Villee, C.A,W.F. Walker dan R.D. Barnes. 1988. General Zoology. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Walter dan Stayles. 1990. Biology of the Vertebrates. The Mc Millan Company, New
B. Pembahasan
Sistem saraf adalah suatu sistem organ yang terdiri dari sel-sel saraf atau neuron. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat yang meliputi otak dan batang spinal, dan sistem saraf perifer yang meliputi saraf kranial, saraf spinal, dan trunkus simpatikus. Kedua sistem ini bekerja saling menunjang. Sistem saraf pusat berguna sebagai pusat koordinasi untuk aktivitas-aktivitas yang harus dilaksanakan. Sedangkan sistem saraf perifer berfungsi memberikan informasi kepada sistem saraf pusat tentang adanya stimulus yang menyebabkan otot dan kelenjar melakukan respon (Johnson, 1984).
Hasil percobaan refleks spinal pada katak setelah dilakukan perusakan otak menunjukan bahwa kaki katak dapat membalikan tubuhnya, kemudian jika kaki belakang dan kaki depan katak tersebut dipijat dengan pinset maka kakinya akan ditarik atau penanggapi respon, gerakan menarik kaki tersebut disebut reflek melarikan diri. Pemijatan lebih kuat pada kaki akan menyebabkan reflek menjalar ke kaki sebelah dan mungkin juga kaki depan. Gerak reflek juga terjadi ketika kaki katak tersebut dimasukan ke dalam larutan asam sulfat, gerak tersebut juga disebut reflek melarikan diri, kemudian terlihat pula gerakan menghapuskan asamnya yang disebut dengan reflek menghapuskan. Perusakkan ¼ dan ½ tulang belakang juga menghasilkan hasil yang positif, yaitu menunjukan kaki katak dapat membalikan tubuhnya, kemudian jika kaki belakang dan kaki depan katak tersebut dipijat dengan pinset maka kakinya akan ditarik kembali.pemijatan lebih kuat pada kaki katak juga akan menyebabakan refleks menjalar ke kaki sebelahnya dan mungkin juga kaki depan. Gerakan refleks terjadi ketika kaki katak tersebut dimasukan ke dalam larutan asam sulfat, gerak tersebut disebut gerak melarikan diri, kemudian terlihat gerakan menghapus asamnya.
Ketika kaki katak dicelupkan ke dalam larutan H2SO4, katak langsung menarik kakinya dan terlihat seperti melakukan gerakan menghapus larutan yang menempel di kaki, hal ini terjadi karena larutan H2SO4 memberikan rangsangan panas yang membakar kulit. Refleks yang diberikan katak saat perlakuan tersebut sesuai dengan pernyataan Ville et al. (1988), yaitu respon menarik kaki setelah dicelupkan ke dalam larutan H2SO4 melibatkan sejumlah otot yang bekerja secara terpadu dan merupakan suatu refleks murni. Menurut Frandson (1992), katak akan menarik kakinya apabila diberi stimulus seperti masuknya rangsangan asam, misalnya H2SO4.
Perusakan ¾ bagian tulang belakang menunjukkan respon negatif pada gerakan membalikan tubuh, penarikan kaki belakang juga menunjukan hasil yang negatif sedangkan pada penarikan kaki depan dan pencelupan H2SO4 menunjukan respon positif. Pada perusakan seluruh tulang belakang menunjukan respon penarikan kaki belakang, sedangkan untuk gerakan membalikan tubuh, penarikan kaki depan dan pencelupan H2SO4 menunjukan respon yang negatif. Hal ini menunjukan bahwa saraf-saraf yang berhubungan dengan saraf spinalis rusak semuanya sehingga tidak ada stimulus yang dapat direspon oleh katak. Menurut Pearce (1989), perusakan pada sumsum tulang belakang ternyata juga merusak tali-tali spinal sebagai jalur-jalur saraf. Tali-tali spinal terdiri dari saraf sensori dan motori, oleh karena itu bila saraf tersebut rusak maka respon terhadap stimulus tidak akan terjadi. Menurut Trueb dan Duellman (1986), menyatakan bahwa perusakan ¼ dari sumsum tulang belakang tidak merusak semua sistem saraf yang menyebabkan reflek spinal, jadi masih ada respon positifnya, demikian juga untuk perusakan ½ dan ¾ sumsum tulang belakang. Semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang, responnya akan semakin melemah.
Refleks merupakan respon organ efektor atau kelenjar yang bersifat spontan atau otomatis. Menurut Walter dan Stayles (1990) yaitu refleks penarikan disebut juga respon, untuk melaksanakan hal tersebut terjadi reaksi-reaksi sebagai berikut, stimulus dideteksi oleh reseptor kulit, hal ini mengawali implus-implus saraf pada neuron sensori yang berasal dari reseptor kulit menuju ke tali spinal melalui afektor. Implus ini memasuki tali spinal dan mengawali implus pada neuron motor yang sesuai dan bila impuls ini mencapai antara neuron motor dan otot maka dirangsang untuk kontraksi. Menurut Start dan Belmot (1991), refleks merupakan respon halus otomatis yang baku terhadap suatu rangsangan dan hanya tergantung pada hubungan anatomi dari hewan yang terlibat. Refleks yang divariasi telah ada sejak lahir, sedangkan refleks bersyarat diperoleh kemudian sebagai hasil dari pengalaman. Refleks merupakan sebagian kecil dari perilaku hewan tingkat tinggi, tetapi memegang peranan penting dalam perilaku hewan tingkat tinggi. Refleks biasanya menghasilkan respon jika bagian distal sumsum tulang belakang memiliki bagian yang lengkap dan mengisolasi ke bagian pusat yang lebih tinggi. Tetapi kekuatan dan jangka waktu menunjukan keadaan sifat involuntari yang meningkat bersama dengan waktu (Madhusoodanan, 2007).
Menurut Kimball (1988), rusaknya otak menyebabkan hubungan antara alat-alat vastibuler dengan sumsum tulang belakang hilang, sehingga katak tersebut tidak dapat membalikan tubuhnya ketika ditelentangkan, sedangkan refleks dari kaki depan dan belakang menunjukkan sistem saraf perifer yang mempengaruhi ekstrimitas masih bekerja. Reseptor menerima rangsang yang berupa rangsang mekanis (pijatan) lalu diubah menjadi potensial aksi, sehingga timbul respon. Demikian juga refleks kaki ketika dimasukan ke dalam H2SO4. Refleks pada eksterimitas dipengaruhi oleh sumsum tulang belakang dan bukan dari otak.
Menurut Ville et al. (1988), sejumlah refleks melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam sum-sum tulang belakang. Sumsum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam menyalurkan impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan penting dalam memadukan gerak refleks. Mekanisme gerak refleks yaitu:
Stimulus reseptor neuro afferen
Respon efektor neuro medulla
efferent spinalis
Mekanisme gerak refleks pada katak menurut Storer (1970), yaitu:
1. Adanya reseptor rangsangan dari luar.
2. Induksi nervous impuls atau badan sel saraf ke tulang belakang.
3. Adanya sinapsis.
4. Terjadi penerimaan rangsangan oleh neuron motorik, terjadilah reflek oleh efektor sebagai respon.
Sistem saraf sangat penting pada hewan tingkat tinggi yaitu sebagai sistem komunikasi yang kompleks dan cepat. Komunikasi intrasel ditengahi oleh impuls saraf, impuls tersebut dapat berupa gelembung-gelembung berjalan yang berbentuk arus ion. Transmisi sinyal antara neuron-neuron dan antara neuron otot seringkali di mediasi secara kimiawi oleh neurotransmitter (Romer, 1986). Menurut Gordon (1979), menyatakan bahwa sistem saraf vertebrata memiliki peranan vital, yaitu :
1. Menerima stimulus dari lingkungan luar dan mengkoordinir respon.
2. Mengatur agar kerja semua sistem dalam tubuh dapat bekeja sesuai fungsinya
3. Tempat ingatan dan kecerdasan, pada vertebrata tingkat tinggi.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi refleks spinal antara lain :
1. Ada tidaknya rangsangan atau stimulus
Rangsangan dari luar contohnya adalah derivat dari temperatur, kelembaban, sinar, tekanan, zat-zat dan sebagainya. Rangsangan dari dalam yaitu dari makanan, oksigen, air dan lainnya. Beberapa rangsangan langsung bereaksi pada sel atau jaringan tetapi kebanyakan hewan-hewan mempunyai kepekaan yang spesial. Somato sensori pada reflek spinal dimasukkan dalam urat spinal sampai bagian dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor yang berbeda memberikan pengaruh hubungan pada urat spinal sehingga terjadi reflek spinal (Richard dan Gordan, 1989).
2. Berfungsinya sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi penting yaitu untuk mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat reflek, dengan adanya sumsum tulang belakang pasangan syaraf spinal dan kranial menghubungkan tiap reseptor dan effektor dalam tubuh sampai terjadi respon. Apabila sumsum tulang belakang telah rusak total maka tidak ada lagi efektor yang menunjukkan respon terhadap stimulus atau rangsang (Ville et al., 1988).
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Reflek spinal pada katak terjadi jika ada rangsangan baik berupa rangsangan mekanis maupun kimia.
2. Perusakan otak tidak mempengaruhi reflek spinal pada katak.
3. Kerja reflek spinal diatur oleh sumsum tulang belakang.
B. Saran
Untuk praktikum refleks spinal pada katak selanjutnya menyediakan larutan H2SO4 pada masing-masing kelompok.
VIII. Daftar Pustaka
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gordon, M. S. 1979. Animal Physiology. Mc Millan Publishing Co. Ltd, New York.
Johnson, D. R. 1984. Biology an Introduction. The Benjamin Cummings Publishing Co.Inc, New York.
Kimbal, J. W. 1988. Biologi II. Erlangga, Jakarta.
Madhusoodanan, M. G. P. 2007. Continence Issues in the Patient with Neurotrauma. Senior Consultant Surgery, Armed Forces Medical Services ‘M’ Block, Ministry of Defence, DHQ, New Delhi. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT) 2007, Vol. 4, No. 2, pp. 75-78.
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta.
Richard, W.H dan Gordan. 1989. Animal Physiology. Harper-Collins Publisher. New York.
Romer. 1986. The Vertebrate Body. Saunders College Publishing, USA.
Start, C dan Belmont. 1991. Biology Concept and Aplication. California Publishing, California.
Storer, T. I, W.F. Walker dan R.D. Barnes. 1970. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Trueb, L. A dan Duellman. 1986. Biology of Amphibians. Mc Graw Hill Company, New York.
Villee, C.A,W.F. Walker dan R.D. Barnes. 1988. General Zoology. W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Walter dan Stayles. 1990. Biology of the Vertebrates. The Mc Millan Company, New
3 komentar:
Howdy! I know this is kind of off topic but I was wondering which blog platform are you using for
this website? I'm getting fed up of Wordpress because I've
had problems with hackers and I'm looking at options for another platform. I would be fantastic if you could point me in the direction of a good platform.
Take a look at my web page: Laser eye surgery
http://eekshop.com
When all your family make going to be the decision in order to use an all in one cream,your family will apply the cream for more information regarding your tags. Using a multi functional cream is that often an all in one a little longer selection process than having your dermatologist simply put take away them. Once started everywhere in the going to be the cream route,all your family will need for more information about keep an look everywhere in the the area affected as well as for quite most of these a period in order to get certain that don't you think infection plant life above the bed.
Thank you for your information. It's very useful for me ^_^
Posting Komentar